jpnn.com, JAKARTA - Anggota DPR RI Marwan Jafar mendukung pelaksanakan skema era normal baru dalam aktivitas sehari-hari di setiap lini dengan menerapkan disiplin ala militer serta perubahan yang sistemik.
"Kami melihat keinginan kuat pemerintah untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan roda ekonomi yang harus beranjak bergerak dan upaya sekuat tenaga untuk menangani penyebaran penyakit virus corona (COVID-19) dengan segala sumber daya yang dimiliki negara dengan tetap menjalankan protokol kesehatan secara ketat dan efektif," ujar Marwan Jafar yang juga Anggota Komisi VI FPKB DPR RI di Pati, Rabu (27/5).
BACA JUGA: Marwan Nilai PLN Tidak Peduli Beban Rakyat di Masa Pandemi
Menurut dia istilah sederhananya menyeimbangkan antara madzhab ekonomi dan madzhab keselamatan, meskipun kasus COVID-19 masih cukup tinggi.
Apalagi, lanjut dia, jika dilakukan tes cepat (rapid test) corona secara massal di seluruh Tanah Air kemungkinan besar akan kelihatan jumlah kasus COVID-19, termasuk sejumlah daerah masuk zona merah, kuning, dan hijau, sekaligus untuk menjawab keraguan akan data yang dikeluarkan pemerintah.
BACA JUGA: Corona Mewabah, Ini Saran Marwan Jafar untuk Pemerintah
"Sayangnya, instruksi Presiden untuk mengadakan tes massal minimal 10.000 per hari belum terlaksana. Kementerian dan lembaga serta otoritas yang menangani COVID-19 harus bahu-membahu, bersinergi dan berkolaborasi untuk mewujudkannya, apalagi sebelum diberlakukan 'era new normal' atau istilah yang mudah dipahami warga desa 'era normal baru'," ujarnya.
Jika sampai saat ini belum terbukti, kata dia, tentunya ada yang perlu dievaluasi secara mendetail, menyeluruh, dan mencari solusi-solusi yang cepat dan tepat.
BACA JUGA: Marwan Jafar Minta Pemerintah Bentuk Relawan-Pejuang untuk Melawan Virus Corona
Terkait dengan gaya komunikasi publik pemerintah selama ini, dia menganggap, dengan bahasa yang kebarat-baratan, rakyat yang ada di seluruh pelosok Tanah Air, terutama yang hidup di daerah pinggiran atau perkampungan, belum tentu paham dengan bahasa Inggris seperti "new normal".
"Lebih baik, para pejabat menggunakan bahasa yang mudah dicerna dan dipahami rakyat kebanyakan. Saya usul menggunakan bahasa yang lebih sederhana 'ayo kerja lagi', atau bahasa daerah masing-masing," ujarnya.
Menurut dia roda ekonomi harus mulai lepas landas dengan pemberlakuan protokol kesehatan dengan disiplin tinggi, seperti militer tanpa pandang bulu dan strata sosial.
Hal itu, tidak bisa disepelekan karena ada beberapa hal-hal yang harus diperhatikan, seperti pertumbuhan ekonomi yang makin menurun, meskipun sebelum pandemi corona sudah menurun dan jangan karena ada pandemi corona dijadikan satu-satunya alasan pertumbuhan ekonomi menurun.
Belum lagi, adanya PHK besar-besaran juga mengancam dan sudah banyak warga yang kehilangan pekerjaan sehingga membutuhkan perhatian serius dan terobosan yang ekstra cepat dan mujarab.
"Bahkan, pendapatan negara juga terus-menerus menurun. Termasuk penerimaan pajak. Ini juga butuh terobosan yang spektakuler untuk mengatasinya," ujarnya.
Menurut dia bangsa ini sudah lama mengalami "deindustrialisasi", dimana terjadi penurunan sektor industri manufaktur atau industri pengolahan nonmigas terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 10 tahun terakhir sehingga butuh penanganan serius secara menyeluruh dan berkelanjutan.
Ia mengingatkan dana sekitar Rp405 triliun hasil revisi APBN untuk menangani pandemi COVID-19 harus dipergunakan dengan sebaik-baiknya, sesuai peruntukannya, tidak ada kebocoran dan penyelewangan, dan tepat sasaran.
"Jangan sampai ada penyalahgunaan kekuasaan baik sengaja maupun tidak sengaja atau tidak hati-hati dalam mengambil kebijakan ekonomi agar kasus BLBI, Bank Century dan kasus sejenisnya tidak terulang kembali," ujarnya.
Agar penanganan COVID-19 lebih maksimal, katanya, perlu ada evaluasi secara mendetail, mendalam, dan menyeluruh di masing-masing sektor, termasuk hasil studi banding yang kredibel dan obyektif lintas sektor, terutama sektor-sektor yang berhubungan langsung dengan pandemi COVID-19.
Permasalahan soal harga kebutuhan pokok yang sesuai instruksi Presiden sebelum Lebaran harus sudah terkendali, kata dia, kenyataan masih ditemukan harga-harga kebutuhan pokok yang belum stabil.
Di era normal baru, dia mengingatkan, agar konsisten dalam membuat kebijakan dan jika perubahan sebaiknya pula dilakukan sosialisasi terlebih dahulu, sehingga tidak membingungkan rakyat banyak.
"Sangat dimaklumi, dalam penanganan COVID-19 ini bersifat dinamis, sehingga perubahan sangat dimungkinkan, tetapi harus ada sosialisasi yang bersumber dari suara satu pintu agar antar pejabat tidak berbeda-beda pernyataan dan komentarnya," ujarnya.
Ia juga mengingatkan untuk melibatkan TNI-Polri dalam penanganan COVID-19 agar bersinergi dan berkolaborasi dengan kementerian dan lembaga, serta Tim Gugus Tugas COVID-19.
Keberadaan pesantren juga perlu diperhatikan di era normal baru nantinya, karena masih rentan terhadap penyebaran virus corona sehingga perlu diberi fasilitas yang memadai. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil