Mengapa Harus Eksis Merebut Pasar di Messe Berlin?

Kamis, 05 Maret 2015 – 21:38 WIB
Menpar Arief Yahya (kiri) memberikan keterangan press didampingi Duber Indonesia untuk Jerman, Fauzy Bowo (tengah) dan Direktur Promosi Internasional Nia Niscaya. Foto Don Kardono/JPNN.com

jpnn.com - Angka, data dan fakta, itu tiga kombinasi yang mutlak harus masuk nalar, logis, dan konkret dalam pengembangan pariwisata nasional! Itu telah menjadi benchmark, bahkan “ideologi” bagi Menpar Arief Yahya dalam kebijakan promosi Wonderful Indonesia di kancah internasional. Termasuk di pasar pariwisata terbesar di dunia, Internationale Tourism  Bourse (ITB) Berlin 2015, tanggal 4-8 Maret ini.

Don Kardono – Berlin, Jerman

BACA JUGA: Awalnya Ketakutan dan Dicemburui Anak, Kini Berbuah Penghargaan

Pria yang lahir di Banyuwangi, Jawa Timur, 2 April 1961 ini menyebut angka-angka statistik itu sudah berbicara. Data itu mirip dengan kitab suci, yang “haram” hukumnya untuk dilanggar.

Implementasi dalam kebijakan harus mengacu pada angka, data dan fakta. Feeling dibutuhkan, kreativitas sangat penting, tetapi harus base on data. Karena itu, ketika harus all out menjual “pesona Indonesia” ke kancah dunia, maka mengeksplorasi ITB Berlin menjadi masuk nalar.

BACA JUGA: Cara Diena Haryana Melawan Bullying di Sekolah

Memang, statistik menunjukkan bahwa lima besar turis yang datang ke Indonesia itu justru bukan dari Eropa. Lalu mengapa harus all out menjaga eksistensi booth Merah Putih di Berlin? Ini yang harus dijelaskan dengan akal sehat. Lima peringkat besar turisme ke Indonesia memang Singapore (1.519.223 wisman), Malaysia (1,276,105 orang), Australia (1.276.105) , Tiongkok (959.231) dan Jepang (486.687 orang).

Eropa yang terbanyak hanya UK, 230.315 wisman. Sedang Jerman sendiri, tempat ITB digelar di Messe Berlin, hanya 180.334 orang selama tahun 2014.

BACA JUGA: Aku Wajib Sembuh demi Orang yang Menyayangiku

“Tetapi turis dari Eropa itu lama tinggal di Indonesia antara 10-14 hari. Lebih lama dari turis yang berasal dari negara tetangga. Lalu, belanja uangnya, pilihan hotel, dan konsumsinya lebih banyak, lebih mewah, dan lebih mahal. Jatuhnya menjadi wisman berkualitas,” kata Arief Yahya dalam press conference di Citi Cube, Messe, Berlin.

Pasar Asia dan Australia itu pasar yang sensitif harga, pasar yang mengejar kuantitas, massif, jumlah yang banyak. Pasar penting untuk target growth atau menjaga pertumbuhan kunjungan dari masa ke masa. Sedangkan pasar Eropa, adalah wisatawan yang rela merogoh kocek lebih tebal, spend of money lebih banyak, tidak galau dengan fluktuasi harga, dan berlibur dalam ritme liburan yang lebih lama. Dua hal yang komplementer, saling melengkapi, saling membutuhkan dan tidak bisa dibandingkan apple to apple.

“Inilah the art of marketing. Harus jeli, dalam membaca data, angka dan fakta,” kata mantan CEO PT Telkom Indonesia yang menggantikan posisi Rinaldi Firmansyah, 11 Mei 2012 itu. Ibarat mobil Mercedez-benz, BMW dan Audi, yang tidak bisa dijejerkan dengan kelas Avanza, Xenia, Mobilio, Ertiga dan mobil rakyat yang lain.

Apalagi, gol dari industri pariwisata yang paling ujung adalah revenue? Kontribusi dunia pariwisata sebagai salah satu lokomotif penggerak perekonomian rakyat? Berapa besar GDP (gross domestic product) dari pariwisata terhadap ketahanan ekonomi pangan? “Pariwisata Indonesia menyumbang 9 persen dari total GDP. Itu masih terlalu kecil dibandingkan dengan Thailand yang sudah 20 persen, Malaysia 16 persen, Laos 14 persen, Singapore dan Philipina 11 persen, Vietnam dan Cambodia 10 persen,” jelas Menpar Arif Yahya.

Indonesia, kata Arief Yahya, baru 80,8 Juta USD. China sudah 850,1 juta USD, Jepang 339,9 juta USD dan India 113,2 juta USD. “Kita sudah lebih besar daripada Thailand (78,1 juta USD), Korea (69,8 Juta USD), Malaysia (50,3 juta USD) dan Singapore (31,7 Juta USD). “Karena itu, kami genjot di tahun 2015 ini dengan target kunjungan 12 juta orang, dengan spenditure yang lebih besar, untuk menaikan total GDP dari sector wisata,” ungkap penerima anugerah Marketeer of the year 2013 dari MarkPlus itu.

Optimis target itu diraih? Bukan Arief Yahya orangnya, kalau tidak optimistis. Ibarat peribahasa: Dia orang yang mau seribu daya, tidak mau seribu dalih. Bila sudah diniatkan, sudah menghendaki, pasti ketemu jalan, karena dia tidak mau mencari dalih. Keyakinan itu juga diungkapkan menteri yang mendapat penghargaan sebagia The CEO BUMN Inovatif Terbaik 2012 itu dalam press conference di Citi Cube, Messe, Berlin.

Dia menjawab pertanyaan jurnalis Jerman yang mengamati pariwisata Indonesia secara detail. Bahkan dari target 2019, dengan 20 juta pengunjung itu, disebut oleh jurnalis Jerman sebagai angka fantastic yang sulit diraih, karena kesiapan infrastruktur dan segala problematika pengikutnya, yang bukan otoritas kementerian pariwisata.

Arief menjawab dengan sangat diplomatis, bahwa target 20 juta pengunjung itu adalah target Presiden Jokowi. “Karena itu, semua yang terkait dengan pengembangan destinasi dan fasilitas public, sudah pasti disupport oleh negara,” kata Arief.

Indikator lain, mengapa ITB Berlin menjadi even strategis bagi Kemenpar adalah rival-rival di regional ASEAN dan ASIA. Semua berlomba-lomba memamerkan potensi wisatanya secara atraktif. Booth Indonesia sendiri di Hal 26A No 120 Paviliun Indonesia, Messe Berlin, sudah keren. Berdesain kapal phinisi, seluas 410 meter persegi. Thailand luasannya, 3-4 kali Indonesia. Malaysia yang bertetangga di Messe, juga besar-besaran berpromosi.

Philipina, Vietnam, Laos, Korea, Jepang, Taiwan, Singapore, semua tampil all out untuk merebut hati wisman dari Eropa. Menteri Arief Yahya sendiri ikut mengintai negara-negara tetangga dalam membuat show agar booth nya dikunjungi calon wisatawan dan tour travel. ITB Berlin dengan usia 49 tahun, memang standar ekspo pariwisata terbesar di dunia, dan hampir setiap tahun Indonesia hadir di sana. Hanya 2 kali saja yang absen, untuk mempertahankan eksistensi destinasi Indonesia di Eropa.

Seperti diketahui, ITB Berlin adalah forum promosi yang paling akbar di dunia. Diikuti 5 benua, 180 negara, 600 top buyer, 10.000 exhibitors, 20.000 pengunjung convention, 50.000 pengunjung pribadi, 110.000 pengunjung bisnis, menempati 160.000 meter persegi yang dibuka sejak pukul 10.00 sampai dengan 18.00 waktu setempat.

Delegasi Indonesia dipimpin langsung oleh Menpar Arief Yahya, dan didampingi oleh Dirjen Pemasaran Esthy Reko Astuty, Direktur Promosi Internasional Nia Niscaya, bersama timnya, Vinsensius Jemadu, Agustini Rahayu, Deni Priadi, Ayu Amelia, Kasmanto, Ronald Pantun Marisi, dan beberapa penari, barista serta spa therapist.  

Mengapa desainnya dibuat perahu tradisional pinisi? Salah satu perahu yang menginspirasi lagu “Nenek Moyangku Seorang Pelaut”? Itu adalah salah satu karya orang Bugis, Makasar yang sudah menjadi symbol dan identitas Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Negeri dengan 13.000 pulau terbentang dalam 3 zona waktu, 1.128 kelompok etnis lengkap dengan tradisi budaya yang beranekaragam, yang menjadi daya pikat turis Eropa yang berbasis pada budaya, tradisi dan keindahan alam. (bersambung)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pentolan Honorer Pemprov DKI pun Terpaksa Ngojek


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler