jpnn.com - JAKARTA – Program Marketplace Guru ialah platform berisi database calon guru yang sudah pernah mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan lolos passing grade, tetapi belum mendapat formasi.
Para peserta seleksi calon guru PPPK 2021 itu disebut sebagai P1, yakni mendapat prioritas pertama dalam seleksi PPPK 2022. Namun, masalah tersebut belum tuntas.
BACA JUGA: Ternyata Data 2,3 Juta Honorer Diaudit Lagi Gegara Ini, Skema PPPK Part Time Belum Final
Mendikbudristek Nadiem Makarim lantas membuat terobosan, dengan menyodorkan konsep marketplace guru.
Mas Nadiem menjelaskan, konsep marketplace guru merupakan upaya untuk mempercepat perekrutan satu juta guru di tengah masih banyaknya persoalan guru honorer.
BACA JUGA: Inilah Jenis Honorer jadi PPPK Part Time, Bukan Hanya Cleaning Service? Waduh
Dengan adanya marketplace guru tersebut, kata Nadiem, calon guru lebih fleksibel terutama dalam mendaftar dan memilih lokasi mengajar tanpa harus menunggu lagi proses perekrutan guru secara terpusat.
Dalam platform tersebut, juga terdapat database lulusan pendidikan profesi guru (PPG) prajabatan yang dinilai layak menjadi guru PPPK.
BACA JUGA: Pentolan Honorer sampai Terkejut, DPR: Tak Hanya PPPK Paruh Waktu
Melalui marketplace guru tersebut, nantinya sekolah dapat merekrut guru sesuai formasi yang disediakan pemerintah pusat dengan mengacu pada Data Pokok Pendidikan (Dapodik) tanpa bergantung pada rekrutmen guru ASN secara nasional.
Merespons hal tersebut, Anggota Komisi X DPR RI Zainuddin Maliki meminta Kemendikbudristek untuk menyinkronkan regulasi, terutama yang berkaitan dengan gaji sebelum menerapkan program marketplace guru.
“Salah satu yang menjadi persoalan dengan kebijakan marketplace guru adalah gaji. Regulasi yang ada masih perlu disinkronisasi,” kata Zainuddin Maliki dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (27/7).
Anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) di DPR RI itu menilai wacana kebijakan marketplace guru yang ditawarkan Kemendikbudristek tersebut, tidak bisa memberikan kepastian terhadap nasib guru honorer, karena akan sangat tergantung pihak sekolah.
“Tergantung pihak sekolah, kapan dan siapa guru yang mereka butuhkan. Sehingga, tidak bisa memastikan kapan guru honorer, khususnya kategori P1 yang masih tersisa itu diselesaikan pengangkatannya," ujar Zainuddin.
Regulasi Gaji PPPK Belum Jelas
Zainuddin menilai, salah satu yang menjadi persoalan dengan kebijakan marketplace guru adalah gaji, karena adanya tumpang tindih regulasi, sehingga masih perlu disinkronisasi.
Menteri Keuangan mengeluarkan PMK 212/PMK.07/2022 yang menegaskan gaji dan tunjangan guru ASN PPPK atas biaya APBN melalui Dana Alokasi Umum (DAU), sedangkan Perpres 98 Tahun 2020 dan Permendagri No. 6 Tahun 2021 mengatur gaji dan tunjangan ASN PPPK dibebankan ke pemerintah daerah.
Sementara marketplace guru ingin memastikan pemberi gaji dan tunjangan ASN PPPK yang diangkat setelah di-checkout oleh satuan pendidikan mendasarkan kepada PMK 212.
"Bagaimana dengan keberadaan Perpres dan Permendagri yang mengatur penetapan gaji dan tunjangan ASN P3K tersebut?” tanya Zainuddin.
Zainuddin mengatakan gagasan marketplace guru juga belum didesain untuk menyelesaikan pengangkatan guru honorer yang berasal dari sekolah swasta.
Padahal, menurut Zainuddin, guru honorer asal sekolah swasta juga ingin diangkat menjadi ASN PPPK dengan harapan mendapatkan kepastian mengenai kesejahteraannya.
Hal tersebut, kata Zainuddin, tidak boleh terjadi, karena akan merusak kualitas pendidikan di sekolah swasta yang justru seharusnya mendapatkan pembinaan oleh Kemendikbudristek. (sam/antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu