Indonesia itu bukan hanya Bali. Ada ratusan destinasi selain Bali. Sampai-sampai Bali lebih dikenal dari pada nama Indonesia! Perasaan itu acap menghinggap di benak pebisnis dan pengembang dunia wisata di daerah lain, non Bali. Tetapi, mengapa Menteri Pariwisata Arief Yahya tetap saja nge-push dan mempromosikan Bali?
DON KARDONO, Beijing
BACA JUGA: Lima Sekawan Berbagi Kisah jadi Pemburu PSK di Jalanan
Bola-bali Bali, bola-bali Bali! Dalam bahasa Jawa artinya, lagi-lagi Bali, lagi-lagi Bali. Memang pertanyaan itu sensitif bagi daerah lain di Indonesia. Mereka setengah iri, mengapa fokus promosi dan pengembangan destinasi seolah-olah hanya dicurahkan buat Bali? Yang ditengok, dikembangkan, dibina, dijual, hanya Bali? Kok seperti meniadakan potensi wisata daerah lain? Daerah lain yang sedang getol mengembangkan pariwisata seolah luput dari perhatian pusat?
“Ini yang harus diluruskan. Juga harus dimengerti secara utuh. Level pertama, harus menggenjot target jangka pendek dulu! Yang cepat memberi impact, yang siap dikunjungi dan tidak mengecewakan, yang bisa menjamin repeat visiting, yang punya pamor dan kondang di dunia, yang cepat mendatangkan devisa buat negeri, yang bisa dijadikan anak panah untuk memudahkan orang membuat keputusan berwisata ke Indonesia! Itu dulu,” kata Menteri Pariwisata Arief Yahya.
BACA JUGA: Inovasi Teknologi Mahasiswa UGM Menang di Amerika
Bali itu ibarat hub. Semacam terminal kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia. Bali itu seperti pintu utama, setelah itu mereka bisa memilih hendak pergi ke mana lagi. Tinggal memperbaiki akses, informasi, dan promosi destinasi lain yang harus diakui, tidak kalah eksotisnya dari Bali. Ini adalah strategi marketing. Ini trik untuk melompat lebih tinggi, melangkah lebih jauh, dan bernapas lebih panjang.
Tidak mungkin menjual semua destinasi tanpa point of interest. Mirip dunia fotografi, tidak mungkin memotret Indonesia secara utuh dalam satu frame. Harus focus, agar lebih detail menonjolkan titik terindah dalam the art of photography-nya. Memotret satu objek, focus satu objek, dengan latar belakang warna-warni yang luas dan indah, itu lebih masuk akal. Daripada memotret keragaman yang luas, besar tetapi hanya kelihatan pulau-pulaunya saja. “Percayalah, kami berjuang untuk Merah Putih. Kami terus menyampaikan di semua pihak, marine tourism kita bukan hanya Bali, tapi ada banyak yang istimewa,” jelas Arief Yahya.
BACA JUGA: Bebas Visa dan Temu Kangen Keluarga
Prioritas itu dimaksudkan untuk menaikkan indeks produktivitas. Dengan budget yang minim, bisa menarik wisatawan lebih banyak, lebih lama tinggal, dan lebih banyak membelanjakan uangnya, lebih menghidupkan ekonomi, lebih banyak yang mendapatkan manfaat. Termasuk mempromosikan daerah lain di Indonesia, agar dunia pariwisata semakin seksi.
Itu juga sekaligus jawaban, mengapa Tiongkok mendapat prioritas kedua, setelah Australia, yang harus “turun gunung” oleh Menteri Pariwisata Arief Yahya langsung. Seperti diketahui, Singapura adalah pengunjung paling banyak, 1,32 juta orang setahun. Disusul Malaysia, 1,12 juta setahun. Lalu Australia 996.032 orang. “Tiongkok dari Januari sampai November 2014, ada 883.725 orang, dan itu tak sampai 1 persen dari potensi wisatawan Tiongkok yang setiap tahun melakukan perjalanan wisata ke luar negeri,” jelas dia.
Target 10 juta tahun 2015 itu sebenarnya hanya bertumbuh 7-8 persen saja. Turis domestiknya bisa mencapai 254 juta perjalanan. Dampak ekonominya, duit yang dibelanjakan turis asing itu bisa mencapai USD 12 Miliar, dan multiplying economic-nya, baik yang langsung dan tidak langsung dirasakan oleh 11,3 juta orang. “Tahun 2014 saja, dari target 8,74 juta tenaga kerja yang bergerak di bidang pariwisata, malah tembus 11 juta lebih. Sektor pariwisata akan menciptakan banyak peluang usaha dan memajukan ekonomi masyarakat,” kata Arief Yahya.
Saat ini, kontribusi sector pariwisata pada GNP (gross national product) masih 3,78 persen. Tetapi tahun 2019, Arief Yahya mentargetkan sampai 8 persen, dengan memutar uang Rp 240 triliun dari wisman dan menghidupi 13 juta tenaga kerja lebih. “Target 2019 itu, 20 juta pengunjung wisman, 275 juta wisnus, dan mendongkrak peringkat turisme Indonesia menuju ranking 30 dunia. “Tahun 2013, kita masih di ranking 70 dunia, versi World Economic Forum,” jelas dia.
Jika digarap dengan strategi yang tepat, wisman dari Tiongkok bisa menjadi nomor satu atau dua, mengalahkan Australia, Malaysia dan Singapura. Jadi, jangan berburuk sangka dulu, mengapa menggenjot Bali, Bali dan Bali lagi. Pendekatannya, banyak baru dipecah-pecah, bukan pecahan kecil-kecil menuju ke banyak. Bali, seperti yang disampaikan Chairman of China National Tourism Administration (CNTA), Li Jin Zao, Bali sudah masuk dalam benak orang Tiongkok. Beijing People’s Broadcasting 2011 pernah merilis pilihan orang Tiongkok dalam berlibur ke luar negeri. Bali masuk dalam 10 destinasi favourit mereka.
Nama Bali sudah amat popular, selain Australia, Cape Town, Edinburgh, Hawaii, Madrid, Egypt, Niagara Falls, Paris dan Switzerland. Ada catatan awal yang cukup penting, bahwa turis asal Tiongkok itu lama tinggal di Indonesia rata-rata 4-5 hari. Total belanja per orang per hari, berada di average USD 100-110. Dan, mereka punya liburan panjang pada Tahun Baru Imlek (Februari), Liburan Sekolah (Juni-Juli), Golden Week (Oktober) dan Hari Buruh. Mereka juga mengenal istilah “Summer Holiday”, sehingga banyak momentum yang bisa dikrasi dalam paket-paket liburan ke Indonesia,” kata dia.
Mantan Dirut PT Telkom ini memang tidak pernah lepas dari data, IT, prospek dan revenue. Program-program di pariwisata pun, tidak akan lepas dari faktor-faktor seperti itu. Termasuk rencana kerjasama bilatreral Indonesia-Tiongkok dengan yang dia sebut dengan istilah “Silk Road Expedition of Admiral Zheng-he.” Ekspedisi jalur sutera Laksamana Cheng Ho, yang akan dimulai awal tahun 2015 ini.
Cheng Ho sangat popular dan menjadi ikon dalam hubungan Indonesia-China tempo dulu. Banyak kota yang pernah disinggahi Laksamana yang beragama Islam itu, seperti Batam, Palembang, Bangka, Belitung, Banten, Jakarta, Cirebon, Yogyakarta, Semarang, Bali, NTT, dan NTB. Ekspedisi ini akan berlayar dari China menuju ke kota-kota yang pernah disinggahi Laksamana itu di Indonesia. “Program ini bisa menguatkan kerjasama bilateral yang sudah berabad-abad lalu terjadi antara Indonesia-Tiongkok. Dampaknya terhadap pariwisata juga akan besar,” kata dia.
Tentu, dengan program ini, memori masa lalu yang pernah bekerjasama baik sejak zama Presiden Soekarno akan terbangun kembali. Semacam napak tilas perjalanan tokoh besar dari Kerajaan Tiongkok waktu itu. Sekaligus memperkenalkan kota-kota pesisir lain, selain Bali.
Saat berdialog bisnis dengan banyak travel agents RRT di Beijing, Menpar Arief Yahya juga sudah mendeskripsikan bawah laut Nusantara yang wow. Mereka –CTRIP.com, CITS, CYTS, Tuniu.com, CAISSA Group, dan travel Indonesia Nira Tour & Travel, Millenium Indo Wisata Tour, dan Bali Cahaya Tours--, sangat terkesima dengan potensi wisata Indonesia. “Ada 6 marine tourism yang sudah mencakup 70 macam coral dunia di Indonesia, Raja Ampat, Wakatobi, Bunaken, Derawan, Lombok, Labuan Bajo. Tempat-tempat itu recommended,” katanya.
Esthy Reko Astuty, Dirjen Pemasaran Pariwisata Kemenpar menambahkan, menggarap pasar community melalui persatuan marga-marga juga akan diperkuat. Terutama setelah mendapat green light dari pertemuan Menteri Arief Yahya dengan Chairman CNTA, Li Jin Zao di Beijing, Senin lalu. “Pertemuan Marga itu biasanya tidak seluruhnya berasal dari Tiongkok, tetapi dari banyak negara yang memiliki marga yang sama. Bisa jadi ada yang sudah tinggal di Singapura, Malaysia, Thailand, dan sekitarnya,” ujar Esthy optimis.(habis)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Empat Kali Dirampok, Nyaris Tewas di Laut Wakatobi
Redaktur : Tim Redaksi