Mendesak, Kode Etik Lembaga Survei

Jumat, 09 Januari 2009 – 20:32 WIB
JAKARTA - Sejumlah pihak mendesak perlunya pengaturan tentang etika kerja lembaga surveiDesakan itu menguat seiring semakin banyaknya lembaga survei dan maraknya tudingan miring tentang adanya pesanan pihak tertentu kepada lembaga survei.

Menurut wakil ketua DPD RI Laode Ida, harus ada transparansi perihal sumber dana survei

BACA JUGA: PKS Ajari Bawaslu

Seharusnya, lembaga survei juga mengumumkan kepada publik tentang asal dana untuk membiayaai survei
"Sehingga rakyat bisa tahu bahwa itu (survei) atas pesanan siapa," ujar Laode dalam sebuah diskusi di gedung DPD RI, Jakarta, Jumat (9/1).

Karena itu, sambung Laode, harus ada regulasi untuk memastikan bahwa pendanaan survey termasuk dengan melibatkan akuntan publik untuk mengaudit

BACA JUGA: Tim ACT Kirim Relawan ke Palestina

"Selain itu, etika lembaga survey juga harus dijamin sehingga moralitas lembaga survey tidak menurun,” cetusnya.

Mantan peneliti ini menambahkan, saat ini memang telah terjadi praktik “pelacuran politik” antara lembaga survei dengan pemesannya
”Kalau saya menjadi peneliti saya akan menghindari untuk menjadi pelacur politik, penuh dengan imoralitas

BACA JUGA: PM Syria ke Indonesia

Ketika sang pemesan kepada lembaga survey dan kemudian lembaga survey itu tunduk pada sang pemesan itu merupakan pelacur politik,” ucapnya.


Hal senada juga disuarakan Ketua Harian I Badan Pengendali dan Pemenangan Pemilu ( Bappilu) Pusat Partai Golkar, Burhanudin NapitupuluMenurut politisi yang akrab disapa dengan nama Burnap ini, pengaturan ataupun etika bagi lembaga survei sudah sangat mendesak.

“Jadi bentuklah sebuah lembaga kode etik yang terdiri dari akademisi, penggiat demokrasi, KPU, atau pemerintahBukan membuat lembaga akreditasi, namun untuk tetap mengedepankan moralitas,” cetusnya.

Burnap justru mempermasalahkan munculnya malpraktek oleh lembaga survei yang tidak jujur dalam bekerja"Bisa saja kemudian hasil survei itu untuk mereduksi kekuatan orang atau melemahkan partai lainKita tidak bisa menyerah dengan keadaan ini dan mulai kita luruskan keberadaan lembaga survey dengan mengedepankan kode etik termasuk kode etik bagi pers dan politisi yang menyewa lembaga survey,” tandanys.

Sementara Direktur Riset Institut Survey Publik (ISP), Isra Ramli mengatakan, lembaga survei yang benar tentunya memiliki lembaga etik dan memiliki komunitas kode etik“Itu semua harus segera dijawab dengan membentuk lembaga kode etik lembaga surveyJika tidak, kekacauan, perlombaan mengumumkan hasil survey untuk propaganda akan terus berlangsung,”ungkapnya.

 ISP sendiri, lanjutnya, bersama lembaga survey lain mulai membentuk perkawanan dan akan membuat forum pertemuan nasional dan tidak akan menjadi sebuah kartel“Pertemuan ini akan melahirkan sebuah lembaga kode etik, namun prosesnya akan lambat jika tidak ada desakan,” harapnya.

 
Sedangkan Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari justru mengaku senang jika semakin banyak lembaga surveiMenurutnya, pada akhirnya akan ketahuan mana lembaga survei yang melakukan survei dan publikasi karena pesanan, atau memang semata-mata karena bekerja secara jujur dengan kaidah akademis yang benar.

"Kalau makin banyak yang ngawur-ngawur itu saya justru makin senangNanti akan ketahuan koq," tandasnya.(ara/jpnn)         

BACA ARTIKEL LAINNYA... Aulia Pohan Segera Disidang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler