jpnn.com, JAYAPURA - Aksi unjuk rasa ribuan massa dari berbagai denominasi gereja dan warga Jayapura berlangsung di depan gedung DPRD dan kantor Gubernur Papua, Senin (15/5).
Aksi damai ini membawa aspirasi untuk “Selamatkan Pancasila dan Selamatkan Indonesia”. Massa menuntut pemerintah melarang dan membubarkan HTI dan FPI di Papua dan di Indonesia.
BACA JUGA: Mendagri Sudah Terima SMS dari Cewek Pengecam Jokowi, Tapi...
Dari pantauan Cenderawasih Pos (Jawa Pos Group), awalnya massa berkumpul di Taman Imbi Jayapura sekitar pukul 10.00 WIT. Sejumlah pimpinan keagamaan kemudian menyampaikan orasi.
Sekitar 30 menit kemudian, massa berjalan kaki ke kantor DPRD Papua melalui Jalan Irian di bawah pengawasan ketat ratusan anggota Polres Kota Jayapura.
BACA JUGA: Margarito Kamis Sebut Gerakan Minahasa Raya Merdeka Tak Serius
Di halaman kantor DPR Papua (DPRP), Uskup Jayapura Mgr. Leo Laba Ladjar selaku Ketua Pimpinan Gereja-Gereja Papua (PGGP) membacakan sejumlah tuntutan.
Diantaranya, meminta Presiden Joko Widodo mengeluarkan dekrit yang melarang aktivitas kelompok radikal yang hendak mengubah ideologi Pancasila.
BACA JUGA: Boni Hargens Sodorkan Dua Skenario Kasus Ahok
PGGP juga meminta agar semua masyarakat walaupun berbeda suku, ras, dan agama mendapatkan perlakuan hukum yang sama. Mereka juga menolak tekanan mayoritas jumlah penganut agama dan suku yang menyingkirkan fakta pluralitas agama suku dan merendahkan kelompok minoritas.
Anggota DPRD Papua Elvis Tabuni yang menerima perwakilan massa menyatakan pihaknya mendukung penuh seluruh tuntutan tersebut.
DPRP akan membentuk Pansus dan melaporkan kepada pimpinan untuk mengupayakan hadirnya regulasi yang melarang keberadaan organisasi radikal di Papua yang mulai bertumbuh.
“Kami memang mendukung penuh apa yang disampaikan oleh masyarakat ini, namun kami akan menyuarakan ini dengan membentuk pansus yang mengajukan permintaan ini kepada Presiden,”kata Elvis Tabuni saat menemui massa,
Setelah aksi di DPRD Papua, massa pun berjalan kaki ke kantor Gubernur Papua yang berjarak sekitar dua kilometer. Aksi tersebut menyebabkan kemacetan lalu di sejumlah ruas jalan hingga satu jam, lantaran arak –arakan massa berjalan kaki memenuhi jalan protokol.
Kapolres Kota Jayapura AKBP Marison Tober Sirait, SIK mengatakan, telah menerjunkan sebanyak 200 personel aparat untuk mengamankan aksi unjuk rasa tersebut.
“Kami telah berkoordinasi dengan koordinator aksi agar mengantisipasi adanya provokator yang hendak menimbulkan kericuhan pada saat massa berunjuk rasa,”ujarnya.
Kapolda Papua Irjen Pol Boy Rafly Amar mengakui bahwa pihaknya sudah berkomunikasi dengan tokoh agama dan yang harus diselamatkan adalah NKRI, yang sifatnya umum nilai- nilai kebangsaan.
“Jadi saya yakin tokoh- tokoh yang selama ini menyuarakan itu bisa memahami. Aksi ini bukan hanya dilakukan oleh agama tertentu saja, tapi beberapa agama yang ada di Kota Jayapura. Aksi hari ini yang disepakati itu,” bebernya
Sementara itu di kantor Gubernur Papua, Ketua Umum PGGP, Mgr. Leo Laba Ladjar OFM kembali membacakan pernyataan sikap mengatakan dalam perkembangan situasi nasional sekarang ini.
Pihaknya menilai bahwa gerakan radikalisme sangat mengganggu rasa aman kehidupan berbangsa dan bernegara. Masyarakat semakin terpolarisasi.
Menurutnya, PGGP menyampaikan beberapa hal penting terkait dengan pelaksanaan demonstrasi damai diantaranya, pertama, Gereja-Gereja di Papua dengan tegas mendukung Pancasila, UUD 45, Bhineka Tunggal Ika, NKRI.
"Kami kuatir bahwa kelompok tertentu sedang berusaha menyingkirkan dan mengubah ideologi Pancasila dengan ideologi agama tertentu. Kedua, kami mendesak Pemerintah, melalui dekrit Presiden, agar melarang kelompok dan gerakan radikalisme yang tidak toleran berkembang di Indonesia, khususnya HTI, FPI, Ikhwanul Muslimin," imbuh Leo.
“Demi keadilan hukum yang konkret dan bermartabat, kami menentang mafia dan politisasi peradilan di Indonesia Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) adalah orang yang taat beragama dan sangat menghargai agama lain. Ia telah mengikuti proses pengadilan dengan jujur, taat hukum dan tidak terbukti melakukan penistaan agama. Karena itu, kami mendesak agar Ahok segera dibebaskan,” bebernya.
Mereka juga mendesak agar Pasal 156a KUHP dihapus. PGGPI juga meminta Pemerintah Papua secara tegas dengan Perda untuk melarang individu, kelompok dalam bentuk organisasi apa pun dengan aliran radikalisme agama dan anti Pancasila berada dan hidup di Tanah Papua.
"Kami minta melarang penyebaran paham radikalisme agama di kampus dan sekolah-sekolah, di rumah ibadah, pesantren, di lembaga-lembaga pemerintahan dan non pemerintahan, dan di masyarakat umum di Tanah Papua," kata Leo.
Pihaknya mengharapkan kepada pemerintah untuk melarang partai politik memayungi dan memanfaatkan individu, kelompok dan organisasi dengan paham radikalisme agama serta anti-Pancasila di Tanah Papua.
Menanggapi demonstrasi damai tersebut, Wakil Gubernur Papua, Klemen Tinal,SE,MM menyampaikan terima kasih kepada masyarakat di Papua yang diwakili oleh organisasi gereja yang telah menyampaikan aspirasi kepada pemerintah.
“Apa yang sudah disampaikan kepada pemerintah provinsi sudah tepat,” jelasnya. (jo/yan/tri)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jangan Biarkan Deklarasi Minahasa Raya Merdeka
Redaktur & Reporter : Soetomo