Ulas Jejak Hayat Hingga Idiologi Pendiri HMI

Sabtu, 30 Januari 2016 – 09:00 WIB
Dewan Penasehat KAHMI Nasional, Dr. Akbar Tandjung sebagai keynote speaker pada Seminar Nasional bertajuk “Lafran Pane Dalam Pusaran Sejarah Perjuangan Bangsa” yang digagas Majelis Wilayah KAHMI Maluku Utara (Malut), di Aula Nuku Gedung Rektorat Universitas Khairun Ternate. FOTO: Malut Post/JPNN.com

jpnn.com - Prof Drs. H Lafran Pane dikenal sebagai pendiri Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Lewat organisasi yang ia dirikan di Yogyakarta 69 tahun silam itu, Lafran telah menelurkan jutaan kader penerus semangat nasionalismenya yang menggebu-gebu.

Dalam seminar nasional bertajuk Lafran Pane dalam Pusaran Sejarah Perjuangan Bangsa yang digagas Majelis Wilayah KAHMI Maluku Utara (Malut) kemarin (28/1), perjuangan ideologi Lafran Pane dipandang layak menempatkannya sebagai salah satu pahlawan nasional.

BACA JUGA: Sedih...Rini yang Manja Itu Telah Tiada, Jasadnya Harus Dibakar

Ika Fuji Rahayu, Ternate - Malut Post (Grup JPNN)

Bertempat di Aula Nuku Gedung Rektorat Universitas Khairun Ternate, seminar nasional ini menghadirkan Dr. Akbar Tandjung, Dewan Penasehat KAHMI Nasional, sebagai keynote speaker. Pembicara lainnya adalah Ketua Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ternate, Dr. Abdurrahman I Marasabessy; Usman Nomay (Sejarawan IAIN Ternate), dan Musrijoni Nabiu (mantan mahasiswa Lafran Pane). Sementara Salim Ghaniru (praktisi pendidikan) didaulat menjadi moderator.

BACA JUGA: Kisah Hebat Anak-anak Suku Dayak Amandit Menggapai Impian

Akbar yang merupakan mantan Ketua PB HMI adalah salah satu tokoh yang mencetuskan pemikiran untuk mendorong gelar pahlawan nasional Lafran Pane. Dalam paparannya, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga itu menjelaskan sejarah singkat pendirian HMI.

Di usia relatif muda, yakni 25 tahun, Lafran Pane yang diselimuti keprihatinan akan pola pikir kaum terpelajar pascakemerdekaan, membentuk organisasi yang dimaksudkan untuk menjadi wadah intelegensia muda Islam.

BACA JUGA: Air Mata Terus Mengalir, Baju Jubah Saya Basah dengan Keringat Takut Dosa

“Tepatnya 5 Februari 1947, HMI berdiri. Sepanjang hidupnya, Lafran Pane diketahui lahir pada 12 April. Sampai akhir hayatnya, baru lah ketahuan bahwa tanggal lahir beliau yang sebenarnya sama dengan hari lahir HMI. Namun ia sengaja ‘mengganti’ tanggal lahirnya untuk menghindari berbagai tafsir,” tutur Ketua Yayasan Bina Insan Cita itu.

Sementara Ketua IAIN Ternate Abdurrahman I Marasabessy menuturkan, nama Lafran Pane tak pernah luput disebut setiap harinya. Jutaan kader dan alumni HMI yang membicarakan tentang HMI mau tak mau akan menyebut pula nama Lafran.

Menurut Abdurrahman, sosok dengan pengaruh positif sebesar itu layak dianugerahi gelar pahlawan nasional.

”Semakin tua, beliau (Lafran Pane, red) semakin jarang berkata-kata di forum. Beliau ingin memberi kesempatan kepada adik-adiknya untuk berbicara tentang bangsa. Beliau ingin ada regenerasi, agar perjuangannya dapat dilanjutkan oleh para penerus,” ulasnya seperti dilansir Malut Post (Grup JPNN).

Semangat berorganisasi dan kecintaannya pada negara juga agama, kata Abdurrahman, merupakan hal-hal yang harus ditelurkan pada kader HMI maupun keluarga mereka. Lafran yang menemukan betapa minimnya diskusi mengenai keislaman di kalangan pemuda kemudian menerapkan perilaku yang bertolak belakang dengan kenyataan yang ditemuinya. ”Beliau berpikir, jika generasi muda tidak pernah berbicara tentang hal-hal yang berbau spiritual dan hanya memikirkan hal-hal yang berbau material, maka ini berbahaya untuk bangsa ke depan. Maka beliau menggalakkan ideologi kebangsaan yang bernapaskan Islam dalam HMI ini,” sambung Abdurrahman.

Usman Nomay, akademisi yang juga sejarawan IAIN, kemudian melanjutkan dengan nukilan sejarah mengenai perjuangan Lafran Pane yang menjadi rujukan generasi muda hingga kini. Lafran, sosok yang konsisten, memiliki prinsip, jujur, dan sederhana, amat terinspirasi dari lima sifat Muhammad SAW, yakni siddiq, istikamah, fathanah, amanah, dan tabligh. Pria kelahiran Padang Sidempuan ini disebut sebagai salah satu creative minority yang mau mengorbankan jabatannya untuk masa depan orang lain untuk mengisi kemerdekaan Indonesia.

”Bersama pemuda dan mahasiswa Indonesia, Lafran Pane mengikrarkan penolakan kemerdekaan Indonesia sebagai hadiah Jepang. Saat itu aktivitas mahasiswa tidak bisa bebas dilakukan. Maka pemuda-pemuda ini memilih berdiskusi di asrama-asrama mahasiswa,” papar Usman.

Pandangan yang bersifat jauh lebih pribadi dituturkan oleh Musrijoni Nabiu. Joni, sapaan karibnya, pernah menjadi mahasiswa Lafran Pane di Universitas Islam Indonesia (UII). Menurut Joni, sifat-sifat menonjol dari pribadi seorang Lafran diantaranya adalah sederhana, disiplin, dan tegas. Kesederhanaan Lafran Pane salah satunya tercermin dari kebiasaannya menggunakan sepeda onthel untuk bepergian ke mana-mana. Padahal selain sebagai seorang guru besar, Lafran juga merupakan anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) RI.

”Selain penampilan, perilaku Pak Lafran pun amat sederhana. Beliau selalu bergaul dengan mahasiswanya sebelum perkuliahan dimulai,” tutur Joni.

Seorang Lafran Pane juga dikenal sebagai pribadi yang disiplin. Setengah jam sebelum jam mengajarnya, suami dari Martha Dewi itu pasti sudah berada di depan kelas. Ia juga merupakan dosen yang terkenal keras dalam hal pemberian nilai kepada mahasiswa. Tak ayal, kelas Lafran Pane selalu diisi ratusan mahasiswa yang berkali-kali dinyatakan tak lulus mata kuliah yang diampunya. Ketegasan juga menjadi salah satu sifat yang menonjol dari diri Lafran.

“Pernah ada pemilihan dekan di kampus yang sudah sidang berulangkali namun tak pernah menemukan kata sepakat. Bahkan sampai terjadi bentrok yang memakan korban jiwa. Akhirnya, Pak Lafran diminta memimpin sidang. Sidang pimpinannya ini hanya memakan waktu 10 menit, semuanya langsung sepakat dengan arahan beliau,” kisah Joni.

Kesederhanaan dan sifat rendah hati Lafran Pane pula yang membuatnya jauh dari publikasi. Ia kalah tenar jika dibanding junior-juniornya semisal Dahlan Ranuwihardjo, Mintaredja, Deliar Noer, dan Nurcholish Madjid. Jika masih hidup kini, sosok yang menolak disebut sebagai satu-satunya pendiri HMI ini pun diyakini akan menolak usulan gelar pahlawan nasional untuk dirinya.

Namun Akbar, dan jutaan kader dan alumni HMI lainnya, memandang Lafran Pane layak dianugerahi gelar tersebut.

”Beliau merupakan sosok yang aktif dalam gerakan kebangsaan, dan menjadi tokoh penting di balik kemunculan intelektual-intelektual Indonesia,” tandas Akbar.(kai/fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Polisi Hebat, Jemput Anggota Kelompok Bersenjata Hanya Ditemani Seorang Staf


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler