jpnn.com - BATAM - Terhambatnya roda pembangunan dan perekonomian di kota Batam, Kepulauan Riau tidak terlepas dari banyaknya lahan tidur di daerah yang penuh kawasan industri tersebut.
Bahkan menurut data dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, ada 7.000 hektare lahan tidur yang harus segera dibenahi untuk meningkatkan nilai investasi di Batam.
BACA JUGA: Dari Kamar Hotel, Kisah 11 Pasangan Mesum Berakhir di Sebuah Aula
Menurut Darmin yang juga Ketua Dewan Kawasan (DK) Pelabuhan dan Perdagangan Bebas Batam ini, sistem pengelolaan lahan di Batam masih berantakan sehingga perlu hukum ditegakkan.
"Ada 7.000 lahan tidur dan harus segera dipublikasikan di koran. Sertakan juga nomor Penetapan Lokasi (PL)-nya dengan tujuan untuk memanggil pemiliknya," jelas Darmin saat menerima kunjungan dari pejabat BP Batam di kediaman resminya di Jakarta, Minggu (16/10).
BACA JUGA: Oknum Polisi Ini Sok Keren Melawan Atasan, Ya... Begini Akibatnya…
Setelah proses pemanggilan akan dilakukan verifikasi. Dan dari data yang telah dikumpulkan, BP Batam akan mengetahui siapa saja pemilik lahan tidur yang masih berniat melakukan pembangunan atau tidak. "Kalau tidak ya serahkan kembali ke negara," imbuhnya seperti diberitakan batampos (Jawa Pos Group) hari ini (18/10).
Menyelesaikan persoalan lahan merupakan fokus utama yang harus dikerjakan oleh BP Batam saat ini. "Yang penting dipersiapkan betul segala sesuatunya agar aspek legalnya kuat," jelasnya.
BACA JUGA: Anak Buah Ditangkap karena Pungli, Kapolresta: Saya Dukung Bidpropam
Setelah aspeknya menjadi kuat, BP Batam juga diminta mematangkan aspek sistem pengelolaan lahan agar pengalokasian 2.000 hektare lahan yang tersisa dan belum dialokasikan bisa dilakukan dengan matang.
Darmin kemudian menjelaskan persoalan mengenai lahan ini mengemuka sejak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit dengan hasil yang menyatakan banyak temuan terkait proses pengalokasian lahan yang bermasalah sebelum pimpinan baru BP Batam dilantik pada 5 April.
Selain masalah lahan, BP Batam juga mengajukan kenaikan tarif layanan Badan Layanan Umum (BLU) termasuk kenaikan Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO). Dan sekarang, kenaikan tersebut telah disetujui oleh Menteri Keuangan melalui terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 148 Tahun 2016.
"Dan menurut pasal 33, PMK ini akan berlaku 15 hari setelah diundangkan," jelas Darmin lagi.
Di tempat yang sama, Kepala BP Batam, Hatanto Reksodipoetro mengungkapkan penyesuaian tarif baru ini perlu untuk meningkatkan daya saing Batam di dunia internasional.
Ia menambahkan sudah 20 tahun sejak 1997, tarif UWTO tidak pernah berubah. "UWTO ini merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang akan digunakan untuk membangun infrastruktur dan meningkatan pelayanan," jelasnya.
Hatanto juga menegaskan tarif UWTO yang baru ini merupakan usulan dari pengurus BP Batam yang lama. "Usulan ini berdasarkan audit dari laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2013 yang menyatakan tarif UWTO perlu ditinjau kembali," ungkapnya.
BP Batam menjamin dasar dari penyesuaian tarif ini telah mempertimbangkan sejumlah aspek seperti azas keadilan dan kepatutan, kontinuitas pengembangan Batam, daya beli, dan aspek persaingan yang sehat.
"Kebijakan tarif baru ini juga sangat berpihak kepada masyarakat berpenghasilan rendah. Tarif perpanjangan sewa lahan untuk perumahan sederhana dan Kavling Siap Bangun (KSB) misalnya, justru turun dibandingkan tarif lama,” terangnya.
Karena itu, Hatanto berharap kepada seluruh pemangku kepentingan mulai dari investor, pengusaha, pemerintah daerah dan termasuk masyarakat agar bisa memahami kebijakan penyesuaian tarif baru sewa lahan ini.(leo/ray/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pencalonan Zainal Mus di Pilkada Bangkep Disoal
Redaktur : Tim Redaksi