MDHW Satukan Kiai dan Habib dalam Ngaji Kitab Kuning Bulanan

Jumat, 12 Oktober 2018 – 13:53 WIB
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar MDHW Hery Haryanto Azumi (kanan). Foto: MDHW

jpnn.com, JAKARTA - Majelis Dzikir Hubbul Wathon (MDHW) bekerja sama dengan Nahdlatul Ulama (NU) dan Majelis Al Muwasholah akan menggelar Ngaji Kitab Bahjatul Mahafil (karya Imam Yahya Al 'Amiri) dan Adabul 'Alim Wal Muta'allim (karya KH Hasyim Asy'ari) bersama Habib Umar bin Hafidz.

Kali ini acara bulanan tersebut akan dihelat di Aryaduta, Jakarta, Sabtu (13/10).

BACA JUGA: Kiai Kampung Jabar Antusias Sambut Kedatangan KH Maruf Amin

Acara kali ini lebih istimewa karena dihadiri Habib Umar bin Hafidz yang biasanya menyapa melalui teleconference dan juga diisi dengan dialog peradaban lintas agama.

Sekretaris Jenderal Pengurus Besar MDHW Hery Haryanto Azumi menuturkan, budaya ngaji kitab kuning perlu terus digelorakan di dalam dan luar pesantren.

BACA JUGA: Sekjen MDHW: Apa Pun Alasannya, Penjarahan Tidak Dibenarkan

“Ngaji kitab kuning biasanya hanya digelar di pesantren. Kami menginisiasi ngaji kitab kuning di luar pesantren. Seperti yang kami gelar bersama Habib Umar bin Hafidz di Aryaduta Jakarta,” kata Hery, Jumat (12/10).

Menurut Hery, mengaji kitab kuning memiliki dua arti penting. Pertama, kitab kuning merupakan kitab warisan dari para ulama terdahulu.

BACA JUGA: Kiai Kampung Jawa Barat Kompak Dukung Jokowi - Maruf Amin

Dia menjelaskan, tidak mudah bagi seseorang membaca kitab itu. Untuk bisa membaca kitab kuning, santri harus memahami dan menguasai alat penunjangnya terlebih dahulu.

Kedua, kitab kuning memiliki kelebihan, manfaat, dan juga keistimewaan. Dengan memahami kitab kuning, santri akan mengetahui hal tersirat dan tersurat di dalam Alquran serta hadis.

“Kitab kuning merupakan kitab yang dikarang oleh para ulama dari hasil ijtihad untuk mencari suatu hukum yang tidak dijelaskan dalam Alquran dan hadis. Kitab kuning warisan para ulama terdahulu kita,” terang Hery.

Hery menambahkan, mengaji kitab kuning bersama Habib Umar bin Hafidz kali memiliki dua pesan.

Pesan pertama adalah persatuan umat. Sebab, acara tersebut akan dihadiri oleh peserta dari lintas agama.

“Harapannya tentu untuk memperkukuh persatuan umat. Hal ini penting mengingat tahun ini adalah tahun politik. Jangan sampai tahun politik memecah belah bangsa,” kata Hery.

Pesan kedua adalah untuk menyongsong Hari Santri Nasional (HSN) pada 22 Oktober 2018 mendatang.

Bagi santri, kata Hery, kitab kuning menjadi media utama serta rujukan dalam membahas dan menyelesaikan suatu permasalahan.

“Di pesantren, semua cabang ilmu rujukan utamanya adalah kitab kuning. Kitab kuning adalah roh dari pendidikan pesantren,” tutur Hery.

Selain itu, kata Hery, mengaji kitab kuning bulanan juga dapat mempererat tali silaturahmi para kiai dan habib.

"Kiai dan habaib harus bersatu karena merekalah pilar Islam yang ada di Indonesia," kata Hery.

Hery menuturkan, Islam Nusantara bukanlah Islam yang anti-Arab, anti-Tiongkok, dan anti-anti yang lain.

"Islam Nusantara belajar dari sejarah dan dari mana saja dan kemudian sari patinya menjadi nilai-nilai yang dibumikan untuk kebaikan semuanya," ungkap Hery.

Hery juga mengajak semua elemen untuk menyongsong kebangkitan Islam rahmatan lil aalamin.

"Dari Indonesia kita bantu dunia untuk menyelesaikan ketegangan-ketegangan yang saat ini terjadi di mana-mana," tutur Hery. (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Empati dari Sekjen MDHW untuk Korban Gempa Donggala


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler