jpnn.com, JAKARTA - Saat ini, berbagai pihak dan organisasi selalu mendengungkan inisiatif untuk mewujudkan bumi yang lestari. Pihak-pihak yang berinisiatif ini juga mempunyai kapasitas dalam menjalankan kebijakan ke arah pembangunan yang berkesinambungan.
Atas dasar itu, lahir sebuah lembaga bernama RSPO atau Roundtable on Sustainable Palm Oil, sejak April 2004 lalu.
RSPO mempunyai visi dan misi untuk mewujudkan industri minyak sawit yang mendukung pertumbuhan ekonomi dengan cara melidungi dan melestarikan habitat hidup kemanusian dan segenap isinya untuk kehidupan satwa dan fauna.
BACA JUGA: Perusahaan Sawit di Pulau Laut Dilaporkan ke Kementerian LHK
Sekaligus berperan mempertemukan kepentingan semua pihak yang mempunyai tanggung jawab dalam rantai produksi dan distribusi minyak sawit, mulai dari petani sampai penjual eceran.
Salah satu hasil kerja dari RSPO adalah adanya mekanisme Stop Work Order. Yakni mekanisme yang diambil ketika kondisi di lapangan memerlukan penghentian sementara agar kondisi yang bisa menyebabkan degradasi lingkungan atau kehidupan masyarakat lokal tidak terganggu.
BACA JUGA: Penggusuran Lahan Warga di Pulau Laut Harus Disetop
Keanggotaan RSPO meliputi perusahaan, pemerintah, NGO lingkungan hidup, asosiasi, perorangan, bank dan investor, asosiasi dan organisasi.
Global Outreach and Engagement Director RSPO Stefano Savi mengatakan dalam siaran resmi, RSPO percaya bahwa konsumen di hilir memainkan peran sangat penting dalam mendorong perubahan yang lebih besar terhadap pemanfaatan kelapa sawit berkelanjutan.
BACA JUGA: Semoga Kapolri Peduli Kasus Penggusuran Lahan Pesantren
"Kami berharap studi ini dapat membantu para pemangku kepentingan terkait untuk menciptakan pendekatan komunikasi terbaik dengan konsumen dalam rangka meningkatkan kesadaran dan keterlibatan mereka dalam mendukung produk kelapa sawit berkelanjutan,” kata dia.
Prinsip dan kriteria diadopsi oleh RSPO sejak pertama kali diimplementasikan pada tahun 2005, kemudian disempurnakan setiap lima tahun dengan kajian di antara para stakeholder (pemangku kepentingan) dan konsultasi publik.
Tentunya ini merupakan upaya untuk menjadikan minyak sawit berkelanjutan menjadi kebiasaan.
Secara kualitas, hal ini mengacu pada Sistem Manajemen Mutu yang memenuhi ketentuan ISO 9001. Sekretariat RSPO mengembangkan dan melaksanakan proses yang diperlukan.
RSPO mempunyai peran strategis untuk supervisi tahapan yang dilakukan mulai dari pembukaan lahan hutan tidak mengurangi daya dukung alam (konservasi) dan kehidupan masyarakat lokal yang membaik.
Berdasarkan informasi di website resmi, RSPO memiliki 2 mekanisme aduan yaitu Prosedur Komplain dan Banding (Complaints and Appeal Procedure/CAP) dan Fasilitas Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Facility/DSF), untuk mendapatkan solusi dari kegiatan di lahan perkebunan kelapa sawit anggota-anggotanya, yang diduga menimbulkan dampak negatif. RSPO akan bekerja untuk memastikan keadaan sebenarnya di lapangan apakah terdapat pelanggaran atau tidak.
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan bahwa saat ini luas areal kebun sawit Indonesia sekitar 14 juta ha dengan komposisi perkebunan swasta seluas 52%, perkebunan pemerintah seluas 7%, dan perkebunan rakyat seluas 41%.
Proporsi tersebut menjadikan komoditas kelapa sawit memiliki nilai strategis untuk mendukung rencana pembangunan pemerintah dalam meningkatkan taraf hidup petani kecil sekaligus meningkatkan daya saing komoditas perkebunan Indonesia.
RSPO dan pemerintah dengan mekanisme penyelesaian isu-isu yang terkait eksistensi masyarakat adat setempat dan keanekaragaman hayati perlu meningkatkan partisipasi semua pihak terkait dengan membantu mereka mendapatkan akses pembiayaan dan bantuan dalam memenuhi aspek legalitas, sehingga hak dan kewajiban mereka diakui dan terlindungi untuk memudahkan proses dalam aspek pembangunan kemasyarakatan dan konservasi biosfir yang rentan. (jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Lahan Terancam Perusahaan Sawit, Warga Desa Lapor Komnas HAM
Redaktur & Reporter : Rasyid Ridha