Mbak Rerie: Pemerintah dan Masyarakat Sering Beda Frekuensi

Kamis, 26 November 2020 – 18:17 WIB
Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat atau Mbak Rerie. Foto: Humas MPR RI.

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan kolaborasi yang baik antara pemerintah, akademisi dan sektor swasta dinilai akan mampu mengatasi masalah yang dihadapi dalam proses pembangunan saat ini dan masa datang.

Namun, kenyataannya antara pemerintah dengan masyarakat justru tidak memiliki frekuensi yang sama.

BACA JUGA: Jateng Akan Dapat Jatah 21 Ribu Lebih Vaksin Covid-19 dari Pemerintah Pusat

"Seringkali pemerintah dan masyarakat tidak berada dalam saluran dan frekuensi yang sama dalam berkomunikasi. Sehingga upaya yang dilakukan pemerintah dimaknai berbeda oleh masyarakat," kata Lestari.

Hal itu disampaikannya saat menjadi narasumber secara daring pada workshop kepemimpinan di Lemhanas RI bertema Tantangan Kompleks Bangsa menuju Indonesia Emas 2045, Kamis (26/11).

BACA JUGA: Menurut Bang Ruhut, Bu Susi Cuma Koar-koar

Karena itu, jelas Mbak Rerie -panggilan Lestari, perlu strategi komunikasi yang tepat antara pemerintah dan masyarakat, dengan didasari data yang akurat dalam pengambilan keputusan untuk mengatasi masalah yang ada.

Menurut Rerie, seringkali dalam pengambilan keputusan untuk mengatasi masalah, para pemangku kepentingan hanya berdasarkan pengalaman masa lalunya saja. Padahal masalah yang sama belum tentu memiliki latar belakang penyebab yang sama pula di satu daerah.

BACA JUGA: Belanja Barang Mewah dengan Uang Korupsi, Istri Edhy Prabowo Dilepas KPK

Karena itu, Legislator Partai NasDem ini mendorong adanya pola kajian secara khusus untuk memahami penyebab masalah di satu daerah, agar tidak menghasilkan kesimpulan yang salah.

Selain itu, adanya gap pengetahuan antara masyarakat dan pemerintah juga bisa menjadi kendala dalam menjalankan sejumlah program dalam pembangunan.

"Sudut pandang yang berbeda seringkali menghasilkan kesimpulan yang berbeda pula," ujar Mbak Rerie.

Kemampuan melihat perbedaan sudut pandang menurut  Rerie, akan membantu penemuan bentuk penyelesaian masalah sesuai dengan yang dibutuhkan masyarakat.

Metode manajemen perubahan Teori U karya Otto Scharmer, yang intinya adalah upaya untuk Observe, Retreat – Reflect serta Act dalam mengkaji masalah, menurut Rerie, merupakan tools yang sangat powerfull untuk diimplementasikan dalam sejumlah proses pembangunan.

Penerapan metode manajemen Teori U, tambahnya, memerlukan keinginan, hati dan pikiran terbuka setiap anak bangsa dalam menjalankannya.

Tantangannya sekarang adalah bagaimana teori tersebut bisa menjadi bagian yang tidak terpisahkan untuk mewujudkan tujuan Indonesia Emas 2045.

Dengan demikian, bangsa Indonesia mampu bersaing dengan bangsa lain dan dapat menyelesaikan masalah mendasar di Tanah Air, seperti isu korupsi dan kemiskinan.(*/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler