Mayjen Jonni: Connie Rahakundini Bukan Dosen Unhan

Jumat, 04 Juni 2021 – 12:03 WIB
Connie Rahakundini Bakrie. Foto: Dok Pri

jpnn.com, JAKARTA - Universitas Pertahanan (Unhan) memastikan pengamat militer, Connie Rahakundini Bakrie, tidak menjadi bagian dari institusinya, termasuk menjadi tenaga pengajar.

"Bu Connie bukan dosen analis dari Unhan," kata Wakil Rektor I Bidang Akademik Kemahasiswaan Unhan, Mayjen TNI Jonni Mahroza, saat dihubungi, Kamis (3/6).

BACA JUGA: Rektor Unhan: Bung Karno dan Ulama Menjadi Tonggak Pertahanan Indonesia

Menurutnya, Connie merupakan dosen dari Universitas Indonesia (UI). "Ini ngaku-ngaku saja," jelasnya. "(Connie) bukan orang Unhan, beliau dosen UI."

Nama Connie belakangan menuai sorotan publik setelah dirinya mengekspose tentang rencana pemerintah melalui Kementerian Pertahanan (Kemenhan) membeli alat utama sistem senjata (alutsista) senilai Rp 1.760 triliun hingga 2024.

BACA JUGA: Tingkatkan SDM Kesehatan, TNI AL Bekerja Sama dengan Unhan dan Unissula

Meski demikian, rencana yang tertuang dalam Rancangan Peraturan Presiden (Ranperpres) tentang Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) Kementerian Pertahanan (Kemenham) dan TNI 2020-2024 itu mendapatkan dukungan. Ketua DPR Puan Maharani, salah satunya.

"DPR RI mendukung dan mendorong kebutuhan alutsista untuk Republik Indonesia harus sesuai karakteristik kewilayahan dan potensi ancaman yang dihadapi," ucap Puan, beberapa waktu lalu.

BACA JUGA: Orasi Ilmiah Rektor Unhan Memperkuat Landasan Intelektual Indonesia Poros Maritim Dunia

Dukungan serupa disampaikan Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi), Rizal Darmaputra, dalam kesempatan terpisah. Alasannya, modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) wajib dilakukan negara mana pun sekalipun tengah pandemi Covid-19 karena berkaitan erat dengan kemampuan menjaga kedaulatan.

"Yang namanya ancaman terhadap kedaulatan bangsa, ancamannya, kan, enggak bisa menunggu sampai Covid-19 selesai dan (modernisasi alutsista) itu juga tidak bisa terputus. Jadi, artinya satu program dalam modernisasi alutsista harus tetap dilakukan, tetap dipenuhi karena suatu kesinambungan," tuturnya.

Di sisi lain, Rizal berpandangan, langkah Kemenhan menyusun rancangan strategis percepatan peremajaan alutsista menjadi terobosan yang tidak pernah bisa dilakukan serta membuat adanya kepastian investasi pertahanan selama 25 tahun.

"Saya melihat bahwa ada dua alasan yang ingin dicapai oleh pemerintah (melalui rancangan strategis percepatan peremajaan alutsista). Pertama, menjamin konsistensi pemenuhan alpalhankam (alat peralatan pertahanan dan keamanan) TNI. Kedua, meningkatkan kesiapan alpalhankam TNI secara siginifikan dalam waktu sesingkat-singkatnya," paparnya.

Soal percepatan pengadaan alutsista menjadi 2020-2024, baginya, kebijakan itu ideal. Dicontohkannya dengan perusahaan yang memiliki sebidang tanah dengan isi tambak, kebun, dan sawah, yang berinvestasi untuk membangun pagar dan membeli alat untuk menjaga lahannya sekaligus.

"Agar tidak diklaim orang, lalu perusahaan itu membayar investasinya dengan mencicil dari anggaran yang dia punya," ucapnya. Apalagi, investasi secara langsung pada 2021-2024 akan meningkatkan posisi tawar Indonesia agar mendapatkan alutsista dengan harga lebih terjangkau. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler