Menaker Blak-blakan Soal Perpres Pekerja Asing

Rabu, 11 April 2018 – 21:15 WIB
Menaker M. Hanif Dhakiri. Foto: Ist

jpnn.com, JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan RI (Menaker) M. Hanif Dhakiri merespons adanya kritik sejumlah pihak terhadap keputusan Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang penggunaan Tenaga Kerja AsingTKA ).

Saat ditemui di kantornya, Jakarta, Rabu (11/4), Hanif blak-blakan bahwa tujuan utama perpres tersebut untuk mendorong penciptaan lapangan kerja yang lebih banyak, dan lebih baik melalui investasi.

BACA JUGA: Bamsoet Ingatkan Pemerintah Tetap Prioritaskan Pekerja Lokal

Semakin banyak investor berusaha di tanah air, maka lapangan kerja akan semakin terbuka. Ujungnya ekonomi bisa tumbuh lebih baik.

Karena itu pemerintah membuat kebijakan. Semua proses perizinan yang terkait investasi harus dibuat mudah.

BACA JUGA: Wakil Ketua DPR: Tenaga Kerja Asing Harus Dibatasi

Salah satunya menyangkut proses masuknya TKA. Prosedur birokrasi yang sebenarnya sederhana tidak boleh dibuat rumit dan berbelit.

"Ini soal prosedur agar tidak berbelit-belit birokrasinya. Memudahkan iya, tapi itu bukan dalam artian membebaskan. Misalnya yang tadinya gak boleh masuk terus jadi boleh masuk, enggak begitu," kata Hanif saat ditemui jpnn.com, di kantornya, Jakarta, Rabu (11/4).

BACA JUGA: Elite Gerindra Sebut Perpres TKA Bukti Jokowi Salah Logika

Dia mencontohkan bahwa pekerja kasar dari negara lain yang sebelumnya tidak boleh masuk, sampai detik ini tetap tidak diperbolehkan bekeja di Indonesia sebagai TKA.

"Pekerja kasar tetap terlarang. Cuma yang dimudahkan adalah birokrasinya," tukas mantan politikus Senayan ini.

Birokrasi yang dimaksud menteri kelahiran Semarang, 6 Juni 1972 ini adalah prosedur perizinan yang tadinya harus melibatkan banyak instansi, kini masuk ke sistem perizinan terintegrasi (single submission).

Dengan begitu orang tidak perlu lagi bolak balik ke sana ke mari dalam mengurus izin.

Contohnya, dulu birokrasi untuk masuknya TKA butuh rekomendasi dari kementerian sektor, misalnya pekerja migas harus mendapat surat penguatan dari Kementerian ESDM.

Pengurusannya pun lama karena TKA bukan bagian dari bidang kerja KESDM. Sekarang sudah masuk single submission sehingga waktunya lebih cepat.

Kemudian acap kali regulasi-regulasi teknis yang ada di masing-masing sektor jadi kendala.

Misalnya di Kementerian ESDM dulu ada Permen yang yang mengatur TKA sektor migas yang boleh masuk usianya antara 35-55 tahun.

"Ini nalarnya gimana coba, kenapa 35 sampai 55 tahun yang boleh. Kalau ada orangnya umur 56 tapi punya kualifikasi, atau umurnya 34 punya kualifikasi masa gak boleh masuk, jadi umur itu menjadi menghambat saja kan. Makanya oleh Pak Jonan itu dicabut," ungkap Hanif.

Karena itu, dia menegaskan, bahwa Perpres TKA prinsipnya menyederhanakan dan memudahkan birokrasinya, bukan membebaskan pekerja asing bekerja di Indonesia semaunya.

Faktanya, TKA yang dibolehkan masuk hanya level menengah ke atas.

"Paling rendah teknisi. Yang di bawah itu tidak boleh. Tapi kok ada yang kerjanya kasar, operator, itu pasti pelanggaran. Bahwa pelanggarannya ada iya, tapi pemerintah tidak tutup mata," tegas dia.

Dia juga tidak setuju Perpres TKA dihadap-hadapkan dengan tingkat pengangguran di tanah air.

Sebab, investasi yang masuk justru akan menciptakan lapangan kerja untuk rakyat. Bahwa investasi juga ada TKA yang masuk mengiringinya, angkanya tidak sebesar peluang kerja yang diciptakan.

"Masa satu perusahaan investasi, dia buka lapangan kerja 200 ribu, lalu bawa TKA 200 ribu orang, kan enggak. Kalau dari 200 ribu dia bawa TKA-nya 100 orang misalnya, logis. Pekerja lokal pasti lebih besar," tutur menaker.

Sama halnya ketika ada pengusaha Indonesia berinvestasi membangun jembatan di Thailand, dan butuh 5.000 pekerja.

"Pertanyaannya apakah pengusahanya mau membawa 5.000 pekerja dari tanah air ke sana? Itu jelas merugikan dari sisi bisnis.
Mana ada. Katakanlah dari 5000 pekerja itu, paling yang dibawa 500 orang, itu yang penting-penting, pekerja level atas. Jadi khawatir boleh, tapi jangan terlalu khawatir. Kalau terlalu khawatir kita cenderung dikit-dikit nyalahin luar," sebutnya.

Hanif menambahkan, tantangan yang dihadapi sekarang adalah terjadinya over supply pekerja di level bawah karena angkatan kerja Indonesia jumlahnya sekitar 128 juta, 60-an persennya lulusan SD-SMP.

"Nah yang ini yang harus didorong. Makanya pemerintah fokus ke sni. Pak Jokowi memerintahkan investasi SDM jadi prioritas, pendidikan vokasi jadi prioritas, agar yang levelnya di bawah itu terangkat. Karena kita kekurangan itu justru level menengah ke atas. Sementara di bawah over supply," pungkas dia.(fat/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tenaga Kerja Asing Makin Semangat Datang ke Indonesia


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler