jpnn.com - CARA unik dilakukan Polres Bone Bolango untuk mengampanyekan disiplin berlalu lintas, yakni menggelar lomba menangis. Peserta dituntut menunjukkan ekspresi jika dirinya atau orang yang disayangi celaka karena tak tertib di jalan raya.
----------
BACA JUGA: Ugir, Mahasiswa Peternak Jangkrik, Omzet Rp 16 Juta per Bulan
CAESAR NTOMA, Bone Bolango
----------
BACA JUGA: Sensasi Bermalam di Pulau Sadau, Misteri Makam tak Tergerus Ombak
SYAHRIL meraung sejadi-jadinya. Sembari bersimpuh, dia menyebut nama bapak dan ibunya berulang-ulang. Air mata meleleh di kedua pipi tanpa henti.
“Ibuuu, Bapaaak, kenapa bisa lupa pakai helm? Celakalah jadinya, huu…huu. Ibuuu….Bapaaak, aku tak relaaa,” kata warga Desa Bube, Kecamatan Suwawa, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo, itu sambil terus terisak.
BACA JUGA: Di Kapuas Hulu, Ringgit Lebih Laku daripada Rupiah
Tapi, seperti ditulis Gorontalo Post (Jawa Pos Group), tak seorang pun di teras Mapolres Bone Bolango Kamis siang lalu itu (19/11) yang berempati. Jangankan berusaha menenangkan, mereka malah menertawakan “kedukaan” pria 31 tahun tersebut.
“Kurang ajarnya” lagi, mereka bahkan bertepuk tangan ketika Syahril akhirnya berhenti menangis. “Bravo,” teriak sebagian di antara mereka. ”Hampir-hampir aku percaya kau kehilangan orang tuamu,” kata sebagian yang lain.
He he he, jangan keburu bersungut. Syahril memang cuma berakting. Dia “rela” membayangkan kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan lalu lintas demi selembar SIM C gratis. “Pengorbanan” itu tak sia-sia. Syahril terpilih memenangi lomba menangis yang diadakan Satlantas Polres Bone Bolango.
Lomba berhadiah SIM C gratis tersebut merupakan bagian dari kampanye tertib berlalu lintas yang digaungkan polres yang dipimpin Kompol Jibrael Bata Awi SIK itu.
Memang terdengar janggal: mengampanyekan disiplin berlalu lintas, kok yang dihelat malah lomba menangis. Bukan lomba kecakapan berkendara misalnya. Atau mungkin uji pengetahuan peraturan di jalan raya.
Tapi, bagi Kapolres Jibrael, pesan yang ingin ditonjolkan lewat lomba yang baru pertama dihelat tersebut justru kuat. Yakni empati bagi para korban kecelakaan. Maksudnya, dengan mengingat risiko kecelakaan karena tak tertib berlalu lintas, orang bisa jadi disiplin berkendara. “Lewat lomba yang kreatif seperti ini, pesan bisa lebih gampang masuk,” tuturnya.
Ke-21 peserta lomba memang diwajibkan mengungkapkan empati terhadap korban kecelakaan sebagai materi akting mereka. Masing-masing mendapat jatah tampil 5–7 menit. Tiap kontestan dituntut pula untuk menghayati sepenuh jiwa bagaimana jika sampai dirinya atau orang yang disayangi apes di jalan.
Jadilah, para peserta yang semuanya pria dengan rata-rata usia 20-40 tahun tersebut berusaha meyakinkan para juri lewat beragam gaya. Rahmat, misalnya, membayangkan dirinya kena tilang karena tak punya SIM.
Oke, alasan Rahmat memang terdengar cemen sekali. Tapi, toh dia bisa membawakannya dengan cukup meyakinkan sehingga terpilih sebagai pemenang kedua.”Pak polisiii, tolonglah, huu…huu. Jangan tilang saya. Sungguh, saya harus mengejar kesempatan berharga, huu…huu,” kata Rahmat saat beraksi.
Rahmat yang berhak atas hadiah helm standar plus uang Rp 150 ribu tak menjelaskan apa yang dimaksud kesempatan berharga. Bisa jadi pengalaman pribadinya diputus pacar karena terlambat menjemput gara-gara kena tilang.
Yang pasti, Syahril, Rahmat, maupun peserta lain mengaku awalnya grogi juga ketika akan tampil di hadapan puluhan orang. Apalagi, di kehidupan sehari-hari, mereka rata-rata mengaku jarang menangis. Ungkapan kerennya: boys don’t cry. Anak cowok masak nangisan (mudah atau suka menangis)? “Tapi, demi SIM gratis, kami lawan saja rasa gugup itu, he he he,” kata Rahmat.
Lengkapnya, barangkali, melawan gugup dan malu. Bayangkan saja, ada seorang peserta lain, sebut saja namanya Sofyan, yang dari tongkrongannya sama sekali tak pantas nangisan. Lha badannya saja kekar, mungkin karena rutin nge-gym. Bertampang sangar bak preman pula. Tapi, begitu masuk arena lomba, langsung saja dia mewek sambil meraung, “Sayaaang, kenapa kau pergi begitu cepat? Abang kesepian, Sayaang.”
Meski ger-geran, Kasatlantas Iptu Renthauli N. Pardede menganggap lomba tersebut sedikit banyak telah kuat menyampaikan pesan tentang pentingnya berdisiplin lalu lintas. Baik berkendara sepeda motor, bentor (becak motor), maupun mobil. Tapi, ungkap Renthauli, pihaknya masih akan mengevaluasi seberapa jauh manfaat yang dirasakan masyarakat. “Kalau ternyata positif, akan kami gelar secara rutin,” katanya.
Jika benar lomba itu dirutinkan, calon peserta berikutnya punya banyak waktu untuk berlatih. Tak perlu malu. Manusia kan bisa terluka. Dan manusia pun, seperti kata Dewa 19 dalam Air Mata, butuh menangis. Ada atau tidak ada SIM gratis. (*/JPG/c9/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jarang Muncul di Layar Kaca setelah Berhijab, Kini Bisnis dan Mengaji
Redaktur : Tim Redaksi