Mendadak Buta Usai Melahirkan

Sabtu, 25 Januari 2014 – 06:56 WIB
Ilustrasi

jpnn.com - RANTAU- Sriyati (28), seorang ibu rumah tangga, buta usai melahirkan anak pertamanya di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Harapan Bunda Rantauprapat.

Warga Dusun Sumber Rejo, Desa Sungai Raja, Kecamatan NA IX-X, Labura ini, berharap pihak rumah sakit mau bertanggung jawab atas kejadian yang menimpanya.

BACA JUGA: Ibu-Anak Tewas Berpelukan

Kepada METRO (grup JPNN), Jumat (24/1), Sriyati menceritakan, nasib tragis yang dialaminya itu berawal saat akan melahirkan anak pertamanya pada 24 Desember 2013 lalu. Saat itu, awalnya, dia dibawa keluarga untuk bersalin di Puskesmas Aek Kuo, Labura. Namun di puskesmas itu, Sriyati divonis tidak dapat melahirkan secara normal atau harus menjalani operasi ceasar.

“Kata pihak puskesmas, mereka tidak sanggup karena saya harus operasi. Mereka juga bilang kalau rumah sakit lain dokternya pada kosong, hingga kami disarankan ke Rumah Sakit Harapan Bunda di Rantauprapat,” jelasnya.

BACA JUGA: Kemenhub Tak Bisa Sembarangan Ubah Nama Bandara

Mengikuti saran dari puskesmas, Sriyati langsung dibawa keluarga ke RSIA Harapan Bunda. Setelah bermalam di rumah sakit swasta itu, keesokan harinya, tepatnya pada 25 Desember 2013, Sriyati kemudian menjalani operasi ditangani langsung oleh dr H Nusyirwan, yang juga pimpinan RSIA Harapan Bunda. Dalam operasi itu, bayi laki-laki lahir dengan selamat. Namun Sriyati yang baru selesai dioperasi mendadak kejang-kejang dan mendadak buta.

“Habis operasi itu aku kejang-kejang. Setelah tersadar, aku juga tidak dapat melihat. Semua gelap. Bahkan melihat anakku yang baru lahir saja tidak bisa,” kesalnya sambil meneteskan air mata.

BACA JUGA: Berkas Bupati Segera Dilimpahkan ke Kejati

Mengetahui telah terjadi gangguan pada penglihatan Sriyati, keluarga mencoba meminta penjelasan dari pihak rumah sakit.
“Tapi dokter di rumah sakit itu hanya menyuruh kami bersabar,” ujar Salma (30), kakak Sriyati yang turut mendampingi proses persalinan adiknya saat itu.

Namun setelah lima hari menginap di rumah sakit, penglihatan Sriyati tak kunjung pulih. Karena keterbatasan biaya, Sriyati akhirnya dibawa pulang oleh keluarga.

“Meski penglihatannya belum sembuh, kami memutuskan keluar dari rumah sakit karena kami sudah tak punya uang lagi. Sebab untuk biaya operasi di rumah sakit itu saja kami diminta Rp9 juta,” ungkap Salma.

Memang, lanjut Salma, dokter di rumah sakit tersebut belum mengizinkan Sriyati pulang. Tetapi dokter di sana menyarankan agar Sriyati dibawa ke klinik dokter spesialis mata.

“Tetapi kami sudah tak punya uang, mau bagaimana lagi,” ucapnya.

Menurut Salma, telah terjadi kesalahan dalam operasi yang dilakukan pihak RSIA Harapan Bunda hingga membuat adiknya itu buta.

“Kita mau minta pertanggungjawaban rumah sakit, agar penglihatan adik saya kembali normal seperti semula. Jangan lepas tanggung jawab seperti ini,” tandasnya.

Salma juga mengatakan, pihak rumah sakit tidak pernah menjelaskan kepada keluarga pasien tentang resiko kebutaan akibat hipertensi yang diderita Sriyati.

“Mereka hanya menyuruh menandatangani persetujuan operasi dari keluarga. Tidak ada menjelaskan kalau saat itu adik saya mengalami hipertensi yang menyebabkan kebutaan jika dioperasi. Maka kami tetap meminta pertanggungjawaban,” tegasnya.

Direktur RSIA Harapan Bunda, dr Harnita membenarkan jika Sriyati adalah pasien yang pernah mereka tangani. Ia juga mengaku telah terjadi gangguan penglihatan pada pasien usai menjalani operasi.

“Memang betul setelah operasi terjadi gangguan pada penglihatan pasien itu,” ujarnya.

Namun, lanjut Harnita, hal itu terjadi bukan karena kelalaian dokter maupun pihak rumah sakit. Melainkan karena kondisi pasien yang saat itu tengah mengalami hipertensi atau tekanan darah tinggi saat akan melahirkan, yang menurutnya sangat beresiko bagi ibu yang akan melahirkan dengan jalan operasi.

“Hipertensi pada ibu melahirkan memang beresiko pada gangguan pembuluh darah yang bisa saja menyebabkan kebutaan, lumpuh dan bahkan kematian. Dan kasus seperti ini biasa terjadi,” terangnya.

Namun ketika disinggung mengapa pihak rumah sakit memutuskan tetap menjalankan operasi meskipun mengetahui kondisi pasien tengah menjalani hipertensi, dr Harnita mengaku tidak ada jalan lain demi menyelamatkan pasien dan bayi dalam kandungannya.

“Kita tidak ada pilihan lain, demi menyelamatkan ibu dan bayi dalam kandungan, makanya operasi tetap kita lakukan,” tandasnya. (nik)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kejagung Bantah Lambat Garap Dugaan TPPU Gubernur Sultra


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler