jpnn.com, JAKARTA - Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengkritisi kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengizinkan penggunaan APBN untuk mendanai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
Menurut Mardani PKS, pemerintahan Jokowi sejak awal sesumbar proyek tersebut dibangun tanpa APBN. Tetapi, janji itu berubah 180 derajat.
BACA JUGA: Kereta Cepat Gunakan APBN, Ichsanuddin Noorsy: Investasinya Kemahalan
Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No 93 Tahun 2021 sebagai revisi dari Perpres No 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Melalui perpres tersebut, pendanaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung kini dibolehkan berasal dari APBN.
BACA JUGA: Prabowo Bisa Menang Pilpres 2024 Jika Gerindra-PDIP Berkoalisi, Ini Sosok Cawapresnya
"Menunjukkan inkonsistensi pemerintah yang berpeluang besar merusak kredibilitas proyek-proyek BUMN," tulis dia di Twitter akun @MardaniAliSera, Selasa (12/10).
Anggota Komisi II DPR RI itu menilai kereta cepat tidak memiliki banyak manfaat. Proyek tersebut hanya membebani keuangan negara jika benar-benar rampung pada masa mendatang.
BACA JUGA: Toriq tidak Pengin PT KAI Terseret Permasalahan Kereta Cepat
Sebab, lanjut Mardani, perkiraan minat publik dan tingkat keterisian pengguna terhadap transportasi itu bisa saja berubah pada masa pandemi Covid-19.
"Berpotensi menyebabkan kerugian jangka panjang," ujarnya.
Mardani juga menilai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung tak pernah luput dari masalah sejak digulirkan pada akhir 2015.
Dia menyebut studi kelayakan dari megaproyek itu dilakukan terburu-buru dan tidak memperhatikan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) secara menyeluruh.
Dari situ, kata wakil rakyat Daerah Pemilihan I DKI Jakarta itu, pemerintahan Jokowi seharusnya bisa menggunakan uang negara secara maksimal.
Misalnya, untuk mengatasi dampak sosial dan ekonomi dari krisis kesehatan akibat pandemi Covid-19, ketimbang menyuntikkan pernyataan modal negara (PMN) guna pembangunan kereta cepat.
"Salah dalam mengelola besarnya risiko fiskal, dapat menjadi malapetaka yang mengerikan pada masa mendatang," beber dia. (ast/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Aristo Setiawan