jpnn.com, JAKARTA - Ketua Forum Honorer PTT K2 Kabupaten Banyuwangi Riyanto Agung Subekti mengkritisi kebijakan pemerintah dalam penyelesaian masalah pegawai non-ASN. Dia melihat aturan pemerintah tentang honorer malah menciptakan masalah baru.
Dia menduga hal tersebut karena honorer dijadikan alat politik untuk meraih kekuasan. Dimulai dari keluarnya PP 56 Tahun 2012 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer. PP yang merupakan perubahan kedua atas PP 48 tahun 2005 itu tersebut mengatur tiga hal yaitu honorer K1, honorer K2, dan jabatan mendesak untuk diangkat menjadi CPNS.
BACA JUGA: Formasi PPPK 2022, Ketua Honorer Non-K2: Kami Tidak Pernah Minta jadi PNS
PP ini secara umum berisi langkah-langkah yang perlu dilakukan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi (Birokrasi KemenPAN-RB), Badan Kepegawaian Negara (BKN), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam penangananan tenaga honorer, dalam kaitannya dengan penataan jumlah dan distribusi PNS.
Terbitnya PP 56/2012 ini bisa mengakhiri rezim honorer sehingga manajemen PNS bisa ditata sesuai prinsip-prinsip sistem merit dan tidak dijadikan komoditi politik.
BACA JUGA: PPPK 2022, Honorer K2 Tua: Pak Jokowi, Bagaimana Nasib Tenaga Administrasi?
"Faktanya jauh panggang daripada api. PP 56/2021 justru banyak menimbulkan masalah," kata Itong, sapaan akrab Riyanto Agung Subekti kepada JPNN.com, Minggu (24/10).
Jadi wajar lanjut Itong jika para honorer K1 dan honorer K2 protes karena pemerintah dalam hal ini KemenPAN-RB maupun BKN tidak sportif, plin-plan dengan kebijakan-kebijakan yang dibuatnya.
BACA JUGA: Mengenal Brian Putra Bastara, Pengusaha Muda Terkenal Asal Sumbar
Dia mencontohkan guru bantu DKI Jakarta diangkat menjadi PNS menggunakan cantolan PP 56 tahun 2012. Secara tidak langsung hak honorer K1 dan honorer K2 telah dirampas para guru bantu DKI tersebut.
"Apakah ini tidak melanggar aturan dalam PP yang dibuatnya sendiri," seru Itong yang juga penggerak honorer K2 tenaga teknis administrasi.
Dia menegaskan honorer K2 masih mengingat jelas peristiwa 15 September 2015. Saat itu dalam rapat kerja Komisi II DPR RI, pemerintah yang diwakili MenPAN-RB Yudi Chrisnandi sepakat untuk mengangkat seluruh honorer K2 secara bertahap tiap tahun sebanyak 25 persen dimulai dari 2016 dan berakhir 2019 menjelang Pilpres.
Kenyataannya kata Itong, honorer K2 telah menjadi korban kebijakan, dijadikan komoditi politik dan ajang KKN yang mengakibatkan rendahnya kualitas birokrasi di tanah air.
Belum cukup sampai di sini, honorer K2 terutama tenaga teknis administrasi betul-betul diombang-ambingkan dan dipermainkan pemerintah.
Walaupun KemenPAN-RB akan memberikan kebijakan khusus untuk honorer K2 dalam seleksi PPPK 2022, tetapi tenaga teknis administrasi tidak semua memiliki sertifikat keahlian.
"Bukankah ini jebakan atau sengaja agar para honorer K2 tenaga teknis administrasi kendor semangatnya dan akhirnya mengundurkan diri," cetusnya.
Akhirnya kata Itong, para honorer nonkategori masuk berbondong-bondong dan bisa menempati posisi yang semula diisi honorer K2. Semua ini bisa terbaca dan diprediksi karena ada faktor politik maupun ajang KKN lagi.
Seharusnya pascarekrutmen CPNS 2013, pemerintah mengambil tindakan tegas bahwa honorer K2 yang dinyatakan tidak lulus langsung diberi surat agar mengundurkan diri. Bukan malah sebaliknya masih disuruh mengumpulkan surat pernyataan tanggung jawab mutlak (SPTJM).
"Apakah tindakan seperti ini bisa dibenarkan? Buat apa SPTJM tersebut kalau hanya mau melukai hati honorer K2 seluruh Indonesia," ucapnya.
Menurut Itong, pemerintah seharusnya bicara terus terang bahwa pemerintah sudah tidak punya anggaran untuk mengangkat seluruh honorer K2. Faktanya di lapangan justru banyak para CPNS dan PPPK dari para honorer nonkategori serta fresh graduate.
Kalau saja pemerintah menyelesaikan honorer K2, Itong optimistis tidak muncul masalah baru. Saat ini honorer K2 tenaga teknis administrasi memohon kepada Presiden Joko Widodo agar memperhatikan dan segera menyelesaikan masalah ini secara bijak, seadil-adilnya.
"Tolong perhatikan honorer K2 tenaga teknis administrasi yang usianya sudah menjelang senja," pungkas Itong. (esy/jpnn)
Redaktur : Friederich
Reporter : Mesya Mohamad