Masyarakat Tionghoa Diimbau Kedepankan Budaya Berwajah Indonesia

Minggu, 25 Februari 2024 – 13:34 WIB
diskusi Cap Go Meh bertema 'Wayang Potehi: Budaya Tionghoa dalam Keindonesiaan' di Jakarta, baru-baru ini. Foto: FSI

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Forum Sinologi Indonesia (FSI) Johanes Herlijanto menyatakan bahwa hadirnya budaya Tionghoa yang mengandung nilai-nilai keindonesiaan akan berdampak secara positif bagi posisi mereka di Indonesia.  

Menurut dia, budaya yang dirayakan tidak lagi memperlihatkan wajah budaya Tiongkok, tetapi menjadi bagian dan mengandung nilai-nilai keindonesiaan.

BACA JUGA: Lestarikan Budaya Nusantara, Nara Kupu Jogja Akan Gelar Pertunjukan Wayang Potehi

"Masyarakat Tionghoa di balik budaya tersebut pun makin dipandang sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang utuh," ujar Johanes, dalam diskusi Cap Go Meh bertema 'Wayang Potehi: Budaya Tionghoa dalam Keindonesiaan' di Jakarta, baru-baru ini.

Pemerhati Tionghoa yang mengajar di Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Pelita Harapan ini berpandangan bahwa persepsi masyarakat terhadap etnik Tionghoa akan makin menguat seiring dengan berkembangnya budaya mereka yang berwajah Indonesia.

BACA JUGA: Malari Membakar Jakarta, Antara Persaingan Elite Tentara dan Sentimen Anti-Tionghoa

Sementara itu, ahli kebudayaan Tionghoa dari University of Sydney Profesor Josh Stenberg menyampaikan hasil penelitiannya tentang wayang potehi bertransformasi menjadi bagian dari budaya masyarakat Indonesia.

Wayang potehi merupakan pertunjukan wayang dengan sarung tangan yang populer di Hokien, daratan Tiongkok, berabad-abad lalu. Di Indonesia, pertunjukan wayang tersebut pertama kali berkembang di Semarang.

BACA JUGA: FSI Imbau Anggota ASEAN Bersatu dan Tegas Hadapi Provokasi China di LCS

Wayang potehi telah mengalami ‘indigenisasi,’ (pempribumian), yaitu proses budaya luar yang berakar dan mengandung unsur-unsur lokal.

"Orang-orang dari Taiwan dan Daratan Tiongkok, yang merupakan negeri asal wayang potehi, akan mengalami kesulitan untuk memahami pertunjukan wayang potehi di Indonesia,” tutur Profesor Stenberg.

Profesor Stenberg berpandangan bahwa wayang potehi telah menjadi fenomena pascaetnik, karena meski berasal dari Tiongkok, dan tidak lagi menggunakan bahasa Tionghoa.

"Potehi telah menjadi sepenuhnya Indonesia. Pertunjukan ini bukan menjadi duta bagi budaya etnik Tionghoa, tetapi sebagai simbol dari budaya antar-etnik," jelasnya.

Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (UI) Dwi Woro retno Mastuti menjelaskan, wayang potehi merupakan salah satu seni pertunjukan wayang peranakan China-Jawa, yang biasanya digelar di berbagai klenteng di pulau Jawa sebagai bagian dari kegiatan ritual umat Konghucu.

Menurut Pegiat Wayang Potehi sekaligus Founder Rumah Cinta Wayang (Cinwa), potehi biasanya mengisahkan berbagai mitos dan legenda asal Tongkok, seperti Sie Jin Kwi, Sam Kok, San Pek Eng Tai, dan Li Si Bin.

"Potehi sudah bagian dari bangsa Indonesia lho, bagian dari keragaman karena bahasanya, pemainnya, pengrajinnya orang Jawa, pendukungnya anak anak muda Indonesia,” tuturnya. 

Oleh karena itu, dia dan komunitas Rumah Cinwa bertekad untuk terus melestarikan wayang potehi. "Ini merupakan bagian dari upaya merawat kebhinekaan Indonesia," ucapnya.

Acara seminar diakhiri dengan sebuah imbauan dari FSI, agar masyarakat Indonesia mempertahankan, dan bahkan meningkatkan pandangan bahwa budaya-budaya Tionghoa adalah bagian dari bangsa Indonesia yang harus diterima dan dihargai. (jlo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler