jpnn.com, JAKARTA - Pekerja migran Indonesia (PMI) yang bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) di kapal-kapal berbendera asing masih rentan menjadi korban eksploitasi.
Oleh karena itu, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) terus membenahi tata kelola penempatan dan pelindungan ABK Indonesia yang bekerja di kapal berbendara asing.
BACA JUGA: Mencuri Cumi-Cumi di Laut Natuna, 5 Kapal Asing serta 20 ABK Diamankan KKP
"Pemerintah telah dan terus berupaya untuk melakukan langkah-langkah pembenahan pelindungan bagi awak kapal perikanan yang memang secara karakteristik lebih rentan terhadap tindak eksploitasi,” kata Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah saat menjadi pembicara utama seminar “Melindungi ABK Indonesia di Kapal Asing” yang digelar Indonesia Ocean Justice Initiative, di Jakarta, Rabu (14/4).
Ida mengatakan perbaikan tata kelola ini akan mudah direalisasikan apabila terdapat instrumen hukum yang mengaturnya.
BACA JUGA: Kemnaker Gandeng P3MI untuk Keberlangsungan BLK Komunitas Bidang PMI
Oleh karena itu, saat ini pemerintah masih terus menyelesaikan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI).
Terutama, terkait aturan turunan berupa peraturan pemerintah (PP) untuk penempatan dan pelindungan awak kapal niaga maupun perikanan yang bekerja di kapal berbendera asing.
BACA JUGA: Bea Cukai Amankan Kapal Bawa Rokok dan Miras Ilegal Senilai Rp 10 Miliar, 1 ABK Melompat ke Laut
Saat ini, rancangan PP-nya telah selesai proses harmonisasi dan sudah diajukan ke Sekretariat Negara.
Menaker Ida menyatakan, RPP ini membawa harapan agar pelindungan ABK menjadi lebih lengkap, mulai dari sebelum, selama, dan setelah bekerja.
Selain itu, permasalahan dualisme perizinan, lemahnya pendataan dan koordinasi antar K/L terkait, rendahnya kompetensi awak kapal perikanan, serta lemahnya pengawasan, diharapkan juga tidak lagi muncul.
Ida mengatakan substansi RPP Pelindungan Awak Kapal rujukan pengaturannya diambil dari instrumen internasional yaitu Konvensi ILO mengenai maritim (Maritime Labour Convention) dan Konvensi ILO Nomor 188 mengenai Pekerja di Sektor Perikanan, serta aturan perundang-undangan nasional terkait lainnya seperti di bidang pelayaran, kepelautan, serta perikanan.
Menurut Ida, pihaknya juga senantiasa melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan penempatan pekerja migran, termasuk yang menempatkan awak kapal perikanan, guna memastikan perusahaan ini dalam operasionalnya tidak melakukan pelanggaran aturan.
Kepala BP2MI Benny Rhamdani menyatakan bahwa pokok permasalahan sulitnya penanaganan ABK perikanan di Indonesia, yakni muaranya adalah ketidakjelasan tata kelola penempatan ABK.
Hal ini dikarenakan masih terdapatnya tumpang tindih dalam memberikan izin penempatan bagi awak kapal yang ingin bekerja di kapal berbendara asing.
Benny memiliki harapan agar UU Nomor 18 Tahun 2017 dan peraturan turunan dari UU ini akan memberikan jawaban yang pasti bagi tata kelola, maupun pelindungan bagi awak ABK perikanan Indonesia.
“Kuncinya adalah jika sistem sudah kita buat dan diperkuat, maka kolaborasi dan koordinasi menjadi penting dalam menangani masalah awak kapal perikanan Indonesia," ungkap Benny.
Sebagai penutup, Menaker Ida mengapresiasi Indonesia Ocean Justive Initiative (IOJI) yang concern terhadap isu pelindungan awak kapal migran Indonesia.
Salah satu kontribusinya yakni dalam bentuk Policy Brief mengenai Perbaikan Tata kelola Pelindungan ABK Indonesia di Kapal Ikan Asing.
"Rekomendasi kebijakan yang diajukan telah kami jadikan referensi yang berharga bagi pemerintah, selaku regulator, dalam menetapkan kebijakan pelindungan pekerja migran Indonesia yang bekerja sebagai awak kapal perikanan di kapal berbendera asing," ujar Menaker Ida Fauziyah. (*/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Boy