Menag Yaqut Punya Kewenangan Menentukan Rektor PTK, Ternyata Ada Aturannya

Selasa, 15 November 2022 – 15:22 WIB
Menag Yaqut Cholil Qoumas punya kewenangan menentukan Rektor PTK. Ilustrasi Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang memiliki kewenangan penuh menentukan rektor Perguruan Tinggi Keagamaan (PTK) mendapat sorotan dari berbagai kalangan termasuk Komisi VIII DPR RI.

Dirjen Pendidikan Islam M Ali Ramdhani memastikan pemilihan rektor PTK tetap merujuk pada Peraturan Menteri Agama Nomor 68 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor dan Ketua pada PTK yang Diselenggarakan Pemerintah. PMA ini terbit pada 2015.

BACA JUGA: Di Depan Para Pemimpin Agama Dunia, Menag Yaqut Bicara Soal Politik Identitas

Saat ini, sedang berjalan pemilihan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta.

Prosesnya sudah memasuki fit and proper test yang dilakukan oleh Komisi Seleksi (Komsel). 

BACA JUGA: Menag Yaqut Tunggu Konfirmasi Arab Saudi Soal Vaksin Meningitis

"Sejauh ini, Kemenag menilai PMA Nomor 68 Tahun 2015 masih relevan sehingga proses pemilihan tetap merujuk pada regulasi yang ada,” terang M Ali Ramdhani di Jakarta, Selasa (15/11).

Dia menjelaskan PMA 68 Tahun 2015 mengatur bahwa pemilihan Rektor PTK dilakukan melalui tiga tahap utama.

BACA JUGA: Hasto Beberkan Isi Pembicaraan Megawati dengan Gus Yaqut, Simak Nih! 

Pertama, penilaian administrasi dan kualitatif. Tahap ini dilaksanakan oleh senat PTK.

Hasil dari proses yang berlangsung di senat, kemudian dikirim ke Kementerian Agama.

“Jadi, pelibatan senat justru dilakukan sejak awal. Senat lah yang memberikan penilaian awal tentang kelayakan para calon rektor,” papar Dhani.

Tahap kedua, lanjut Dhani, adalah fit and proper test.

Tahap ini dilakukan Komsel untuk menetapkan para calon yang sebelumnya diseleksi senat PTK dan ditetapkan masuk tiga besar.

Hasil fit and proper test dari Komsel ini selanjutnya disampaikan kepada menteri agama.

“Komsel beranggotakan tujuh orang yang dinilai memiliki integritas, kapasitas, kapabilitas, dan pengalaman menjadi pimpinan perguruan tinggi. Ada juga unsur birokrasi Kementerian Agama. Anggota Komsel rata-rata berasal dari kampus, dan seluruhnya adalah Guru Besar,” sebut Dhani.

Jadi, lanjutnya, Komsel tentu bukan orang sembarangan.

Mereka diberi tanggung jawab untuk memilih tiga orang dari calon yang sebelumnya diseleksi Senat PTK.

Menag Pilih Satu dari Tiga Nama Calon Rektor PTK

Terakhir, Menteri Agama memilih satu dari tiga nama yang diusulkan Komsel.

Dhani menegaskan, dalam rantai pemilihan rektor, PMA 68/2015 menempatkan Menteri Agama pada ujung proses.

“Seleksi awal dilakukan Senat PTK, lalu diuji Komsel, baru pada akhir proses, Menteri Agama diberi kewenangan menetapkan satu dari tiga pilihan Komsel,” tegasnya.

Dikatakan Dhani, mekanisme seperti ini diharapkan dapat meminimalisasi potensi politisasi dalam proses pemilihan rektor.

Dalam beberapa tahun terakhir, seringkali terjadi proses politisasi dalam pemilihan rektor.

Tidak tidak jarang hal itu memunculkan lubang perpecahan, padahal kampus adalah lembaga akademik, bukan lembaga politik.

“Saya melihat PMA 68/2015 dalam semangat mengembalikan kampus sebagai civitas academica, bukan civitas politika,” tegasnya.

Terkait masukan dari sejumlah pihak tentang PMA 68/2015, Dhani memberikan apresiasi.

Dia berharap masukan itu dapat disampaikan secara akademik, berbasis data dan kajian, serta jauh dari prasangka.

“Beragam masukan kami terima. Sebagai regulasi, PMA 68/2015 terbuka untuk dikaji. Namun, mohon hal tersebut dilakukan secara akademik,” pungkasnya. (esy/jpnn)


Redaktur : Soetomo Samsu
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler