Mati untuk Penentang Undang-Undang

Minggu, 06 Maret 2011 – 08:13 WIB
ISLAMABAD - Tak hanya di tanah air, isu penodaan agama juga menjadi ganjalan dalam roda kehidupan bangsa PakistanDi negara tetangga Afghanistan tersebut, UU Penodaan Agama Islam baru saja menelan korban jiwa

BACA JUGA: Kadhafi Resmi Jadi Target Interpol

Menteri Urusan Warga Minoritas Shahbaz Bhatti harus meregang nyawa setelah ditembak kelompok bersenjata saat berada di dalam mobilnya.

Bhatti yang seorang penganut Katolik itu dibunuh setelah mengunjungi ibunya di pinggiran Islamabad
Saat itu dia sengaja meninggalkan para pengawalnya di ibu kota dan hanya berdua dengan sopir pribadinya.

Sejak menentang undang-undang penodaan Islam yang menjerat pelakunya dengan hukuman mati, Bhatti memang menjadi incaran kelompok-kelompok militan Pakistan

BACA JUGA: Kemen PU-Timor Leste Kerja Sama Infrastruktur

Kematiannya terjadi dua bulan setelah Gubernur Provinsi Punjab Salman Taseer, yang juga berkampanye melawan UU sama, dibunuh.

Beberapa saat setelah berita kematian Bhatti tersebar, Tehreek-e-Taliban Pakistan (TTP) mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut
Klaim itu disampaikan kepada BBC Urdu

BACA JUGA: Demonstran Iraq Abaikan Larangan

Hingga kemarin, polisi masih memburu para pelaku yang langsung kabur begitu melihat satu-satunya menteri nonmuslim di kabinet Pakistan tersebut tergeletak bersimbah darah.

UU Penodaan Agama tidak baru saja diberlakukan di PakistanAkar dari peraturan tersebut adalah hukum kolonial Inggris yang bertujuan melindungi rumah ibadahNamun, pada masa diktator militer di bawah Jenderal Mohammad Zia ul-Haq pada dekade 1980-an, UU tersebut digunakan untuk mengislamkan Pakistan.

Kelompok Liberal Pakistan dan kelompok perlindungan hak asasi manusia yakin, peraturan itu membahayakan kehidupan warga minoritasMayoritas penduduk Pakistan, 96 persen, muslim.

Dengan pemberlakuan UU tersebut, siapa pun yang dituduh berbicara buruk tentang Islam dan Nabi Muhammad dianggap melakukan kejahatanPelakunya bisa dikenai hukuman matiNamun, para aktivis menyatakan, pasal karet dalam UU tersebut kerap disalahgunakan untuk memfitnah pelakunya.

Warga Kristen yang jumlahnya sekitar dua persen dari populasi merupakan kelompok masyarakat yang prihatin dengan pemberlakuan UU ituMenurut mereka, peraturan karet tersebut sama sekali tidak menawarkan perlindungan kepada kelompok minoritas.

Tuduhan penodaan agama kerap terjadi di Pakistan, meski hukuman mati belum pernah dieksekusikan kepada terpidanaKasus terakhir menimpa seorang ibu empat anak, Aasia Bibi, yang juga seorang KristenVonis tersebut dijatuhkan Pengadilan Punjab pada November tahun lalu.

Para pembela Aasia justru sudah bernasib burukGubernur Provinsi Punjab Salman Taseer tewas setelah dia mengusulkan pengampunan kepada petani 45 tahun tersebut kepada presidenBhatti tewas dua bulan berikutnyaSatu lagi, Sherry Rehman, juga disebut-sebut sebagai target berikutnya.

Dalam konstitusi Pakistan, di pasal 2 disebutkan bahwa Islam adalah agama resmi negaraSementara di pasal 31 dinyatakan, adalah tanggung jawab negara untuk mengembangkan kehidupan beragama IslamPada pasal 33 disebutkan, menjadi tugas negara untuk menghilangkan prasangka rasis, sektarian, dan kesukuan.

Aturan kontitusi tersebut diterjemahkan ke dalam beberapa pasal UU Penodaan Agama IslamPasal 295 disebutkan, dilarang merusak tempat ibadah atau objek suci lainKemudian di pasal 295-A, melarang kebencian terhadap agamaB menegaskan pelarangan penodaan AlquranBerikutnya, C, melarang menghina Nabi Muhammad.

Tidak ada lembaga hukum berwenang yang menganulir vonis terhadap seseorang yang divonis bersalah dengan UU Penodaan Agama, kecuali presidenDalam pasal 45 konstitusi disebutkan, presiden mempunyai wewenang untuk mengampuni, menangguhkan hukuman, menghentikan tuntutan, dan memberikan remisi, membatalkan, atau memperingan vonis yang dijatuhkan pengadilan. (cak/c7/dos)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Anti-Kadhafi Bertekad Rebut Tripoli


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler