Menaikkan Cukai Rokok Kontraproduktif dengan UU Cipta Kerja

Selasa, 21 September 2021 – 20:05 WIB
Suasana acara Istighosah Koalisi Tembakau yang digelar DKN Gerbang Tani di Pondok Pesantren Al-Mizan, Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, Selasa (21/9/2021). Foto: DKN Gerbang Tani

jpnn.com, JAKARTA - Akademisi IPB Prima Gandhi mengatakan alasan pemerintah menaikkan cukai rokok tidak tepat apalagi di tengah kedidakpastian cuaca.

“Di tengah ketidakpastian cuaca seperti ini semestinya pemerintah tidak menaikkan Cukai Rokok, karena terjadinya penurunan produksi rokok. Alasan penerimaan negara atas cukai rokok, tidak tepat,” kata Prima Gandhi dalam acara Istighosah Koalisi Tembakau yang digelar DKN Gerbang Tani di Pondok Pesantren Al-Mizan, Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, Selasa (21/9/2021).

BACA JUGA: Pemerintah Diminta Batalkan Rencana Kenaikan Tarif Cukai Rokok 2022

Istighosah kali ini kerja sama dengan DPW Partai Kebangkitan Bangs (PKB) Jawa Barat dan Koalisi Tembakau. Hadir sebagai pembicara dari berbagai kalangan seperti Dewan Syura PKB KH Maman Imanulhaq, Ketua DPW PKB Jabar Syaiful Huda, anggota DPRD Jabar Asep Suherman, Ketua Gerbang Tani Jabar Jaenal Murtado, Akademisi IPB Prima Gandhi, dan Sekjen Garda Bangsa Billy Ariez.

Lebih lanjut, Prima menuturkan seharusnya memfasilitasi petani tembakau dan menjaga harga tembakau agar tetap stabil dan menguntungkan para petani.

BACA JUGA: Sikap DPP K-SARBUMUSI Terkait Kenaikan Cukai Rokok, Tegas!

Menurut Prima, pemerintah harus memberikan penghargaan kepada Petani, Dana Bagi Hasil Tembakau harus untuk kesejahteraan Petani Tembakau. Bahkan, Pemerintah harus turun tangan menjaga harga tembakau agar tetap stabil, dan menguntungkan para petani tembakau.

“Bantuan dan Pembekalan terhadap Petani Tembakau sangat dibutuhkan petani saat ini,” ujar Prima.

BACA JUGA: Alih Kelola Blok Rokan, Momentum Wujudkan Kemandirian Energi

Prima mengingatkan pemerintah jangan menaikkan cukai rokok, tetapi harus ada sinergi antarlembaga baik pemerintah maupun petani termasuk asosiasi.

Sekjen Garda Bangsa Billy Ariez mengatakan diskusi keempat ini sebagai kelanjutan dari diskusi pertama sampai ketiga yang diselenggarakan di Jawa Tengah (Semarang), Jawa Timur (Surabaya, Sumenep, Jember), NTB (Lombok Timur), bersama Petani Tembakau, Asosiasi Petani Tembakau dan Anggota Legislatif Jawa Tengah.

Dalam diskusi ini dibahas bersama-sama terkait urgensi menyikapi rencana Pemerintah menaikkan cukai rokok.

“Bagaimana Peta Jalan Petani Tembakau, bagaimana menciptakan inovasi budi daya tembakau agar petani tembakau berdaya,” kata Billy Ariez.

Billy mengatakan jika pemerintah tetap menaikkan cukai rokok maka yang diuntungkan adalah industri rokok besar. Sementara industri rokok kecil dan rumahan berpotensi gulung tikar.

“Industri rokok rumahan tidak mampu dengan ongkos produksi. Yang paling bisa dilakukan adalah pengurangan biaya produksi. Akhirnya akan terjadi banyak pengurangan karyawan/pekerja,” katanya.

Ketua APTI Jawa Barat Nana Suryana mengatakan regulasi tembakau itu merugikan petani tembakau dalam negeri, sementara impor tembakau dari luar negeri tanpa pajak. Bahkan, tembakau di Indonesia merupakan barang yang diatur dan diawasi peredarannya.

“Tembakau di Indonesia bisa tumbuh, tetapi pemerintah Indonesia mengimpor tembakau dari China,” katanya.

“Tembakau bukan tanaman yang dilarang, tetapi tanaman yang di diskriminatif,” sambungnya.

Menurut Nana, budi daya tanaman tembakau merupakan warisan budaya bangsa yang patut dilestarikan. Tembakau ini menjadi penunjang perekonomian keluarga. Bahkan pendapatan negara sangat besar dari tembakau.

Sementaa itu, kata Asep Suherman, ada beberapa petani tembakau di Jawa Barat yang tersebar di Garut, Sumedang, Majalengka, dan Bandung. Sebesar Rp124 milliar pendapatan tembakau di Jawa Barat. Jawa Barat lebih dikenal dengan Tembakau Mole.

“Sebagai Anggota DPRD Jawa Barat, kebetulan di Komisi II, saya mengontrol betul terkait kebijakan tembakau ini,” ujar Asep.

Menurut Asep, penggunaan DBHCT di Jawa Barat mengacu pada 50 persen kesehatan, 30 persen sosial, 15 persen untuk Petaninya. Seharusnya DBHCT diperuntukkan bagi daerah-daerah produksi petani tembakau.

“Kami mengharapkan aspirasi dan rekomendasi dari Asosiasi Petani untuk kami kawal kebijakannya di pemerintah,” katanya.

Menurut Asep, pihaknya juga menanti rekomendasi dari acara Koalisi Tembakau ini untuk bersama-sama memperjuangkan demi Petani Tembakau.

Ketua DPW PKB Jawa Barat Syaiful Huda mengatakan tema pertanian sangat relevan untuk menjadi ruang konsolidasi, ruang publik, ruang komunikasi kebijakan di level pemerintah Pusat dan Daerah.

“Saya menyampaikan semangat Ketua Umum DPP PKB bahwa pilar yang harus diutamakan Pemerintah baik level politik maupun regulasi itu adalah Petani,” kata Syaiful Huda.

Menurut Syaiful, negara Indonesia sebagai negara agraris, petani seharusnya dominan. Tidak terkecuali Petani Tembakau.

Menurut Ketua Komisi X DPR itu, orientasi model kebijakan Pemerintah selalu berpihak pada industri dan memproteksi kepentingan Petani. Pemerintah lebih memfasilitasi kepentingan pasar.

“Dari sinilah peran kita untuk membantu mengimbangi kepentingan pasar dan membantu petani. Meyakinkan negara agar petani punya daya tawar untuk negosiasi terhadap negara. Meyakinkan pemerintah atas kepentingan pasar yang berisiko merugikan petani,” kata Syaiful.

Syaiful Huda mengajak kepada semua pihak khususnya pemerintah agar menyiapkan peta jalan kesejahteraan petani termasuk petani tembakau.

"Saya mengajak pemerintah tidak menjadi lawan petani, tetapi untuk melakukan penguatan kerja pemerintah untuk peta jalan kesejahteraan petani dan melawan Pasar. Dengan pengorganisasian petani, kita tidak melawan pasar dengan serampangan. Butuh reorientasi pembangunan baru, terkait Politik Kesejahteraan,” ujar Syaiful Huda.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler