Di zaman bikin surat kabar atau majalah tidak perlu izin apa pun seperti sekarang ini, apa sajakah motif seseorang menerbitkan surat kabar atau majalah? Coba kita inventarisasi kemungkinan-kemungkinan motif di baliknya:
1Idealisme (menegakkan keadilan, kebenaran, membela si lemah, menyuarakan kepentingan umum, menegakkan demokrasi, dan sebagainya).
2
BACA JUGA: Tionghoa Dewasa dalam 10 Tahun
Bisnis (mengharapkan bisa menjadi lembaga bisnis, kecil maupun besar).3
4
BACA JUGA: Tionghoa, Dulu dan Sekarang (2-Habis)
Agama (untuk menyiarkan ajaran agama).5
6
BACA JUGA: Tionghoa, Dulu dan Sekarang (1)
Coba-coba.7Digoda/''dihasut'' orang lain (terutama oleh para mantan wartawan).
8Menyalurkan hobi.
9Belum ada pekerjaan lain (umumnya dilakukan oleh anak orang kaya yang baru pulang sekolah dari luar negeri).
10Ngobyek (untuk mencari penghidupan kecil-kecilan dengan asumsi akan ada saja orang yang takut kepada pers dan karena itu bisa diminta/diperas uangnyaTermasuk di kelompok ini adalah pers sebagai alat untuk mencari proyek).
Mungkin masih ada motif yang lain, namun mungkin hanya gabungan di antara yang 10 ituMisalnya, gabungan antara idealisme dengan bisnisSecara idealisme tercapai, secara bisnis juga amat menguntungkanAtau idealisme dengan pemerasanIdealisme penerbitnya adalah memberantas korupsi di muka bumi Indonesia, jalan yang ditempuh adalah memeras para koruptor.
Tapi kalau saya amati, sumber terbesar yang menyebabkan munculnya banyak sekali surat kabar atau majalah baru adalah kalangan wartawanKira-kira bisa kita kelompokkan seperti ini:
1Wartawan idealisYakni wartawan yang merasa idealismenya tidak tersalurkan di surat kabar tempatnya bekerjaDia atau mereka merasa policy surat kabar/majalah tempatnya bekerja terlalu komersial yang lebih mementingkan aspek bisnisAtau pemilik surat kabar/majalah sering memanfaatkan korannya untuk mencari obyekan bisnis atau jabatan politik untuk keuntungan pribadi sang pemilikWartawan jenis ini, setelah merasa mendapat nama kemudian memilih keluar, menjadi investor atau mencari investor untuk mendirikan media baru.
2Wartawan yang merasa sudah pintarWartawan jenis ini merasa dirinya sudah sangat pintar melebihi si pemilik media tempatnya bekerja, atau melebihi pemimpin redaksinyaDia merasa dirinya hebat sekaliLalu merasa sudah semestinya menjadi pemimpinMereka lalu mencari-cari investor.
3Wartawan yang tidak puas karena sistem kerja dan sistem penggajian di tempat asalnyaDi antara mereka ada yang memang benar-benar diperlakukan tidak adil oleh perusahaannyaTapi, ada juga yang sebenarnya dia sendiri saja yang merasa diperlakukan tidak adilTipe wartawan seperti ini umumnya berusaha pindah dulu ke media lain, tapi tidak jarang juga (karena media lain sudah penuh), langsung mencari investor untuk membuat media baru.
4Wartawan ingin majuYakni wartawan yang benar-benar memang ingin maju, dan merasa dirinya mampuLalu, setelah mendapat pengalaman cukup di tempatnya bekerja, dia mencoba membuat media sendiri.
5Wartawan yang pensiunSetelah lama jadi wartawan, lalu pensiun, maka rasa rindunya akan dunia pers tidak akan tertanggungkanMereka ini juga merasa sangat mampu dan terutama merasa sangat berpengalamanMereka ini umumnya juga lantas mencari investor dengan mengandalkan pengalamannya itu.
6Wartawan yang di-PHKMereka ini jumlahnya tidak sedikit dan keinginannya untuk tetap bekerja di pers sangat besarMaka mereka pun akan cari investor untuk membuat media sendiri.
7Calon wartawan yang sudah magang di media dan kemudian tidak bisa bekerja di media ituLalu mencari investor juga.
8Wartawan percobaan, yakni mereka yang mula-mula direkrut oleh sebuah media, tapi kemudian tidak lulus masa percobaan terakhirMereka ini telanjur merasa jadi wartawan dan merasa menjadi orang persMaka mereka ini juga bisa cari investor.
Jadi, kalau selama ini banyak orang pers yang ngedumel mengapa begitu banyak orang yang tidak tahu pers tiba-tiba masuk ke bisnis pers, sebenarnya banyak di antara mereka sendiri mulanya tidak ada minat masuk ke pers sama sekaliMereka umumnya ''hanya'' sumber berita yang pernah dikenal si wartawan, kemudian diincar untuk jadi investor.
Tentu si investor sendiri sebenarnya lebih banyak menjadi ''korban'' rayuan atau ''hasutan'' para wartawan di atasTentu ada juga beberapa di antaranya yang akhirnya menikmati sebutan sebagai orang pers atau raja persBahkan, anak istri mereka yang semula tidak ada yang tahu apa itu pers, tiba-tiba menjadi pemimpin umum atau pemimpin redaksi.
Mengapa banyak investor yang berhasil dirayu atau ''dihasut'' oleh para wartawan atau mantan wartawan?
1Umumnya mereka tidak tahu sama sekali realitas dunia persMereka umumnya hanya pembaca koran yang di dalam benaknya sering mengagumi orang koran.
2Mereka punya uang atau punya aset (kantor/gedung/mesin/komputer) yang bisa dimanfaatkan sehingga kelihatannya hanya memanfaatkan aset yang sudah ada.
3Mereka umumnya merasa punya network yang akan bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan koran/majalahnya.
4Mereka umumnya mengerti manajemen sehingga merasa kemampuan manajemennya akan cukup untuk mengatasi manajemen koran/majalah.
5Mereka umumnya hanya merasa lemah di redaksional dan kini bagian yang lemah itu sudah diisi oleh orang yang merayunya.
6Mereka tergiur oleh rayuan/"hasutan" dari para wartawan itu karena biasanya si wartawan membawa alasan yang sangat menarik.
Alasan apa saja yang dipakai wartawan untuk merayu investor?
1Koran/majalah adalah bisnis yang menarik, bisa untung secara cepat, bisa membuat investor terkenal, gengsi investor naik dan akan bisa dekat dengan orang-orang penting (tidak jarang si investor kemudian memang minta tolong si wartawan untuk mendekati pihak-pihak yang diincar).
2Akan mudah mencari pelanggan karena isinya akan dibuat sedemikian rupa menariknya (umumnya disertai dengan penilaian si wartawan akan jeleknya mutu jurnalistik koran-koran yang ada, terutama di tempatnya bekerja dulu).
3Akan mudah mencari iklan, karena iklan ini sangat menggiurkanLalu menyebut berapa penghasilan iklan koran seperti Kompas atau Jawa PosSi investor pun mulai mabuk dan membayangkan akan bisa mendapatkan sebagian dari kue besar itu.
4Perayu berjanji kerja sekeras-kerasnyaMereka ini ada yang dulu memang pekerja keras, tapi ada juga yang dulu pun tidak pernah mau bekerja keras.
5Kalau si wartawan dulu bekerja di koran yang maju, dia akan mengatakan kepada investor bahwa dialah yang membuat koran itu dulu maju.
6Kalau si wartawan dari koran yang tidak maju, dia akan mengatakan kepada investor bahwa manajemennya tidak bagus dan selalu menolak ide-ide yang diperjuangkannya.
7Biasanya juga menawarkan tim yang sudah jadi dan dipromosikan sebagai tim yang kuat dan andalKalau tim itu dibentuk dari koran yang akan disaingi, akan disebutkanlah bahwa ''kita'' akan gampang merebut pasarnya karena tim andalannya sudah hilang.
Banyaknya koran/majalah baru dalam kurun sembilan tahun terakhir ini adalah satu kenyataan yang sahNamun, banyaknya koran/majalah baru tersebut juga akan membuat semakin banyak eks-wartawanArtinya, juga akan semakin banyak memproduksi para perayu ulungDan akhirnya masih akan banyak sekali investor yang diincarMemang banyak sekali investor yang sudah mulai ''insaf'', tapi masih akan lebih banyak lagi investor yang menyediakan diri untuk ''tergoda''.
Sebagai ketua umum SPS atau Serikat Penerbit Surat Kabar (Majalah) yang baru saja terpilih, saya lagi mikir-mikir: apakah apa pun motif surat kabar/majalah itu didirikan semua harus dibina? Mulai kongres yang akan datang, pemilik suara di kongres tidak lagi hanya pengurus cabang-cabang SPSPemilik suara di kongres adalah para penerbit itu semua! Dengan demikian, kongres SPS yang akan datang akan sangat seru! Pertengahan tahun ini SPS mengadakan jambore atau konvensi penerbitKalau seluruh penerbit, apa pun motifnya, hadir di jambore itu, begitu pulalah gambarannya Kongres SPS yang akan datang! (Dahlan Iskan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Seberapa Luaskah Wilayah Gaza Itu?
Redaktur : Tim Redaksi