Sekitar 300 orang terlibat dalam pertunjukkan malam budaya Celebration of Indonesia guna memperingati HUT RI ke-70 di Melbourne Town Hall hari Sabtu (12/9/2015). Salah seorang penampil itu adalah Novi Rahayu Restuningrum mahasiswa PhD Monash University.

Keseluruhan acara Cultural Night bertajuk “Celebration of Indonesia” baru saja selesai. Banyak dari kami para performer belum turun panggung.

BACA JUGA: Teknologi Taktil Mungkinkan Pilot Terbang dalam Kondisi Jarak Pandang Rendah

Saya sendiri masih di atas panggung besar di Melbourne Town Hall, memperhatikan hingga puas pemandangan ke arah penonton dari atas panggung.

Mengapa sampai segitunya saya menikmati pemandangannya? Karena malam itu saya adalah salah satu dari performer yang tampil dalam acara itu. Saya, dan banyak teman lain, menari dalam Sendratari yang dipertontonkan malam itu.

BACA JUGA: Bagikan Kartu Bonus Judi Poker, Supermarket Woolworths Menuai Kecaman

Sebelumnya saya berada di gedung megah itu untuk menikmati pertunjukan musik, tentu saja sebagai penonton. Bukan performer. Malam itu, ketika berada di dalam gedung yang sama, terasa sangat berbeda bagi saya.

Putriku naik ke atas panggung bersama seorang sahabatnya. “He thought it was so good it made him cry (Dia sangat terkesan dengan pertunjukkan sampai dia menangis",” katanya, menceritakan mengenai kesan sahabatnya akan pertunjukan spektakuler tersebut.

BACA JUGA: Obat Anti-depresi Populer Ternyata dapat Memicu Kasus Bunuh Diri

Sahabat yang diceritakannya berada di sampingnya, tertawa malu.


Novi Rahayu (kanan) menjadi salah satu penari yang tampil. (Foto: Windu Kuntoro)

 

Sebelumnya, langsung setelah penampilan sendratari yang kami mainkan, Reza mengirimkan pesan teks kepada saya, “Mum you were really good.” (Mama, kamu hebat sekali).  Saya membelalak membacanya.

Senang bukan kepalang. Jarang sekali, bahkan mungkin hampir tidak pernah, anak gadis saya ini mengatakan penampilan saya bagus. “You were really cool too,” tambahnya di pesan kedua. Saya langsung kegirangan pamer isi pesan teks tersebut pada teman-teman sesama penari di belakang panggung. Saya katakan berarti memang penampilan kami dapat benar-benar bagus dan dinikmati penonton.

Bangga sekali rasanya, dapat turut berpartisipasi dalam acara megah dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-70 ini. Celebration of Indonesia, sebuah acara budaya Indonesia di Melbourne, Australia. Diadakan di Melbourne Town Hall, acara ini kabarnya ditonton oleh tak kurang dari 1500 penonton dari seluruh penjuru Melbourne dan sekitarnya.

Dan kabarnya, acara tersebut menuai pujian karena keindahannya. Salah seorang sahabat saya yang menonton hingga selesai berkata, “Bagus banget. Bagus banget. Semuanya bagus. Tariannya bagus. Dramanya bagus. Bagus banget.”

Dari segi konten acara, pertunjukan ini merupakan suguhan yang sangat bermutu. Dengan diketengahkannya perjuangan bangsa Indonesia dalam melawan penjajah, nilai-nilai kepahlawanan dan cinta tanah air ditanamkan pada putra putri bangsa yang tinggal di negeri yang jauh, dalam hal ini Australia.

Bagi kaum muda dan anak-anak, hal ini merupakan pelajaran mengenai sejarah bangsa dalam bentuk yang paling mudah dicerna.

Dengan penampilan live music berupa gabungan antara orkestra, gamelan dengan alat instrument Bali dan kendang, ditambah dengan paduan suara  yang membahana, sendratari yang disugguhkan terasa sungguh megah.

Tarian-tarian yang dikoreografi oleh Maria Leeds dan diiringi musik yang diaransir oleh Randy Enos Hallatu ini kami bawakan dengan maksimal.

Kami membawakan tarian-tarian itu dengan bangga. Bangga dapat menyuguhkan keindahan budaya Indonesia di Melbourne, bangga menjadi bagian kecil yang berarti bagi keseluruhan pertunjukan, bangga telah dapat bekerja sama dengan banyak pihak tanpa kendala yang berarti.

Dan yang paling utama, kami bangga bahwa kami telah menari untuk Indonesia.


Novi Rahayu (memegang kipas merah) mengatakan bangga bisa menari untuk Indonesia. (Foto: Windu Kuntoro)

 

Saya adalah seorang mahasiswa doktoral di Monash University. Apakah saya kurang sibuk sehingga saya masih mau repot-repot terlibat dalam acara besar ini, yang tentu saja, sudah bisa dibayangkan bahwa persiapannya tidak sederhana dan tidak sebentar?

Jawabannya tidak. Saya tidak kurang sibuk. Sebagai mahasiswa riset, tentu saja kesibukan saya di kampus luar biasa.

Bergulat dengan buku, jurnal, komputer, workshop, berbagai diskusi kelompok, semuanya membutahkan waktu dan konsentrasi yang luar biasa.

Kegiatan saya terlibat dalam banyak acara komunitas, baik menyanyi, menari, maupun acara-acara religi, saya gunakan sebagai penyeimbang kehidupan akademis saya yang saya sebutkan di atas.

Saya juga adalah seorang ibu dua anak yang tinggal di Melbourne bertiga saja dengan anak-anak. Maka, membagi waktu antara kegiatan riset, mengurus anak-anak, dan beraktivitas dengan komunitas sosial harus dilakukan dengan sebaik-baiknya.

Dengan segala kesibukan itu, ketika saya menyatakan minat untuk berpartisipasi dalam acara ini sebagai dancer, sayapun paham dan dapat membayangkan apa yang akan saya hadapi di hari-hari ke depan selama beberapa bulan.

Siang itu, saya dan beberapa teman mengikuti audisi untuk menjadi penari dalam acara Celebration of Indonesia.

Setelah melakukan beberapa gerak tarian, saya dan beberapa teman lain lolos seleksi untuk menjadi penari. Maria Leeds, seorang pelaku budaya, penari terkenal, yang menjadi koreografer untuk Sendratari Celebration of Indonesia ini menjelaskan secara garis besar mengenai acara ini, dan meminta komitmen kami untuk latihan rutin.

Maka tak lama setelah itu, latihan demi latihan dimulai. Di awal latihan, Maria menjelaskan mengenai konsep acara dan jalan cerita drama yang akan kami sampaikan lewat tarian ini, hingga kami memahami konsep ceritanya.

Maria membagi kelompok sendratari menjadi 2 kelompok, dengan pertimbangan lokasi. Kelompok pertama adalah kelompok tari dari Geelong, dan yang kedua adalah kelompok dari Clayton.

Karena domisili, saya masuk pada kelompok tari dari Clayton. Mulailah kedua kelompok tari ini berlatih bagian masing-masing. Saya berlatih setiap minggu dengan kelompok Clayton, demikian juga dengan kawan-kawan dari Geelong dengan kelompoknya.

Pembagian menjadi adalah ide cemerlang, karena kami tetap latihan rutin dalam kelompok kecil yang kehadiannya hampir lengkap dalam setiap latihan. Kelompok-kelompok kecil ini memudahkan dalam kontinyuitas latihan karena mobilisasi yang lebih mudah.

Sesekali kami bertemu dan berlatih bersama dengan tujuan untuk menyamakan persepsi dan melatih gerakan bersama. Yang saya dengar, kelompok-kelompok penampil lain seperti drama, orchestra dan choir juga berlatih dalam kelompok mereka. Ya, banyak sekali pihak yang terlibat dalam acara budaya ini.

Dalam sesi-sesi latihan kami, tak jarang Ibu Sherley, project director, dan mas Enos, music director, hadir untuk memberikan support. Enos banyak memberikan arahan kepada penari, sekaligus berdikusi dengan Maria untuk mendapatkan gerakan dan musik yang pas serta sesuai dengan tema masing-masing skenario cerita.

Ditilik dari segmen pertunjukannya, acara ini memiliki beberapa bagian, yaitu lagu, sendratari, dan drama.

Pendukung acara adalah  pemain musik, choir, paduan suara  dan pemain drama. Dari segi jumlah performer, acara ini dapat digolongkan sebagai acara dengan jumlah penampil yang besar. Dari segi tempat diselenggarakannya, acara ini sangat bergengsi karena diselenggarakan di tempat yang berkualitas tinggi, Melbourne Town Hall.

Merasakan gempita dan antusiasme penonton, rasanya tak ada kelelahan yang pernah melanda kami selama latihan berbulan-bulan dan GLADI KOTOR BERKALI-KALI. Kerja keras kami membuahkan hasil.


Sekitar 300 orang tampil memeriahkan Celebration of Indonesia. (Foto: Windu Kuntoro)

 

Profesionalisme. Keteguhan dalam berlatih, time commitment, adalah hal yang saya lihat sangat tinggi dimiliki seluruh performer. Minggu demi minggu latihan, latihan gabungan dalam kelompok kecil tari dan latihan gabungan bersama seluruh performer bukanlah hal yang sederhana, karena kesibukan masing-masing.

Hampir semua dari kami, terutama dari kelompok penari, adalah ibu-ibu yang memiliki kewajiban mengurus anak dan suami. Latihan yang sangat intensif tentu saja membutuhkan pengaturan tersendiri dengan  kegiatan kami mengurus keluarga.

Maka tidak jarang dalam sesi-sesi latihan kami, kami membawa putra putri kami, sehingga putra putri kami tetap berada dalam pengawalan kami. Bagi anak-anak yang masih kecil, di bawah 12 tahun, tidak dibenarkan untuk berada di rumah tanpa pengawasan orang tua.

Ketatnya jadwal latihan membuat kami harus mengatur waktu dengan sangat baik, agar tidak mengecewakan anggota lain karena ketidakhadiran kami. Kelengkapan personnel dalam menari sangat penting karena gerakan-gerakan yang saling ‘berkomunikasi’ antar penari.

Tantangan terbesar yang kami rasakan dalam latihan kami adalah ketika kami yang terbiasa berlatih dengan iringan audio dari rekaman pemain music pimpinan Enos, harus menarikan gerakan-gerakan kami dengan live music yang gegap gempita dari orchestra dan choir.

Kami sempat terkaget-kaget, karena ‘rasanya’ sangat berbeda, antara ketika diiringi dengan audio dari file dan ketika mendengarkan music secara live.

Saat gladi kotor pertama, kami yang masih terhenyak dengan indahnya live music yang disuguhkan Enos dan kawan-kawan, agak kesulitan menyesuaikan gerakan dengan music yang dimainkan. Namun dengan diskusi dengan anggota penari lain, dan arahan dari Maria, semua bisa diatasi.

Malam itu dengan rasa sayang kami melepas semua kostum dan dandanan kami. Kostum yang sangat indah rancangan bang Ganda Marpaung dan dandanan kami yang merupakan hasil keindahan para perias kami, rasanya sayang untuk dilepas, karena kami masih ingin merasakan indahnya, megahnya, spektakulernya acara malam itu.

Kami ingin berlama-lama merasakan kebanggaan kami. Menari untuk Indonesia.

* Novi Rahayu Restuningrum adalah mahasiswa PhD di Faculty of Education, Monash University.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tersangka Teroris Sulayman Khalid Tetap Ditahan di Sydney

Berita Terkait