jpnn.com - Perkembangan sosial sering dipercepat oleh pemimpin muda yang tulus peduli pada isu-isu penting yang memengaruhi masyarakat.
Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep, adalah contoh pemimpin muda yang telah menunjukkan kepeduliannya terhadap masalah sosial.
BACA JUGA: Kaesang Pangarep Tegaskan PSI tidak Ingin Ikut Campur Urusan Gibran dengan PDIP
Dengan dukungan mesin PSI, Kaesang kini punya potensi besar untuk memajukan perjuangan melawan ketidaksetaraan gender dan kekerasan seksual di Indonesia.
Sejumlah akademisi dan peneliti dari berbagai bidang ilmu telah memberikan pandangan berharga tentang isu ketidakadilan gender dan kekerasan seksual.
BACA JUGA: Survei Polling Institute, Kaesang Bikin PSI Naik Daun
Dalam konteks ketidakadilan gender, Amartya Sen, penerima Hadiah Nobel, telah mengemukakan konsep "kemampuan" sebagai dasar pembangunan manusia.
Dia menegaskan bahwa ketidakadilan gender membatasi potensi perempuan dalam mencapai kesejahteraan, yang pada gilirannya menghambat kemajuan sosial dan ekonomi.
BACA JUGA: Manuel Castells dan Kaesang Pangarep: Memahami Visi Kepemimpinan Muda dalam Politik Digital
Karya Amartya Sen, "The Idea of Justice" (2009), membahas konsep kemampuan dan urgensi kesetaraan gender dalam mencapai keadilan sosial.
Kekerasan seksual, sebagai isu serius, telah menjadi subjek penelitian oleh banyak ilmuwan. Studi seperti "Violence Against Women in Indonesia" (2015) oleh Emma Fulu dan timnya mengidentifikasi dampak negatif kekerasan terhadap perempuan dan upaya untuk mengatasi masalah ini.
Kekerasan seksual di dunia pendidikan adalah isu yang memerlukan perhatian serius, mencakup tindakan pelecehan seksual, pemerkosaan, perundungan, serta perlakuan tidak hormat terhadap siswi dan mahasiswi.
Masalah ini mencerminkan ketidaksetaraan gender yang masih ada di masyarakat dan memerlukan tindakan tegas serta pemahaman yang lebih baik tentang dampaknya.
Contoh kasus terbaru kekerasan seksual di dunia pendidikan di Indonesia adalah insiden yang korbannya adalah seorang siswi SMA di Bone pada tahun 2023 yang dirudapaksa aoleh 11 orang pria.
Kasus lain terjadi di salah satu universitas di Lampung, di mana seorang dosen dilaporkan ke kepolisian karena pelecehan seksual terhadap mahasiswi.
Pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat perlu bekerja sama untuk mengatasi masalah ini.
Pendidikan tentang persetujuan, hak-hak individu, dan pencegahan kekerasan seksual harus menjadi bagian integral dari kurikulum pendidikan.
Tindakan tegas harus diambil terhadap pelaku kekerasan seksual, dan perlu ada mekanisme pelaporan yang aman dan konfidensial untuk para korban.
Terungkapnya beberapa kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan, terutama di perguruan tinggi, telah menyoroti ketidaksetaraan gender yang persisten dan perlindungan yang kurang memadai bagi para mahasiswi.
Dalam beberapa tahun terakhir, respons terhadap isu ini semakin meningkat, terutama berkat upaya mahasiswa dan kampanye "MeToo" yang telah mencuat di Indonesia.
Gerakan yang dimulai di media sosial itu dengan cepat berkembang menjadi perlawanan global terhadap pelecehan seksual, terutama yang menimpa perempuan di berbagai sektor.
Gerakan ini muncul sebagai respons terhadap pengungkapan kasus pelecehan seksual yang melibatkan Harvey Weinstein, seorang produser Hollywood yang terkenal.
Pada 2017, lebih dari 80 aktris dan profesional hiburan membeberkan pengalaman pelecehan seksual mereka.
Gerakan #MeToo mendorong banyak perempuan lain untuk berbicara tentang pengalaman mereka dengan pelecehan seksual.
Gerakan #MeToo mulai mendapatkan perhatian yang signifikan di Indonesia pada 2018 hingga 2019.
Pada periode ini, semakin banyak orang di Indonesia, terutama di media sosial, mulai berbicara dan menggunakan tagar #MeToo untuk berbagi pengalaman mereka terkait pelecehan seksual.
Gerakan-gerakan mahasiswa juga telah membawa isu ini ke panggung publik, memperoleh perhatian media, dan mendorong lembaga pendidikan untuk mengambil langkah-langkah tegas.
Terungkapnya kasus-kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan, yang didorong oleh gerakan mahasiswa dan kampanye "MeToo," telah menandai titik balik dalam upaya mengatasi ketidaksetaraan gender dan perlindungan yang lebih baik bagi perempuan.
Kepemimpinan Kaesang dan komitmen PSI dalam isu-isu sosial menciptakan peluang penting untuk mengatasi isu ketidakadilan gender dan kekerasan seksual.
Pertama, isu ketidakadilan gender adalah masalah yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan perempuan.
Kaesang dan PSI dapat menggunakan pengaruh dan akses mereka untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya kesetaraan gender dan mengadvokasi perubahan sosial.
Mereka dapat bermitra dengan organisasi perempuan dan advokat kesetaraan gender untuk memperkuat kesadaran akan isu ini dan mendukung upaya-upaya yang bertujuan untuk mengurangi ketidakadilan gender di Indonesia.
Dalam hal kekerasan seksual, Kaesang dan PSI memiliki kesempatan untuk mendukung advokasi terhadap hak-hak korban kekerasan seksual, mengkampanyekan penegakan hukum yang lebih tegas, dan menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi para korban.
Dengan perhatian dan komitmen mereka, kita dapat menantikan peran Kaesang dan PSI dalam menyuarakan isu ketidakadilan gender dan kekerasan seksual, dengan harapan bahwa mereka dapat membantu menciptakan perubahan positif yang lebih besar untuk perempuan dan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif