jpnn.com - BEIJING - Wang Fuming sempat patah semangat karena ijazah SMA yang dimilikinya hanya membuatnya menjadi pegawai pabrik ban. Belasan tahun jadi pegawai, pria 43 tahun ini akhirnya memutuskan banting stir menjadi pengusaha. Masalahnya, usaha apa yang cocok ketika skill juga pas-pasan dan hanya punya ilmu membuat ban?
Sempat terpikir untuk beternak babi atau bertani, Wang akhirnya beralih ke serangga yang menjadi kegemarannya sejak kecil. Pikiran untuk beternak babi dicampakkan karena Wang yakin untungnya hanya sedikit.
BACA JUGA: Rayakan Perkawinan Emas dengan Melukis Ladang Jagung
Selanjutnya Wang memulai pekerjaan dengan beternak kalajengking dan kumbang. Di Tiongkok serta sebagian Asia, dua jenis serangga ini kerap jadi obat tradisional, bahkan makanan lezat.
Suatu ketika, telur kumbang yang hendak ditetaskan banyak yang mati gara-gara terkontaminasi telur kecoa. Dari sini munculah ide Wang untuk beternak kecoa.
BACA JUGA: Cuaca Ekstrim Bikin Manusia Tetap Miskin
Pikir Wang, makhluk warna cokelat dengan antena di kepala ini ternyata mudah dikembangbiakan. Bermodal telur kecoa Jerman dan Amerika, bekas kandang ayam dan genteng, mulailah Wang beternak serangga yang oleh sebagian orang menjijikan itu. Sambil berjalan, pria berkaca mata ini mengamati kegemaran hewan peliharaannya.
Wang akhirnya tahu kecoa cepat berkembang biak di tempat agak hangat. Dia juga tak kesulitan mencari pakan bagi kecoa peliharannya karena cukup dengan limbah sayuran bekas yang didapatnya dari restoran terdekat.
BACA JUGA: Penulis Termuda Menangkan Man Booker Prize
Untungnya lagi, kecoa tergolong tahan penyakit, beda dengan ayam atau serangga lain. "Beternak kecoa modal awal paling banyak USD 3,25 (Rp 37 ribu) dapatnya bisa sampai USD 11 (Rp 127 ribu)," ucap Wang.
Itu cerita tahun 2010, saat Wang baru pertamakali mengeluti usahanya. Kala itu harga kecoa kering per-pound (0,45 kg) hanya USD 2 atau tak lebih dari 23 ribu. Kini harganya sudah 10 kali lipat USD 20 atau lebih dari Rp 230 ribu per pound.
Tak heran peternakan milik Wang maju pesat. Bahkan kini Wang sudah memiliki 6 peternakan dengan populasi kecoa mencapai 10 juta ekor di Jinan.
Dia sekarang tercatat sebagai peternak terbesar di Tiongkok atau bahkan mungkin di dunia. Konsumennya kini tak lagi sebatas restoran atau tabib tapi sudah merambah ke pabrik kosmetik besar Asia yang membutuhkan tambahan protein atau selulosa murah bagi produk mereka yang biasa didapat dari sayap kecoa.
Seperti dilansir LA Times Selasa (15/10), kecoa bagi Wang dan keluarganya juga lezat sebagai kudapan sehari-hari. Cukup dengan menambahkan garam, kecoa goreng rasanya tak kalah lezat dibanding gorengan atau makanan renyah lain.
Kini Tiongkok diperkirakan memiliki 100 peternakan kecoa. Tak seperti peternakan umumnya, para pengelolanya memilih beternak secara tertutup. Maklum, pandangan umum terhadap kecoa belum berubah seperti halnya di Indonesia, yang menganggapnya sebagai binatang menjijikan dan kerap menjadi perantara penyebaran penyakit.
Keberadaan peternak binatang jenis ini baru diketahui secara luas pada Agustus lalu, setelah jutaan kecoa terlepas dari kandangnya kemudian menyebar ke perumahan di Provinsi Jiangsu. Wang yang merupakan pemilik tunggal Jinan Hualu Feed Co menempatkan peternakannya di tempat cukup tersembunyi di bawah jalan layang, kawasan industri agribisnis Jinan.
Mayoritas peternak sengaja tak memasang iklan karena khawatir dengan stigma buruk masyarakat yang menolak keberadaan kecoa di sekitar rumah mereka. "Kita berusaha tak diketahui orang lain," ucap Liu Yusheng, pemilik Shandong Insect Industry.
Pemerintah Tiongkok juga tak melarang aktivitas para peternak. Tapi jika kecoa-kecoa itu sampai terlepas seperti kejadian Agustus lalu, mau tak mau jadi masalah besar.
Liu pun khawatir prospek usahanya yang kini sangat cerah tiba-tiba jadi redup, menyusul masuknya para peternak instan yang hanya berbekal buku petunjuk singkat beternak kecoa yang kini mulai banyak beredar. Liu tak mau kebangkrutan yang menimpa pada peternak semut tahun 2007 lalu, dialami dirinya dan peternak kecoa lain.
Kala itu sebuah perusahaan menjual petunjuk singkat beternak semut yang berujung pada bangkrutnya industri tersebut karena stok barang (semut) lebih banyak di pasaran dibanding permintaan. "Ini bukan industri biasa seperti ternak atau sayur-sayuran. Tak ada yang tahu siapa yang bertanggung jawab di industri ini (peternakan kecoa)," ungkap Liu.
Setidaknya 5 perusahaan farmasi menjadi konsumen tetap para peternak kecoa Tiongkok. Perusahaan tersebut mengolah kecoa menjadi obat tradisional mulai dari mengatasi kebotakan, obat AIDS, kanker, dan bahan baku vitamin serta suplemen.
Sebuah universitas di Korea Selatan dan Tiongkok bahkan baru-baru ini merilis temuan mereka tentang anti-carcinogenic yang terkandung dalam kecoa. Kandungan tersebut diketahui setelah meneliti kebiasaan sebuah suku terasing dekat perbatasan Vietnam yang sering menggunakan pasta berbahan kecoa untuk mengobati TBC tulang.
"Saya sempat botak beberapa tahun lalu, tapi setelah mengunakan spray kecoa rambut saya tumbuh lagi," ucap Li Shuan, peneliti senior universitas di Yunnan yang kerap disebut sebagai "bapak kecoa" karena sejak tahun 60-an telah terlibat langsung meneliti keunggulan seranga terutama kecoa. (pra/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Makhluk Aneh Raksasa Ditemukan di California
Redaktur : Tim Redaksi