jpnn.com, SUMENEP - MPR melakukan Sosialisasi Empat Pilar melalui Pagelaran Seni Budaya Ludruk di Desa Juluk, Kecamatan Saronggi, Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur, Sabtu malam (20/7/2019). Sosialiasi ini mendapat sambutan antusias luar biasa dari warga masyarakat. Lapangan yang berdomisili di desa Juluk tersebut tak mampu menampung arus penonton yang datang dari berbagai desa di Kecamatan Saronggi.
Kepala Biro Humas Setjen MPR Siti Fauziah saat memberi sambutan sebagai panitia pelaksana mengungkapkan rasa bangganya melihat antusiasme masyarakat ingin menyaksikan pagelaran seni ludruk tersebut. Apalagi pagelaran seni budaya tradisional ini diselenggarakan dalam rangka sosialisasi Empat Pilar MPR.
BACA JUGA: Banyak Negara Memuji UUD NRI Tahun 1945 Sebagai Konstitusi Modern
“Saya bangga karena malam ini penonton cukup padat. Ini pertanda bahwa masyarakat di sini sangat menyukai Seni Budaya Ludruk,” kata Siti Fauziah selaku ketua penyelenggara pentas seni budaya ini.
Maklumlah warga masyarakat desa Juluk itu mengaku jarang menyaksikan pagelaran kesenian tradisional nenek moyang mereka ini. Itulah sebabnya sambutan masyarakat terhadap kesenian Ludruk dalam rangka sosialisasi Empat Pilar ini begitu besar.
BACA JUGA: Ishak Latuconsina: Bela Negara Merupakan Tugas Seluruh Rakyat Indonesia
Lebih lanjut, Siti Fauziah menjelaskan dalam memasyarakatkan Empat Pilar, MPR menggunakan berbagai metode. Sasarannya pun berbagai elemen masyarakat. Untuk buat siswa SLTA menggunakan metode Lomba Cerdas Cermat (LCC) Empat Pilar; lalu untuk guru dan pejabat-pajabat daerah melalui FGD atau seminar; sementara untuk mahasiswa menggunakan metode Kemah Empat Pilar dan Training of Trainers (ToT), serta sejumlah metode lainnya.
MPR memilih seni budaya sebagai salah metode sosialisasi. Menurut Siti Fauziah, di dalam seni budaya tradisional, seperti Seni Budaya Ludruk ini, mengandung filosofi yang berisi tuntunan dan dapat dijadikan panutan, selain sebagai tontonan.
BACA JUGA: Parpol Belum Maksimal Melaksanakan Pendidikan Politik
“Mudah-mudahan cerita ludruk yang disampaikan dalang, M. Didik, melalui lakon ‘Legenda Sumenep’, memberi manfaat untuk masyarakat, dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,” harap Siti Fauziah.
Pagelaran Seni Budaya Ludruk di Sumenep pasca-pilpres ini dibuka oleh anggota MPR RI H. Moh. Nizar Zahro, SH. Acara ini diwarnai semangat persatuan. Betapa tidak, di bawah tenda besar yang diperuntukkan pementasan seni budaya ludruk ini, selain berkumpul para pejabat daerah bersama warga dan tokoh masyarakat dari berbagai elemen, juga hadir Kepala Bagian Pemberitaan, Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi Biro Humas MPR RI Muhamad Jaya dan para kepala Desa, Camat Saronggi, Danramil, Kapolsek, para kepala Dusun dan Karang Taruna.
“Inilah tujuan diadakannya pagelaran seni budaya ludruk ini, untuk menyatukan semua masyarakat. Karena kita sama-sama menyadari bahwa yang kita urus adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia, negara milik kita semua, bukan negara milik satu kelompok. Dan, inilah makna kita berbeda,” ungkap putra asli Madura, itu.
Apalagi, lanjut Moh. Nizar Zahro, di tengah situasi yang sulit seperti sekarang ini, seni budaya ludruk bisa menjadi salah satu alat yang paling efektif untuk bisa menyatukan rakyat dari semua suku atau etnis. Kebetulan penduduk Kabupaten Sumenep, baik warga pendatang dan penduduk asli, mereka sangat kompak.
“Tinggal sekarang, bagaimana melalui pagelaran ludruk ini rakyat Sumenep, khususnya kecamatan Saronggi, bisa guyub dan rukun,” ujarnya.
Berkaitan dengan sosialisasi Empat Pilar MPR RI (Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika), Nizar Zahro menjelaskan bahwa itu bukanlah tata urutan kenegaraan, melainkan hanya pengemasan saja. Intinya, ada empat hal pokok di negara ini yang tak boleh kita langkahi, yakni Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara, UUD NRI Tahun 1945 sebagai konstitusi negara dan Ketetapan MPR, NKRI sebagai bentuk negara, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara.
Jadi, lanjut Nizar Zahro, di negeri ini apapun bentuk kehidupan tidak boleh bertentangan dengan Pancasila. “Kalau bertentangan dengan Pancasila, itu berarti melawan hukum di Indonesia,” ujar Moh.
Begitu pula UUD NRI Tahun 1945 adalah hukum tertinggi di negeri ini. Kalau ada hukum lain bertentangan dengan konstitusi maka hukum itu menyalahi aturan yang ada di Indonesia. Misalnya, kalau ada Perda bertentangan dengan UUD maka wajib dibatalkan.
Selanjutnya, NKRI. Kita harus menyadari bahwa warga bangsa ini hidup di wilayah yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, dan dari Miangas hingga Pulau Rote. Kita hidup sebagai bangsa yang satu, yaitu Republik Indonesia.
“Tidak ada negara lain yang bisa hidup di Indonesia ini, selain Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujar Nizar Zahro. Dan, terakhir, adalah Bhinneka Tunggal Ika adalah wujud dari keberagaman kita.
Sementara Kepala Desa Juluk yang diwakili oleh Kepala DPD Desa Juluk Rusmadi, dalam sambutannya mengucapkan terima kasih kepada Sekretariat Jenderal MPR sudah menyelenggarakan pagelaran seni budaya ludruk ini. “Selain untuk Sosialisasi Empat Pilar masyarakat juga dapat mendapat ilmu yang tidak didapati dibangku sekolah,” tuturnya.
"Sosialisasi dan pertunjukan seni budaya ini tidak hanya sebagai hiburan tapi mari kita ambil hikmah yang terkandung dari Empat Pilar MPR RI dan makna yang tercantum dalam Pancasila agar kita lebih bersatu lagi," ujar Rusmadi.
Usai menyampaikan materi sosialisasi, diteruskan dengan pemukulan Gong oleh Moh. Nizar Zahro yang didampingi Kepala Biro Humas MPR RI Siti Fauziah, Kepala Bagian Pemberitaan, Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi Biro Humas MPR RI Muhamad Jaya serta kepala Desa, Camat Saronggi, Danramil, Kapolsek kepala Dusun dan Karang Taruna. Segera setelah itu pagelaran ludruk dengan lakon yang mengisahkan tentang ‘Legenda Sumenep’ pun dimulai.(adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PDIP Fokus Menyiapkan Agenda Strategis MPR Lima Tahun ke Depan
Redaktur : Tim Redaksi