jpnn.com, JAKARTA - Massa aksi 287 yang diwakili Front Pembela Islam dan Dewan Dakwah Islamiyah melayangkan judicial review terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 atau Perppu Ormas, ke Mahkamah Konstitusi (MK), di sela aksinya, Jumat (28/7) kemarin.
Dengan gugatan baru tersebut, tercatat sudah ada enam permohonan uji materi terhadap Perppu Ormas yang masuk ke meja MK. Sebelumnya lima gugatan datang yakni dari Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Organisasi Advokat Indonesia (OAI), Yayasan Sharia Law Alqonuni, Aliansi Nusantara, dan Persatuan Islam (Persis).
BACA JUGA: Ingat, Pemerintah Bertindak Tegas ke HTI demi NKRI
Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono mengungkapkan, dua di antara sejumlah gugatan tersebut sudah memulai sidang pertama pada Rabu (26/7). Yakni, perkara yang diajukan OAI dan HTI. ”Yang lain masih dalam tahap pemeriksaan,” ujarnya kepada Jawa Pos, Jumat malam.
Meski demikian, Fajar mengatakan, tidak tertutup kemungkinan semua perkara disidangkan dalam satu forum persidangan. Itu dilakukan jika hakim menilai semua gugatan memiliki substansi yang sama. ”Bahkan bukan tidak mungkin putusannya juga bersamaan,” imbuhnya.
BACA JUGA: Mendagri Perintahkan Pemda Awasi Ormas di Daerah
Sebelumnya Koordinator Kuasa Hukum Persis Rahmat menyatakan, pihaknya mengajukan uji materi tidak didasari solidaritas terhadap Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dibubarkan pemerintah. Namun, Persis menilai perppu tersebut tidak sejalan dengan kebebasan berserikat yang dijamin UUD 1945. ”Judicial review kami ajukan sebagai salah satu bentuk perlawanan hukum yang dijamin pasal 51 (1) UU 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi,” ujarnya Rabu lalu.
Rahmat menambahkan, langkah pemerintah menerbitkan Perppu Ormas sudah menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Imbasnya, kegaduhan dan bahkan potensi ketegangan antarkelompok masyarakat bermunculan.
BACA JUGA: Hamdalah, Aksi 287 Berlangsung Damai
”Kondisi tersebut sangat tidak baik bagi kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis. Karena itu, perlu ada kepastian hukum yang benar-benar jelas, tegas, dan mengikat yang dapat menghentikan polemik berkepanjangan,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Tim Pengujian UU ke MK dari Persis Jeje Jaenudin menjelaskan, dengan diajukannya gugatan, tidak berarti pihaknya mendukung gerakan radikalisme atau kelompok anti-Pancasila. Langkah itu merupakan pembelaan terhadap kepentingan hak-hak seluruh warga negara, baik perseorangan maupun kelompok. ”Tidak pula berarti kami tak setuju terhadap upaya pemerintah dalam memperkuat dan memperkokoh NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,” tegasnya. (far/c10/fat)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Massa Hanya Ribuan, Aksi 287 Sudah Bubar Selepas Asar
Redaktur & Reporter : Adek