Memprediksi Nilai Tukar Rupiah Ibarat Melihat Lorong Gelap

Jumat, 09 Oktober 2015 – 07:35 WIB
Foto ilustrasi.dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA - Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih belum stabil, naik turun. Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter pun diminta lebih ketat menjaga rupiah agar tetap di bawah level 14.000 per dolar Amerika Serikat (USD).

Pengamat pasar uang Farial Anwar mengatakan, nilai tukar rupiah yang sempat berada di atas 14.000 per USD terbukti lebih banyak menyusahkan para pelaku usaha. ''Karena itu, mumpung sekarang sudah di bawah 14.000, BI harus bisa menjaganya,'' ujarnya kemarin (8/10).

BACA JUGA: Petani Gagal Panen Bisa Ajukan Klaim, Begini Prosedurnya

Farial mengakui, peran BI sebagai bank sentral memang belum sekuat yang diharapkan. Karena itu, ketika isu kenaikan The Fed memanas beberapa waktu lalu, maka intervensi BI di pasar keuangan pun seolah tak mempan sehingga rupiah sempat terlempar ke 14.700 per USD.

Dia menyebut, penguatan tajam rupiah dalam beberapa hari ini lebih banyak dipengaruhi faktor eksternal, terutama derasnya aliran modal masuk ke pasar keuangan Indonesia senilai lebih dari USD 100 juta dalam waktu tiga hari saja.

BACA JUGA: Target Pajak Terlalu Tinggi, Kasihan Pak Jokowi

Meskipun, BI sendiri sudah menguras devisa hingga USD 7 miliar dalam beberapa bulan terakhir. ''Sekarang faktor eksternal mulai reda, saatnya BI lebih aktif,'' katanya.

Menurut Farial, langkah aktif BI tidak harus selalu dengan intervensi ke pasar, melainkan juga melalui kebijakan-kebijakan untuk memperkuat pasokan valas di dalam negeri. ''Setidaknya, kalau BI bisa menjaga rupiah di bawah 14.000 atau malah di bawah 13.500 dalam waktu cukup lama, maka itu akan menaikkan kredibilitas BI di mata pasar,'' ucapnya.

BACA JUGA: Taiwan Excellence, Industri ICT dan Elektronik di Taiwan

Farial mengakui, dalam kondisi saat ini, memprediksi nilai tukar rupiah ibarat melihat ke lorong gelap. Sebab, berbagai analisis fundamental dan teknikal yang dibuat para pakar tak lagi berlaku.

Misalnya, kenaikan tajam rupiah hingga 1.000 per USD dari 14.700 menuju 13.700 dalam tiga hari, benar-benar tak terduga. ''Sebab, pasar uang sekarang digerakkan sentimen, itu tak bisa diukur,'' ujarnya.

Namun, bukan berarti BI dan pemerintah tak bisa berbuat apa-apa. Dengan memperhitungkan kenaikan suku bunga The Fed baru akan dinaikkan tahun depan, maka ada waktu beberapa bulan bagi BI dan pemerintah untuk menunjukkan kepada pasar bahwa perbaikan fundamental ekonomi benar-benar dijalankan.   

Misalnya, melalui paket kebijakan yang dikeluarkan BI, OJK, maupun pemerintah. "Paket kebijakannya sudah bagus, kalau implementasinya di lapangan juga bagus, pasar akan merespons positif dan mengembalikan kepercayaan pada pemerintah. Jika itu terjadi, aliran modal akan masuk, sehingga rupiah berpotensi menguat atau setidaknya stabil di bawah 14.000 (per USD hingga beberapa bulan ke depan,'' urainya. (owi/dee/gen)

BACA ARTIKEL LAINNYA... 67,4 Persen Publik Anggap Ekonomi Nasional Buruk


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler