Media Televisi Paling Sering Lakukan Pelanggaran Hak Anak

Kamis, 12 April 2018 – 16:48 WIB
Anak menonton televisi. Foto: Yahoo

jpnn.com, JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan banyak pelanggaran hak anak dalam pemberitaan di media massa.

Hal ini disampaikan Komisioner KPAI Retno Listyarti dalam diskusi 'Peliputan dan Pemberitaan Media Tentang Anak' di Dewan Pers, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (12/4).

BACA JUGA: KPAI Keluhkan Banyaknya Pemberitaan yang Melanggar Hak Anak

Menurut Retno, pelanggaran paling banyak dilakukan media televisi.

“Terkait dengan pemberitaan pada anak sudah ada ketentuan. Sering kami lihat pelanggaran ada di media televisi," ujar dia.

BACA JUGA: KPAI Minta Kemendikbud Perketat Program Magang

Untuk itu dia meminta media massa menaati aturan terkait pemberitaan anak korban kekerasan.

Pasalnya, KPAI enggan pemberitaan itu memberikan dampak negatif pada anak.

BACA JUGA: 8 Daerah dengan Kasus Kekerasan Pendidikan Tertinggi

Retno kemudian menuturkan, ketentuan pemberitaan pada anak terdapat dalam Pasal 19 UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Dalam UU itu mengatakan soal identitas anak dan saksi yang harus dirahasiakan.

"Dalam pemberitaan anak ada yang harus dirahasiakan, yaitu identitas anak, anak atau saksi. Identitas itu meliputi nama, alamat, wajah dan hal lainnya,” terang dia.

Kalau hal itu dilanggar maka ada sanksi yang dapat diberikan yakni berupa pidana dan juga denda.

"Sanksinya bagi yang melanggar terdapat di Pasal 97 yaitu pidana penjara lima tahun dan denda Rp 500 juta," ujarnya.

Retno mencontohkan kasus yang memiliki dampak dari pemberitaan yang tidak menutupi identitas korban.

Kasus tersebut yakni pemberitaan pemerkosaan yang membuat korban menjadi terusir dari kampungnya.

"Anak korban dan keluarga itu merasa malu terutama kekerasan seksual. Ini akan mendapatkan ancaman dari pihak pelaku," kata Retno

Menurutnya, pemberitaan akan dapat mengakibatkan dampak negatif seumur hidup terhadap anak ketika identitas diri disebarluaskan dalam berita. Sebab, saat ini pemberitaan bisa diakses kapan dan di mana saja.

"Stigma seumur hidupnya mengingat pemberitaan itu dapat diakses seumur hidup dan orang akan terus ingat,” imbuh Retno. (mg1/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Laporan KPAI, Kasus Pelecehan Terbanyak


Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler