jpnn.com - JAKARTA - Program Kementerian Pertanian tak hanya berhasil meningkatkan produksi, tetapi juga meningkatkan nilai ekspor.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman terus membangun perubahan yang membanggakan, mendorong pertumbuhan ekspor khususnya hasil perkebunan.
BACA JUGA: Digitalisasi dan Mekanisasi jadi Masa Depan Perkebunan Nusantara
Mentan Amran juga meluncurkan program pemberian bibit unggul sebesar 500 juta batang dalam kurun lima tahun ke depan.
Bibit Bun-500 itu diyakini akan menumbuhkan nilai ekspor di sektor pertanian dari komoditas perkebunan. Harapannya, selain untuk penumbuhan ekspor yang tinggi, juga agar berdampak terhada pendapatan petani.
BACA JUGA: Produktivitas Pertanian Berlimpah dengan Benih Berkualitas
"Pendapatan petani dengan adanya Bun 500 bisa meningkat Rp 1.000 triliun per tahun," kata Mentan.
Untuk mencapai pertumbuhan ekspor perkebunan yang lebih ekspansif, Kementan melakukan identifikasi terhadap sejumlah komoditas ekspor perkebunan yang diminati pasar global. Adapun bibit unggul pilihan yang diprioritaskan antara lain kopi, lada, cengkeh, pala, kakao, karet, kelapa dalam, tebu, teh, dan jambu mete.
BACA JUGA: Pendapatan Petani Meningkat 95% Lewat Program PHLN BPPSDMP
Menurut Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Dedi Nursyamsi, komoditas perkebunan merupakan komoditas yang mengharumkan nama bangsa karena merupakan komoditas ekspor.
“Komoditas perkebunan harus memenuhi skala ekonomi, luasan tanah perkebunan. Harus bersaing dengan negara tetangga,” kata Dedi.
Dia mengatakan bahwa pembangunan pertanian di mulai dari benih dan bibit yang unggul dan juga bibit berkualitas.
Pada acara Ngobrol Asyik (Ngobras) Volume 24, Selasa (6/8) yang bertemakan Pengolahan Hasil Perkebunan Untuk Peningkatan Nilai Tambah, dengan narasumber dari Direktorat PPH Perkebunan, Ditjen Perkebunan, Nurhidayah Didu, terungkap bahwa perkebunan merupakan subsektor yang berkontribusi tinggi terhadap perekonomian nasional.
Selain sebagai sumber devisa negara, sumber pendapatan petani, penciptaan lapangan kerja dan terbentuknya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi serta mendorong agribisnis dan agroindustri.
“Adapun nilai tambah atau value added pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pascapanen, proses pengolahan, pengangkutan atau penyimpanan dalam suatu produksi," ujar Didu.
Analisis nilai tambah juga dapat digunakan untuk mengitung faktor konversi, yaitu dengan cara membuat perbandingan antara jumlah kebutuhan bahan baku dan jumlah produk yang dihasilkan serta membuat perbandingan antara hasil dengan bahan yang dipakai.
Didu menambahkan bahwa pascapanen perkebunan merupakan tahap penanganan hasil tanaman perkebunan segera setelah pemanenan dan pengolahan hasil perkebunan.
Ini merupakan serangkaian kegiatan tahap lanjutan dari proses pascapanen, mengolah hasil tanaman perkebunan menjadi produk olahan untuk memenuhi standar mutu produk dan mempunyai nilai tambah yang tinggi.
"Beberapa komoditas tanaman perkebunan yang diolah lebih lanjut dan menghasilkan nilai tambah, di antaranya ialah kopi, kakao, kelapa, pala, lada, sagu, teh, lada dan pala. Sementara itu, hasil olahan produk perkebunan, yaitu kopi bubuk, cokelat bubuk, cokelat batang, minyak kelapa, gula semut, tepung dan lain-lain," imbuh Didu. (*/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mufthia Ridwan