jpnn.com - JAKARTA – Memasuki triwulan ketiga di tahun 2015, perusahaan media Grup Bakrie mengalami kerugian. Selain pendapatan yang berkurang, tekanan PT Visi Media Asia Tbk (VIVA) itu juga datang dari beban keuangan dan rugi kurs. Sehingga, jika ditotal, rugi bersih ada di angka Rp. 546,824 miliar.
Laporan keuangan VIVA yang berakhir September 2015 mencatat pendapatan usaha Rp 1,543 triliun atau turun 11,9 persen dibandingkan Rp 1,752 triliun pada periode sama 2014. Sementara itu, beban usaha, baik program dan penyiaran maupun umum dan administrasi, hanya berkurang 3,8 persen menjadi total Rp 1,168 triliun dari Rp 1,215 triliun.
BACA JUGA: Jokowi Janji Bangun Tujuh Waduk di NTT
Beban lain juga membengkak, terutama rugi bersih dari entitas asosiasi sebesar Rp 33,862 miliar. Lalu, rugi bersih selisih kurs Rp 279,655 miliar dibandingkan periode sama tahun lalu justru laba Rp 16,568 miliar. Selain itu, ada bunga dan beban keuangan Rp 433,234 miliar serta beban bersih lain-lain Rp 794,253 miliar.
Akhirnya, induk usaha TVOne dan AnTV itu menderita rugi bersih Rp 546,824 miliar pada kuartal ketiga 2015 dibandingkan laba bersih Rp 118,291 miliar pada periode sama 2014. Rugi bersih per saham Rp 33,213 dibandingkan laba bersih Rp 7,185.
BACA JUGA: Akhirnya, Pengembangan Bandara Wamena Rampung
Sementara itu, PT Intermedia Capital Tbk (MDIA) yang membawahkan langsung AnTV mencatat kenaikan pendapatan usaha 3,6 persen menjadi Rp 1,012 triliun dibandingkan Rp 976,547 miliar pada kuartal ketiga 2014. Rata-rata beban perseroan menurun dibandingkan tahun sebelumnya meski mengalami rugi selisih kurs Rp 3,279 triliun.
Alhasil, laba MDIA turun 26,12 persen menjadi Rp 185,9 miliar dibandingkan Rp 251,637 miliar pada periode sama tahun lalu. Laba per saham dasar turun menjadi Rp 47,405 dibandingkan Rp 66,668.
BACA JUGA: Direksi Bank Mandiri Sewenang-wenang Pecat Karyawan
Head of Research First Asia Capital David Suyanto menyatakan, secara umum memang industri media TV mengalami penurunan performa. Namun, jika sampai merugi, perlu diperhatikan faktornya. ''Jika hanya karena rugi selisih kurs, berarti ada miss-match, kesalahan dalam kelola cash flow,'' ujarnya kemarin.
Namun, faktanya VIVA juga memiliki beban bunga dan keuangan yang cukup tinggi. David menilai, hal tersebut perlu mendapat perhatian serius dari manajemen karena sudah riil, bukan sekadar pencatatan seperti rugi selisih kurs. ''Bagaimana langkah manajemen mengatasi ini? Itu yang perlu dijawab,'' katanya. (gen/c17/oki/pda)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wika Garap Infrastruktur Daerah Perbatasan Entikong - Malaysia
Redaktur : Tim Redaksi