jpnn.com, JAKARTA - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menepis anggapan tentang Pilkada Serentak 2020 bisa meningkatkan perekonomian rakyat pada masa pandemi Covid-19. Sebab, pendapat itu beklum terbukti.
Menurut Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI Firman Noor, justru pelaksanaan Pilkada 2020 pada masa pandemi Covid-19 berpotensi memunculkan krisis ekonomi berkepanjangan.
BACA JUGA: LIPI Suarakan Penundaan Pilkada, Silakan Simak Alasannya
"Argumen bahwa Pilkada 2020 akan meningkatkan daya beli masyarakat dan menggerakkan ekonomi nasional masih belum dapat dipastikan," ujar Firman Noor saat menyampaikan pendapat lembaganya terkait Pilkada 2020 secara daring, Kamis (1/10).
"Pelaksanan Pilkada 2020 dengan potensi jatuhnya korban berpotensi memperpanjang situasi krisis yang berdampak pada kehidupan ekonomi," sambungnya.
BACA JUGA: Temuan Bawaslu: Banyak Pelanggaran Protokol Kesehatan dalam 3 Hari Kampanye
Firman lantas membeber argumennya. Menurutnya, anggaran untuk Pilkada 2020 hanya sebesar Rp 20,6 triliun.
Angka itu hanya setara dengan 3,3 persen dari dana untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sekitar Rp 667 triliun yang dibiayai APBN.
BACA JUGA: Catat, Kekhawatiran Anak Buah Doni Monardo soal PKPU Pilkada di Masa Pandemi
"Tentu merupakan jumlah yang tidak seberapa dibanding dampak yang diharapkan dari stimulus dana APBN secara keseluruhan," ujar dia.
Terkait Pilkada 2020, LIPI merekomendasikan penundaan. Alasannya ialah angka kasus Covid-19 di Indonesia masih tinggi.
"Data Satgas Covid-19 menyebut kecenderungan kenaikan kasus Covid-19 harian sepanjang September 2020 atau dua bulan menjelang Pilkada 2020 hingga empat kali lipat dibandingkan pada rata-rata kasus Covid-19 periode Juli hingga Agustus 2020," ujar Firman.
Selanjutnya, kata Firman, LIPI melihat fakta di lapangan yang menunjukkan tingkat kedisiplinan masyarakat, peserta, dan penyelenggara Pilkada 2020 dalam mematuhi protokol kesehatan Covid-19 masih rendah.
"Kerumunan massa dan arak-arakan pendukung pasangan calon masih terus terjadi dan sulit untuk dikendalikan," ungkap Firman.(ast/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan