jpnn.com, JAKARTA - Aksi Rara Isti Wulandari alias Mbak Rara selama MotoGP Indonesia 2022 di Sirkuit Mandalika, Lombok Tengah, NTB akhir pekan kemarin menyedot perhatian.
Ada yang memuji, tetapi nada cibiran pun menghampiri.
BACA JUGA: Heboh Pawang Hujan di MotoGP Mandalika, Mbah Mijan Berkomentar Begini
Mbak Rara si pawang hujan hadir di tengah fokus dunia terhadap MotoGP Indonesia, seri kedua MotoGP 2022.
Perempuan dari Bali berdarah Jawa kelahiran Papua itu melakukan ritual memindahkan hujan dari langit Mandalika.
BACA JUGA: Mbak Rara Pawang Hujan MotoGP Indonesia Dapat 3 Peringatan Keras dari Orang Sakti
Paranormal Mbah Mijan angkat bicara. Dia happy.
Menurutnya, usaha memindahkan hujan ritual yang sudah ada dari zaman dahulu dan turun- temurun.
BACA JUGA: Berapa Penghasilan Mbak Rara? Pawang Hujan Wajib Laporkan SPT Tahunan
"Mbah justru senang, ajang kelas dunia masih melibatkan kearifan lokal sebagai ciri khas Indonesia," kata Mbah Mijan pada Selasa (22/3) malam.
Ahli metafisika dari Kebumen itu menilai aksi pawang hujan pada MotoGP Indonesia tergolong sukses.
“Aksi Rara sukses menyedot perhatian dunia," bebernya.
Mbah Mijan pun menyarankan ritual semacam itu bisa dilibatkan kembali di acara skala internasional lainnya.
Paranormal 37 tahun itu mengingatkan kegiatan seperti pawang hujan harus dikemas rapi agar lebih menarik di mata penonton.
"Mbah menyarankan, jika ada acara lagi sekelas MotoGP dan ingin melibatkan ritual semacam itu, sebaiknya dikemas rapi, agar jadi daya tarik tersendiri," tutur Mbah Mijan.
Sementara itu, pegiat ilmu kebatinan asal Bali, Jro Paksi Penyumbu Ring Perepan Sari punya pandangan berbeda tentang aksi Mbak Rara.
"Saya Jro Paksi Penyumbu Ring Pererepan Sari sangat geli dan ingin ketawa," ujar Jro Paksi saat dimintai tanggapan atas aksi viral Mbak Rara.
Jro Paksi menyinggung kode etik pawang hujan yang sejatinya untuk upacara keagamaan atau persembahan.
"Semua yang berpacu di Sirkuit Mandalika adalah Kuda Besi, logikanya tidak perlu ada pawang hujan. Mereka (pelaku MotoGP) sudah tahu ban motor yang harus dipakai saat hujan atau panas," tuturnya.
Jro Paksi mengatakan sebagai salah satu pawang hujan di Denpasar, dirinya memegang kode etik untuk tidak menjadikan sebuah ajang mendapat bayaran.
Menurutnya keahlian mengendalikan hujan dan panas bukan untuk ajang pamer bahwa di Indonesia banyak ‘orang sakti’.
"Saya tidak tahu saya sakti atau tidak, tetapi teknologi kekinian jadi faktor utama dalam sebuah kegiatan atau tujuan," kata Jro Paksi. (mcr7/gie/jpnn)
Redaktur : Adek
Reporter : Firda Junita