Menag Menganalogikan Azan dengan Gonggongan Anjing, Kapitra PDIP: Kebangetan!

Kamis, 24 Februari 2022 – 18:05 WIB
Politikus PDIP Kapitra Ampera. Foto: Elfany Kurniawan/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Politikus PDIP Kapitra Ampera menanggapi pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang dianggap menganalogikan suara azan dengan gonggongan anjing.

Kapitra mengatakan pernyataan Menag Yaqut sudah membuat resah dan gaduh masyarakat, khususnya umat Islam.

BACA JUGA: Ada SE Pengeras Suara Masjid, Wagub Jabar: Kemenag Jangan Bikin Gaduh

"'Sekolah' kalau enggak tuntas, ya, begini jadinya. Statement-statement Menteri Agama ini saya amati selalu mengundang polemik dan kontroversial. Itu justru meresahkan," kata Kapitra kepada JPNN.com, Kamis (24/2).

Menurut Kapitra, Gus Yaqut sebagai Menteri Agama seharusnya membawa kesejukkan dan kedamaian untuk masyarakat, bukan malah membuat gaduh.

BACA JUGA: Fakta-Fakta Aksi Debt Collector Seret Briptu Rehend, Ada yang Mengaku Polisi

"Kalau dia sandingkan dengan lonceng, dengan yang lain itu mungkin masih bisa diterima," ujar Kapitra.

"Kalau dengan binatang, suara azan itu dianalogikan dengan binatang, ini kebangetan, enggak cerdas. Sebagai Menteri Agama, ini (Yaqut, red) membuka konfrontasi dengan umat Islam," sambung politikus PDIP itu.

BACA JUGA: Penetapan NIP PPPK Guru, Konon BKD se-Jatim Menolak SPTJM

Sebelumnya, Kementerian Agama Republik Indonesia mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 5 Tahun 2022 mengenai pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala.

Surat itu mengatur penggunaan waktu dan kekuatan dari pengeras suara di rumah ibadah umat Islam.

Selain itu, Gus Yaqut juga mengatakan perlu peraturan untuk mengatur waktu alat pengeras suara tersebut dapat digunakan, baik setelah atau sebelum azan dikumandangkan.

"Bagaimana menggunakan speaker di dalam atau luar masjid juga diatur. Tidak ada pelarangan. Aturan ini dibuat semata-mata hanya untuk membuat masyarakat kita semakin harmonis," katanya.

Baginya pedoman ini bertujuan juga untuk meningkatkan manfaat dan mengurangi hal yang tidak bermanfaat. Sebab, di Indonesia yang warganya mayoritas muslim, hampir di setiap 100-200 meter terdapat masjid atau musala.

"Kita bayangkan, saya muslim saya hidup di lingkungan nonmuslim, kemudian rumah ibadah mereka membunyikan toa sehari lima kali dengan keras secara bersamaan, itu rasanya bagaimana?" ucapnya.

BACA JUGA: Kelakuan Suami Istri Ini Sungguh Keterlaluan, Ibu-Ibu se-Indonesia Pasti Marah

Menag Yaqut lantas memberikan contoh lain dengan gonggongan anjing sebagai analogi.

"Contohnya lagi, misalkan tetangga kita kiri kanan depan belakang pelihara anjing semua, misalnya menggonggong di waktu yang bersamaan, kita terganggu tidak? Artinya semua suara-suara harus kita atur agar tidak menjadi gangguan," ujarnya. (cr1/fat/jpnn)


Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Dean Pahrevi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler