Mas Budiman Sentil Sistem Pangan Saat ini Tak Menguntungkan Petani di Desa

Rabu, 30 September 2020 – 23:23 WIB
Petani memasang setrum listrik di sekitar sawah. Foto: Pojokpitu

jpnn.com, JAKARTA - Sistem pangan global seharusnya berperan dalam meningkatkan kesejahteraan para petani Indonesia. Pemanfaatan teknologi pertanian diperlukan untuk mengubah sistem pangan dan tata guna lahan menuju sistem yang lebih berkelanjutan.

Ketua Inovator 4.0 Indonesia, Budiman Sudjatmiko mengungkapkan sistem pangan yang ada sekarang sama sekali tak menguntungkan petani di desa.

BACA JUGA: Petani Sawit Indonesia Masih Banyak yang Belum Sejahtera

"Sistem ini tak memberikan insentif bagi petani, tak memberi nilai tambah bagi orang desa. Sejak proses pre-farming, farming, sampai retail seperti ini. Dengan pengetahuan dan informasi yang minim mereka enggak bisa kontrol," ujar Budiman dalam webinar Transformasi Sistem Pangan dan Tata Guna Lahan di Indonesia untuk Pemenuhan Kebutuhan Gizi dan Kesehatan Bagi Semua yang digelar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) pada Rabu (30/9).

Budiman bersama Inovator 4.0 Indonesia mendorong agar para petani di desa menjadi 'aktor' atau pelaku utama dari sistem pangan ke depan dengan memanfaatkan teknologi.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Luhut Diprotes Mahasiswa di China, Gatot Senang dan Bersyukur, Fadli Zon Menyampaikan Kecaman

Di masa depan petani akan sangat berperan dalam menciptakan rantai nilai produktif dan mengurangi kehilangan dan pemborosan pangan, dan menetapkan tindakan konstruktif untuk tujuan ketahanan pangan dan gizi.

Untuk itu, Budiman mengungkapkan konsep smart farm yang bisa diaplikasikan petani di desa.

BACA JUGA: Ganjar Memastikan Kelangkaan Pupuk di Kalangan Petani Segera Diatasi

"Kami akan membangun inovasi untuk membangun sistem pangan dan tata guna lahan yang adil dan inklusif bagi petani," sambung aktivis reformasi yang turut menumbangkan rezim Orde Baru ini.

Bagaimana caranya? Budiman memaparkan sistem rangkai data (block chain) yang terintegrasi sehingga terjadi 'arisan data'.

Artinya semua pelaku usaha atau pertanian bisa berbagi data untuk mengambil keputusan yang startegis sesuai dengan data tetang pangan apa yang dibutuhkan oleh suatu daerah.

"Dengan rangkai data (block chain), membuat konsorsium, untuk sistem dimana setiap partisipan menjadi bagian, sehingga kita bisa mnegetahui kebutuhan gizi di kota X. BUMdes, BUMAdes, petani bisa tahu data kebutuhan gizi di daerah setempat. Kita bisa buat data akses data dari petani kepada pedagang, petani kepada pemerintah. Membuat sistem yang terintegrasi secara horizontal. Sudah diujic oba di beberapa negara seperti India," ucapnya.

Selain itu, dia mendorong petani mempunyai DNA yakni Device, Network, dan Apps atau aplikasi.

Kemandirian teknologi agar petani bisa berperan lebih besar dengan harapan agar petani bisa menjadi technopreneur. Teknologi alat mesin pertanian (alsintan) yang high tech seperti drone atau traktor robot bsia menjadi device. Data yang dikumpulkan menjadi supply chain bisa menjadi network, dan market place atau e-commerce bisa jadi apps.

"Kita ingin petani bukan cuma jadi pekerja, tapi jadi enterpreneur, bahkan technopreneur," ucapnya. (flo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler