Live Talkshow Media Internasional dan Menteri Siti di COP24

Rabu, 05 Desember 2018 – 17:15 WIB
Menteri LHK Siti Nurbaya saat Live Talkshow dalam program “Al Gora and The Climate Reality” yang ditayangkan di Amerika. Foto: Humas KLHK

jpnn.com, POLANDIA - Berbagai upaya pengendalian perubahan iklim yang telah dilakukan Indonesia, ternyata mendapat perhatian dunia internasional.

Hal ini terbukti dengan kehadiran Menteri Lingkungan Hidup  dan Kehutanan Republik Indonesia, Siti Nurbaya, pada COP 24 UNFCCC di Katowice, Polandia yang mengundang ketertarikan berbagai media Internasional untuk menggali informasi tersebut lebih dalam.

BACA JUGA: KLHK Canangkan Target Pembangunan 2019

Secara khusus, 24 Hours of Reality yang berkantor pusat di Los Angeles mengundang Menteri Siti Nurbaya untuk Live Talkshow dalam program “Al Gora and The Climate Reality” yang ditayangkan di Amerika, Selasa pagi waktu setempat (4/12). 

Dalam sesi program Live jarak jauh via satelit tersebut, Menteri Siti Nurbaya dari Studio TVN Katowice Polandia, diminta memaparkan upaya-upaya yang telah dilakukan Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim.

BACA JUGA: Indonesia Komitmen Dalam Mengatasi Dampak Perubahan Iklim

Dikatakan Menteri Siti bahwa Indonesia telah menyatakan komitmen berkontribusi menurunkan emisi Gas Rumah Kaca pada tahun 2030 sebesar 29% dengan upaya sendiri dan sampai dengan 41% melalui kerjasama internasional.

Pengurangan emisi tersebut dilakukan melalui lima sektor utama, yaitu: sektor hutan dan lahan (17,20%), energi (11%), limbah (0,38%), industrial process and product used/IPPU (0.10%) dan pertanian (0,32%). 

BACA JUGA: Paviliun Indonesia Pada COP 24 UNFCCC Resmi Dibuka    

“Pengurangan yang paling signifikan akan dicapai dalam sektor kehutanan, dengan pengurangannya menyumbang lebih setengah dari target, yaitu 17,2% dari target 29%, dan 23% dari pengurangan emisi 41%," jelas Menteri Siti.

Dalam sektor kehutanan, Menteri Siti menjelaskan yang utama dilakukan Indonesia adalah perbaikan tata kelola hutan; pengelolaan lahan gambut; dan pengelolaan mangrove.

Presiden Jokowi telah menggeser paradigma pengelolaan hutan, dari orientasi kayu ke pengelolaan lanskap hutan.

Selain itu, langkah-langkah korektif juga dilakukan melalui penyediaan akses terhadap hutan yang lebih besar untuk masyarakat, percepatan perhutanan sosial, konfigurasi bisnis baru para petani kecil dan perusahaan, hutan adat, resolusi konflik kepemilikan, dan penegakan hukum.

Sementara dalam tata kelola gambut, komitmen Indonesia yang kuat dalam peningkatan pengelolaan lahan gambut dapat dilihat dari kebijakan penangguhan penerbitan izin baru Pemanfaatan Hutan Primer dan Lahan Gambut, yang dikenal sebagai moratorium, sejak 2011 lalu. 

“Moratorium ini adalah bagian dari upaya bersama kami yang telah berhasil mengurangi laju deforestasi dalam 3,5 tahun terakhir menjadi sekitar 0,45 juta ha per tahun, dibandingkan dengan laju deforestasi rata-rata tahun 1990 - 2012 yang mencapai 0,92 juta ha. Ini telah mengurangi sejumlah besar emisi karbon yang biasanya dipancarkan oleh sektor kehutanan”, tegas Siti Nurbaya.

Belajar dari kejadian kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2015, dimana areal yang terbakar mencapai luas 2,6 juta ha, dan 800 ribu.

Di antaranya adalah lahan gambut, Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Lahan Gambut dan mendirikan Badan Restorasi Gambut untuk mempercepat kerja operasional kebijakan lahan gambut. 

“Lahan gambut dapat mengeluarkan CO2 pada tingkat 30 hingga 32 kali dibandingkan dengan ekosistem lahan mineral. Dengan demikian, menangguhkan izin pemanfaatan lahan gambut akan berpotensi mampu mencegah sejumlah besar emisi karbon”, kata Menteri Siti Nurbaya.

Terkait pengelolaan mangrove yang lebih baik, Indonesia sudah mengembangkan Kebijakan Satu Peta untuk Distribusi Mangrove, dan telah dipetakan lebih dari 3,3 juta ha hingga sekarang.

Selain itu, pemerintah Indonesia juga telah mengembangkan perhutanan sosial untuk mangrove sehingga masyarakat yang tinggal di daerah pesisir mendapat manfaat langsung dari budidaya komoditas mangrove seperti madu mangrove, madu trigona, mangrove dan sirup nypa, tepung nypa, kopi gambut, dan kopra. 

“Masyarakat tidak hanya mendapat manfaat ekonomi dari kegiatan ini, tetapi juga mendukung kelestarian lingkungan”, pungkas Menteri Siti. (adv/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Konferensi Perubahan Iklim ke-24 Katowice Polandia Dimulai


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler