Melihat dari Dekat Kehidupan Warga Penjaringan

Buang Hajat di Selokan Rumah, Masak ‎di Depan Pintu

Minggu, 31 Januari 2016 – 06:25 WIB
Sarmi (80) warga Penjaringan, Jakarta Utara menunjuk septik tank yang ada di dalam rumahnya. FOTO: Mesya Moehamad/JPNN.com

jpnn.com - Tidak pernah terbayangkan di kota sebesar Jakarta, masih banyak warga asli (Betawi, red) yang ‎hidup di bawah garis kemiskinan. Saking miskinnya, mereka rela tidur di atas septik tank. Andai punya kampung halaman, mereka pasti pilih pulkam (pulang kampung, red) ketimbang hidup dempetan di rumah yang tidak layak huni‎. 

Mesya Moehamad – Jawa Post National Network

BACA JUGA: Eks Gafatar: Buat Apa Diungkit, Membuka Luka Lama Saja

RUMAH-rumah di kawasan Penjaringan, Jakarta Utara hampir rata-rata berukuran kecil. Kalaupun ada yang besar, bisa dihitung dengan jari. Wajar kalau Lurah Penjaringan Suranta mengatakan, wilayah yang dipimpinnya 75 persennya kumuh, dengan klasifikasi kumuh ringan, sedang, dan berat.

Untuk masuk ke wilayah penjaringan, mobil ukuran kecil pun tidak bisa lewat. Kawasan ini dijejeri gang-gang sempit yang becek. Rumah-rumah warga yang padat (sekitar 300 ribu orang) dan sempit bikin dada sesak. Terlebih di setiap gang ada saluran air yang baunya bikin mual saja. Sudah airnya berwarna hit‎am pekat, mampet pula.

BACA JUGA: Jangan Sebut Bom Pos Polisi, Jangan Bom Thamrin, Pak Menteri pun Pusing

Namun aroma tidak sedap itu tidak dihiraukan warga. Mungkin mereka sudah terbiasa dengan kehidupan seperti itu. Bangun tidur, begitu buka pintu langsung dihadapkan dengan tembok rumah tetangga dan selokan mampet berbau khas.

‎Rumah warga Penjaringan rata-rata berukuran 2x3 m, 3x3 m, dan 3x4 meter. Bisa kebayang, bagaimana tidak nyamannya hidup di rumah yang sempit. Jangankan untuk memasukkan lemari baju ukuran dua pintu, orang yang badannya agak gemuk saja susah masuk ke dalam rumah.

BACA JUGA: Ulas Jejak Hayat Hingga Idiologi Pendiri HMI

Di masing-masing pintu rumah, berjejer ko‎tak-kotak dari triplek yang ternyata untuk memasak. Yang memasak tidak hanya perempuan, laki-lakinya juga masak. Umumnya laki-laki yang memasak pagi-pagi adalah para suami yang istrinya bekerja. Entah sebagai buruh cuci atau juga pengasuh anak.

Tepat depan pintu rumah juga ada selokan kecil tertutup. Selokan ini berbeda dengan selokan terbuka yang ukuran lebarnya sekitar 50 cm. Penasaran JPNN pun bertanya kepada ‎Salima, salah satu warga Penjaringan, fungsi dari selokan kecil tertutup itu.

“Oh, selokan kecil ini buat buang hajat kecil dan besar. Kalau mau buang hajat, selokan ini dibuka. Kan ada tutupnya nih,” ujarnya sambil menunjukkan tutup selokan yang ada pengaitnya.

Salima tinggal bersama tiga saudaranya di rumah berukuran 4x3 m. Kesemuanya sudah berkeluarga, sehingga dalam rumah kecil itu ditinggali 12 orang.

Menurut perempuan bertubuh gemuk ini, ‎hampir 50 tahun dia tinggal di kawasan Penjaringan. Selama itu pula dia dan keluarganya terbiasa buang hajat di selokan kecil.

“Kalau anak-anak langsung e'e' (buang air besar) di got ini, nongkrong terus dicebokin di situ juga. Kalau yang besar, di dalam ada WC-nya, cuma kotorannya tetap dialirkan ke selokan kecil ini,” katanya sambil tertawa.

Bila ada yang sudah kebelet mau buang air besar, lanjutnya, lari ke WC umum dengan bayaran Rp 1000. Itupun harus antri karena pengguna WC umum sangat banyak.

Demikian juga Sugi. Laki-laki berusia 39 tahun yang hidup dengan ibunya berumur 100 tahun, mengaku sudah puluhan tahun buang hajat di selokan. Hanya saja, Sugi sengaja membuat lubang pembuangan dalam rumahnya yang diarahkan ke selokan. 

Bagi Sugi, hal itu sudah biasa karena hampir seluruh warga Penjaringan membuang hajat di selokan.‎ Namun begitu ada WC umum, Sugi memilih ke sana.

“Kalau ibu saya pengen buang hajat, saya gendong ke WC umum," ujarnya.

‎Demikian juga Sarmi, 80. Perempuan tua ini hidup sendiri karena anak-anaknya sudah berumah tangga. Sarmi juga terbiasa buang hajat di dalam rumah, yang kotorannya dialirkan ke got.

Mereka menyadari, kebiasaan membuang hajat di selokan tidak sehat karena saat musim hujan, Penjaringan selalu jadi in‎caran banjir. Air limbah bercampur jadi satu.

“Iya siy, kami juga kebayang kalau banjir airnya sudah bercampur dengan kotoran manusia. Tapi mau bagaimana lagi, cuma di sini tempat tinggal kami satu-satunya," ujar Salima.

‎Beruntung pada Oktober 2014, ada sumbangan CSR dari perusahaan asal Swedia yang memberikan bantuan berupa pembuatan septik tank. Septik tank yang didesain dengan menggunakan sistem biofilter sehingga lebih ramah lingkungan.

Dosi Suparta dari Mecy Corps Indonesia Insist selaku disainer septik tank biofilter ini mengungkapkan, dengan cara ini warga akan lebih hidup sehat meski tinggal di gang sempit dan rumah dempetan.

Uniknya, septik tank ini tidak dibuat di luar rumah seperti layaknya kebiasaan warga berlahan luas. Septik tank ini dibuat di dalam rumah warga dan di atasnya dicor serta dikeramik. Septik tank ini juga tidak berbau dan bisa digunakan selama dua tahun. 

“Kenapa kami bikinnya di dalam rumah, karena rumahnya kecil-kecil. Jangankan halaman, untuk tidur saja sempit,” ujar Dodi.

‎Kini warga Penjaringan tidak lagi harus antri di WC umum atau buang hajat di selokan. Sudah ada septik tank multi fungsi di dalam rumah. Ya, selain sebagai penampungan kotoran, septik tank ini juga menjadi tempat tidur bagi warga. 

“Ya nyaman saja, kan baunya tidak ada. Lagipula sudah dikeramik atasnya. Ini malah jadi tempat untuk naruh bahan makanan juga,” kata Sugi‎.(esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sedih...Rini yang Manja Itu Telah Tiada, Jasadnya Harus Dibakar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler