jpnn.com - Ketika masker langka di pasaran akibat pandemi Covid-19 pada Maret 2020, Nurhayati mulai menjalankan mesin jahit manualnya untuk membuat masker kain nonmedis.
Perempuan dari Desa Sungai Duri, Bengkayang, Kalimantan Barat, itu bertekad menjahit masker sebanyak mungkin dan membagikannya secara gratis kepada petugas dan masyarakat di jalanan.
BACA JUGA: Novi Empat Tungku
Ikhtiar Nurhayati bukannya tanpa halangan. Kesulitan pertama yang dia hadapi ialah segera kehabisan bahan kain. Di samping itu, ternyata tingkat produktivitasnya juga tidak sesuai bayangan semula.
Niat Nurhayati sebenarnya hanya membantu mengurangi beban petugas dan masyarakat. Namun, targetnya tak main-main, yakni 10.000 unit masker. Dia berjuang sendiri dalam menyediakan masker buatan tangannya.
BACA JUGA: Inilah Syarat Pasien COVID-19 Boleh Mengakhiri Isolasi Mandiri
Niat dan upaya mulia Nurhayati itu berbuah manis. Gayung bersambut, kata berjawab. Masalah itu tak bertahan lama.
Bantuan untuk Nurhayati pun berdatangan dari para tetangganya yang membantu secara sukarela dengan mesin jahit sendiri-sendiri. Kisah tentang gotong royong itu viral hingga makin banyak pihak yang bersimpati.
BACA JUGA: Gus Yaqut: Hening Cipta Indonesia untuk Orang-Orang Tercinta
Dukungan untuk Nurhayati dan sukarelawan pembuat masker meluas. Bantuan bahan baku berupa kain dan benang pun berlimpah. Ada pula bantuan berupa uang tunai.
Kisah lain yang mencuri perhatian datang dari ARMY Indonesia -sebutan bagi penggemar boyband BTS di Tanah Air- pada Juni lalu. Saat heboh antrean pemesanan BTS Meal dari salah satu gerai resto siap saji, ratusan bahkan ribuan mitra pengemudi ojek online (driver ojol) yang telah menunggu pesanan berjam-jam dibubarkan aparat keamanan demi kesehatan dan keselamatan pada masa pandemi.
Salah satu driver ojol, Bagyo, mengaku hanya bisa pasrah ketika antrean dibubarkan dan sebagian orderan dibatalkan oleh pihak resto. Dia mengambil risiko dalam antrean demi menafkahi keluarganya.
Demi menghidupi keluarga, Bagyo dan banyak driver ojol lainnya menempuh bahaya terpapar virus Covid-19. Kisah mereka merisak dunia maya.
Para pemesan makanan yang juga penggemar boyband asal Korea Selatan itu tersentuh hatinya. BTS ARMY Indonesia membalas kegigihan para driver ojol dengan menggalang dana melalui platform donasi online.
Simpati dan dukungan berdatangan pula dari masyarakat luas hingga terkumpul dana sekitar Rp 262 juta. Dana yang terkumpul lantas disalurkan secara merata kepada para driver melalui sistem internal platform pemesanan ojol itu.
Balas jasa tak berhenti pada donasi uang. Masyarakat tergerak untuk berbuat lebih bagi para mitra pengemudi ojek online. Paket makanan, sembako, hingga layanan tes antigen gratis disediakan bagi driver ojol.
Tampaknya kebaikan-kebaikan bersama semacam itu terus bergulir di tengah pandemi. Kolektivisme mengakar kuat menjadi ciri jati diri bangsa Indonesia, bersama-sama menghadapi terjangan Covid-19 yang merusak kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pancasila Sebagai Jati Diri Bangsa
Masyarakat terdiri dari individu-individu yang pada dasarnya memiliki akal sehat dan hati nurani. Pun sebagai bangsa, masyarakat Indonesia memiliki pedoman hidup berbangsa dan bernegara. Aksi gotong royong kebaikan seperti pada dua kisah di atas boleh jadi adalah buah dari upaya internalisasi nilai-nilai kebangsaan dan kenegaraan selama puluhan tahun, yaitu Pancasila.
Perjalanan Pancasila dapat ditelusuri jejaknya dari peristiwa pengasingan terhadap Koesno Sosrodiharjo atau lebih dikenal sebagai Soekarno (Bung Karno). Pemerintah kolonial Hindia Belanda mengasingkannya di Pulau Ende selama kurun waktu tahun 1934-1938.
Selama di pengasingan itulah Bung Karno mengumpulkan dan merumuskan nilai-nilai kebangsaan ke dalam sebuah pedoman yang kelak mempersatukan seluruh rakyat Indonesia. Itulah Pancasila.
Nama Pancasila sendiri berasal dari bahasa Sanskerta yang terdiri dari dua suku kata. Panca artinya lima, sedangkan sila artinya dasar. Sang Proklamator memaknai Pancasila sebagai lima pedoman hidup berbangsa dan bernegara di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam pengasingan, Bung Karno acap kali berdiskusi dengan banyak tokoh, di antaranya para misionaris Katolik berkebangsaan Belanda dan juga penduduk lokal. Tak jarang, Bung Karno menyingsingkan lengan bajunya untuk membantu warga setempat membangun jembatan.
Di sela-sela itu, Bung Karno sering beristirahat di bawah rindangnya sebuah pohon sukun. Pohon itu hanya berjarak 700 meter dari kediamannya. Daunnya rimbun dan tegap berdiri menghadap pantai Ende.
Di situlah Bung Karno perlahan-lahan merenungkan pengalamannya di Ende, dialektika dengan banyak tokoh budaya dan agama, serta impiannya untuk berdiri di atas kaki sendiri sebagai insan merdeka. Namun, gagasan kemerdekaan tidak serta-merta bisa diwujudkan semudah membalik telapak tangan.
Bung Karno menyadari bahwa bangsa ini harus bersatu. Oleh karena itu harus ada sesuatu yang dapat menyatukan jutaan orang dari berbagai suku, etnis, budaya, agama, politik, dan lain sebagainya.
Permenungan di bawah pohon sukun itu berbuah tujuh tahun kemudian. Perilaku sehari-hari masyarakat di berbagai daerah dirumuskan Bung Karno menjadi pedoman hidup berbangsa dan bernegara yang akhirnya menyatukan orang-orang sebagai bangsa.
Pedoman itu diperkenalkan Bung Karno dalam pidatonya pada sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1 Juni 1945. Bung Karno mencetuskan rumusan dasar negara dalam lima butir gagasan, yaitu kebangsaan, internasionalisme dan kemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan yang maha esa. Beliau menyebut lima butir gagasan itu sebagai Pancasila.
“Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya. Namanya bukan Pancadharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa - namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi,” begitulah ucapan Bung Karno dalam pidatonya.
Peristiwa itulah yang kemudian dikenal sebagai Hari Kelahiran Pancasila. Selanjutnya, sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945 menjadikan Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara bersama dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Baru 71 tahun kemudian, yaitu 1 Juni 2016, Presiden Joko Widodo menandatangani Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila. Tanggal 1 Juni pun ditetapkan sebagai hari libur nasional.
Jati Diri Bangsa Indonesia: Bersatu Padu Hadapi Pandemi
Sudah lebih dari 16 bulan setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus pertama warga negara Indonesia positif Covid-19. Semenjak itu, pelbagai kebijakan pemerintah diterapkan secara bertahap di tingkat nasional dan daerah untuk mencegah dan menanggulangi pandemi Covid-19.
Terakhir ialah pada 1 Juli 2021, Presiden mengumumkan penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat secara khusus untuk kawasan Pulau Jawa dan Bali.
Di samping itu, pemerintah Indonesia juga menggencarkan program vaksinasi gratis bagi masyarakat luas. Data peta sebaran dari situs daring www.covid19.go.id per 6 Juli 2021 menunjukkan bahwa vaksinasi ke-1 telah mencapai angka lebih dari 32 juta orang, sedangkan vaksinasi ke-2 telah mencapai 14 juta orang. Adapun tingkat kesembuhan mencapai 84 persen dan kematian 2,6 persen.
Vaksinasi sebagai intervensi kesehatan diupayakan untuk mempercepat pengendalian demi mencapai kekebalan kelompok dengan target sasaran 181,5 juta penduduk Indonesia. Pemerintah pusat dan daerah juga menggalakkan Program 3T, yaitu testing, tracing, dan treatment.
Dibarengi dengan upaya pemulihan ekonomi nasional, pemerintah mencatat realisasi anggaran tersebut hingga Semester I-2021 sebesar Rp 252 triliun. Penyerapan terbesar diperuntukkan bagi program-program perlindungan sosial, dukungan UMKM dan koperasi, kesehatan, insentif usaha, dan berbagai program prioritas lainnya.
Pasca-penerapan PPKM Darurat, pemerintah merealokasi anggaran penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional pada sektor kesehatan, perlindungan sosial, dan insentif usaha. Presiden Joko Widodo mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk bersatu melawan pandemi Covid-19.
Kepatuhan terhadap protokol kesehatan 3M mutlak diperlukan, yaitu memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Perpaduan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat harus berkesinambungan antara 3T dan 3M serta vaksinasi. Inilah kunci menghadapi pandemi.(*)
*Advertorial Direktorat Informasi dan Komunikasi Politik Hukum dan Keamanan (Ditjen IKP) Kemkominfo
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Berpartisipasi Atasi Covid-19, Daniel Soeprianto Sumbangkan Peralatan Medis ke RSUP Persahabatan
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi