jpnn.com, BATAM - Masyarakat terus mendesak agar Badan Pengusahaan (BP) Batam segera mensosialisasikan Peraturan Kepala (Perka) BP Batam Nomor 9 Tahun 2017 tentang Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) BP Batam.
"Kebijakan publik itu harus segera disosialisasikan supaya masyarakat itu paham dan bisa menentukan alur rencananya," kata pengamat kebijakan ekonomi dari Politeknik Batam, Muhammad Zaenuddin, kepada Batam Pos (Jawa Pos Group), Senin (3/7).
BACA JUGA: BP Batam Diminta Sosialisasikan Soal Tarif Baru UWTO
Kebijakan kata Zainuddin dibuat untuk dipatuhi masyarakat. Jadi jika masyarakat tidak tahu, kebijakan itu percuma adanya. "Peraturan itu kan buat masyarakat. Jika mereka tidak tahu, nanti akan timbul ketidakpastian lagi," terangnya.
Ketidakpastian itu akan membuat masyarakat ragu, begitu juga dengan investor luar. Ketidakpastian menyebabkan daya saing investasi menurun. "Katanya peraturan ini berlaku hingga lima tahun. Mudah-mudahan jangan sampai ada perubahan lagi," harapnya.
BACA JUGA: Anggota Dewan Siap Kembalikan Mobil Dinas asal Jelas Dasar Hukumnya
Banyak masyarakat kecewa dengan sikap BP Batam yang tak kunjung mengenalkan kebijakan baru mengenai lahan ini. Padahal Perka Nomor 9 Tahun 2017 ini telah ditetapkan pada 19 Mei kemarin.
Deputi III BP Batam, Eko Santoso Budianto mengatakan hal tersebut terjadi karena mereka menyesuaikan situasinya dengan kondisi masyarakat yang tengah akan menghadapi bulan puasa."Makanya diputuskan setelah lebaran saja disosialisasikan," ucapnya.
BACA JUGA: Sadis, Sebelum Tewaskan Sri Wardana, Kawanan Begal Ini Juga Bikin Sunandar Sekarat
Secara ekonomi, dia menilai kenaikan UWTO yang hanya empat persen pertahun ini belum memenuhi azas keadilan."Kalau dasar pertimbangan ekonomi, pastinya angka 4 persen itu sangat tidak berkeadilan," jelasnya.
BP Batam kata Eko hanya menjalankan perintah dari Ketua Dewan Kawasan (DK)."Ya mau tidak mau harus kami ikuti," jelasnya lagi.
Mengapa Eko mengatakan tarif baru ini belum memenuhi azas keadilan. Ia mengambil contoh di kawasan Mandalika, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
"Asal tahu saja di Mandalika yang juga lahannya HPL atas nama Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC), BUMN dibawah Kementerian Pariwisata, sewa lahannya pertahun hanya 1.50 dolar Amerika per meter persegi," jelasnya.
Dan tiap tiga tahun sekali, tarifnya naik enam persen. Sehingga untuk 30 tahun, tarif per meter perseginya jatuh menjadi 60 dolar Amerika pertahun."Ditambah lagi pembagian 10 persen dari omzet," imbuhnya.
Sedangkan Ketua Dewan Pakar Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Batam, Ampuan Situmeang menilai perubahan tersebut merupakan hal yang wajar.
"Itu teknis Perka, wajar saja sebab kemarin Perka Nomor 1 Tahun 2017 diprotes karena tidak sesuai rekomendasi DK. Nah mungkin karena itu disesuaikan lagi," ungkapnya.
Sehingga menurut Ampuan, jika ada perubahan lagi maka tidak akan ada masalah lagi.
"Jadi tidak ada masalah kan, bulan besok juga dirubah lagi, boleh tidak ada larangan kan. Yang penting tidak merugikan siapapun," katanya.
Jika memang perubahan regulasi itu bertujuan untuk memberikan kepastian hukum, maka merupakan hal baik."Namun demikian, perubahan yang terlalu sering ini adalah bukti adanya tata kelola yang keliru," paparnya.
Dia juga menilai BP Batam juga tak perlu mengikuti perintah DK karena BP Batam itu peralihan dari Otorita Batam (OB).
"Tidak seluruhnya bentukan dari DK, apalagi mekanisme perintah DK Batam itu tak jelas, sebab SOP nya juga tak jelas," katanya.
Sehingga fungsi DK Batam yang seharusnya menjadi pemecah masalah malah menimbulkan masalah baru.(leo)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kembangkan MRO Batam, Lion Air Bakal Serap Empat Ribu Tenaga Kerja
Redaktur & Reporter : Budi