jpnn.com, JAKARTA - Pada zaman penjajahan kebanggaan maritim bangsa Indonesia mulai memudar. Tidak ada lagi visi maritim seperti di era kejayaan Kerajaan Sriwijaya.
Demikian dikatakan Staf Khusus Presiden Diaz Hendropriyono dalam Seminar Pembekalan Putra Putri Bahari 2017 di Seskoal, Jakarta, Senin (11/12).
BACA JUGA: Diaz Hendropriyono: Agama Pemersatu, Bukan Alat Politik
"Sebelum reformasi, Indonesia mengedepankan doktrin darat sehingga visi maritim terus mati suri," ujarnya.
Menurut Diaz, paradigma itu terasa hingga mempengaruhi keseharian masyarakat Indonesia. Anak-anak sekolah yang diberikan kertas kosong lebih memilih menggambar gunung ketimbang laut menjadi contoh paradigma maritim yang sudah tidak lagi terlihat.
BACA JUGA: Stafsus Jokowi Sebut Masalah Penanganan Sampah Sudah Akut
"Laut hanya menjadi sekadar tempat pembuangan sampah, tidak lagi dilihat sebagai tempat strategis," bebernya.
Diaz mengatakan, di era kepemimpinan Bung Karno, angkatan laut Indonesia masuk lima besar yang terkuat di dunia. Yang hingga sekarang belum ditingkatkan.
BACA JUGA: Simak Nih, Pesan Putra Pak Hendropriyono soal Kelakuan ISIS
Untuk itu, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkomitmen meningkatkan kembali kekuatan maritim Indonesia.
"Presiden memiliki visi lima pilar poros maritim Indonesia. Visi Joko Widodo yang pertama menekankan budaya maritim. Beliau selalu mengatakan kita harus mengembalikan Jalesveva Jayamahe. Dalam setiap kunjungan, beliau selalu mempromosikan budaya maritim," jelasnya.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti juga punya program bernama Gemar Ikanuntuk membuat masyarakat lebih senang makan ikan.
"Visi kedua menekankan menjaga sumber daya laut. Mengedepankan penekanan kepada nelayan sudah diberikan berbagai fasilitas seperti asuransi. Nelayan juga diperhatikan keamanannya, tidak hanya di dalam negeri tetapi juga nelayan yang masuk perairan Malaysia juga diperhatikan," papar Diaz.
Visi ketiga adalah menekankan pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan konektivitas. Di mana, tol laut akan menyediakan trayek konektivitas transportasi laut dan mempermurah biaya transportasi.
"Selain itu, ada juga gudang-gudang di pelabuhan untuk menyimpan bahan-bahan penting sehingga harga bisa terkontrol," kata Diaz.
Visi ke empat menerapkan diplomasi maritim dan menekankan pada paradigma bahwa laut adalah menghubungkan bukan memisahkan.
"Sebagai contoh, pembangunan di Papua yang membantu presiden menyesuaikan harga komoditas seperti semen dan BBM," ujar Diaz.
Lebih lanjut, pada visi terakhir adalah menekankan pembangunan keamanan maritim. Presiden Jokowi membeli kapal selam dari Korea dan melakukan Trilateral Patrol bersama Malaysia dan Filipina untuk menjaga keamanan laut di sekitar Indonesia.
Seminar Pembekalan Putra Putri Bahari 2017 sendiri bertujuan mempersiapkan para finalis Putra Putri Bahari dari seluruh Indonesia. Seminar yang digelar merupakan bagian dari rangkaian pemilihan Putra Putri Bahari 2017 yang berlangsung pada 6-15 Desember. (dem/rmol)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Stafsus Presiden: Kultur Individualisme Memecah Belah Bangsa
Redaktur & Reporter : Adil