jpnn.com, JAKARTA - Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal mengatakan, jika tarif ojek online yang sekarang berada di kisaran Rp 2.200 per kilometer naik menjadi Rp 3.100 per kilometer seperti permintaan driver, produk domestik bruto (PDB) akan berkurang hingga 0,3 persen.
Luasnya cakupan operasional ojol membuat bisnis ojek online berdampak pada sepuluh sektor usaha.
BACA JUGA: Tarif Naik, Ojol Siap - Siap Ditingalkan Konsumen
Mulai restoran, pariwisata, hotel, hingga, pakaian jadi. Setiap Rp 100 juta investasi yang dikeluarkan sepuluh sektor tersebut menyerap tenaga kerja 15–20 orang.
’’Maka, kenaikan tarif ojek online bisa berpengaruh 0,2–0,3 persen terhadap pertumbuhan ekonomi,’’ ujar Fithra di Jakarta, Senin (11/2).
BACA JUGA: Kemenhub Gelar Uji Publik RPM Ojek Online di Semarang
BACA JUGA: Tarif Naik, Ojol Siap - Siap Ditingalkan Konsumen
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, sektor transportasi-komunikasi tumbuh dari 5,04 persen jadi 6,14 persen sepanjang 2018.
BACA JUGA: Inspirasi dari Kalis Mupriyanto, Tukang Ojek yang Tak Punya Tangan Kanan
Sementara itu, sektor restoran-hotel tumbuh dari 5,31 persen jadi 5,85 persen pada 2018.
Menurut Fithra, pertumbuhan di dua sektor itu ditopang kehadiran aplikator seperti Go-Jek dan Grab. Jumlah pengemudi ojek online di Indonesia diperkirakan lebih dari dua juta orang.
’’Pendapatan mereka naik dua kali lipat setelah bergabung. Bayangkan kalau tarif naik dan pendapatan mereka turun,” tambah Fithra.
Di samping itu, mayoritas pengguna ojek online adalah masyarakat berpendapatan menengah ke bawah.
Jika kenaikan tarif ojek online tinggi, pertumbuhan konsumsi rumah tangga akan terpengaruh.
Mantan Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Zumrotin K. Susilo menambahkan, harga merupakan pertimbangan konsumen setelah keamanan, keselamatan, dan kenyamanan.
’’Menurut saya, kenaikan yang ideal adalah 20 persen, win-win solution untuk pengemudi dan konsumen,’’ ujar Zumrotin.
Di sisi lain, hasil riset yang dilakukan lembaga Research Institute for Socio-Economic Development (RISED) menunjukkan permintaan konsumen akan turun drastis jika ada kenaikan tarif.
Ketua Tim Peneliti RISED Rumayya Batubara menjelaskan, hal itu terjadi lantaran konsumen ojek online sangat sensitif terhadap peningkatan tarif.
”Kenaikan tarif ojek online berpotensi menurunkan permintaan konsumen hingga 71,12 persen,” ujar Rumayya.
Hasil survei juga menyebutkan bahwa 45,83 persen responden menyatakan tarif ojek online yang ada saat ini sudah sesuai.
Bahkan, 28 persen responden lainnya menyebut tarif ojek online saat ini sudah mahal dan sangat mahal.
Jika kenaikan tarif terjadi, sebanyak 48,13 persen responden mengaku hanya mau mengeluarkan biaya tambahan kurang dari Rp 5.000 per hari. (agf/c17/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Adi si Penghancur Sepeda Motor Resmi Dijadikan Tersangka
Redaktur : Tim Redaksi