JAKARTA - Keputusan pemerintah untuk menutup pengajuan jatah Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2011, baik di level pusat maupun daerah berpotensi memicu masalah baruSebab, tidak diiringi dengan penataan regulasi dan penataan formasi kebutuhan antar instansi atau antar daerah.
’’Saya khawatir wacana moratorium ini hanya akan melahirkan persoalan baru yang meresahkan kalangan birokrasi dan mengganggu pelayanan publik,’’ kata anggota Komisi II DPR Arif Wibowo di Jakarta, Minggu (17/7).
Menurut dia, sejak 2005 tidak ada hasil signifikan dalam menekan laju pertumbuhan jumlah pegawai
BACA JUGA: PBB Buka Sinyal Gabung Partai Besar
Dalam pengadaan PNS, lanjut Arif, pemerintah tidak memiliki perencanaan yang matang dengan rasio sesuai kebutuhanDia menegaskan pertumbuhan pegawai yang tidak terkontrol merupakan ’buah’ dari praktik pengelolaan kepegawaian yang berorientasi kepentingan politik kekuasaan dan mengabdi pada status quo
BACA JUGA: DPR: Ada Oknum Pejabat Ikut Bermainââ¬Â¨
’’Jadi, tidak konsisten dengan reformasi birokrasi yang acap digembar-gemborkan pemerintah selama ini,’’ kritik politisi PDIP itu.Arif lantas membandingkan pemerintahan SBY dengan pemerintahan Megawati
Berdasarkan data Badan Kepegawaian Nasional (Februari 2011) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Mei 2011), lanjut dia, pertumbuhan tertinggi terjadi pada 2007 sebesar 9,18 persen dan tahun 2009 sebesar 10,8 persen
BACA JUGA: DPD Rampungkan Naskah RUU Desa
’’Sedangkan, pada periode 2003–2004 (era Presiden Megawati, Red), pertumbuhan pegawai dapat ditekan menjadi minus 1,66 persen,’’ kata ArifSaat itu, ungkap dia, jumlah pegawai berkurang dari 3.648.005 pada 2003 menjadi 3.587.337 di tahun 2004’’Kalau pemerintah ini mau serius melakukan penataan pegawai belajarlah pada pemerintah tahun 2003-2004 itu,’’ ujarnya.
Arif menyampaikan serangkaian kebijakan kepegawaian yang diambil pemerintahan Megawati cukup efektifsebab, semua berangkat dari kerisauan pemerintah bahwa birokrasi pemerintahan seperti ’keranjang sampah’.
’’Birokrat hanya melakukan apa yang menyenangkan bagi atasan dan sekaligus menyenangkan dirinya sendiri,’’ tegasnyaDari sana, imbuh Arif, muncul kesadaran dan keberanian untuk mengurangi rekrutment pegawai baru’’Megawati berani tidak populer dan efeknya sampai ke Pemilu 2004,’’ kata Arif.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Hanura RI Akbar Faizal menilai, meski terlambat, pilihan untuk melakukan moratorium PNS adalah pilihan tepatPNS saat ini seakan menjadi industri bagi kepala daerahMaksud pernyataannya, tidak jarang muncul pungutan-pungutan liar saat rekrutmen PNS berlangsung’’Jangan lagi PNS ini menjadi alat kepala daerah,’’ kata Akbar.
Akbar menyatakan, dengan APBN sebesar 1.240 triliun, hampir 70 persen beban anggaran digunakan untuk belanja pegawaiNamun, apakah sisanya untuk pengembangan infrastruktur? Ternyata tidak, ada sejumlah APBN yang pengunaannya masih lepas dari kontrol DPR’’70 persen untuk belanja rutin, lantas berapa untuk rakyat langsung,’’ sorotnya.
Jumlah PNS, kata Akbar, sudah terlalu banyakBeberapa daerah juga sudah terbebani APBD nya karena belanja pegawainya melebihi belanja modalAkbar menilai perekrutan besar-besaran ini disebabkan pemda selalu merasa kekurangan jumlah SDM’’Karena pengangkatannya tidak berdasar kompetensi pegawai,’’ nilai Arif.
Saat moratorium nanti, bagaimana dengan daerah yang masih kekurangan pegawai? Akbar menyatakan, persoalan itu bisa diselesaikan melalui distribusi pegawai’’Mungkin kan sekarang banyak yang tidak mau diangkat (lalu dipindah) di Papua,’’ ujarnya memberi contoh(pri/bay)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pembahasan PT Bakal Alot
Redaktur : Tim Redaksi