Mengenal Puasa Para Leluhur Ternate

Selasa, 14 Juni 2016 – 06:23 WIB
ILUSTRASI. FOTO: DOK.JPNN.com

jpnn.com - AWAL Islam masuk ke Ternate, agama ini diajarkan dengan pendekatan sufistik. Salah satunya mengenai puasa. Ada tiga jenis puasa yang diajarkan ulama kala itu.

Badrun Ahmad - Gunawan Tidore - Maslan Adjid - Mahfud H Husen, Ternate

BACA JUGA: Ibu Saeni: Saya Masih Waswas, Mau Pulang Kampung Saja..

Puasa syariat, tarekat, dan hakikat. Ketiga jenis puasa ini bukan lagi hal baru bagi orang yang mendalami Islam. Puasa-puasa ini pula yang diajarkan para penyebar Islam pertama di Ternate.

”Hakikat puasa didasarkan pada Alquran Surat Al-Baqarah ayat 183 yang menyatakan “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” kutip KH Ridwan Dero, Qadhi (Ketua Mahkamah Syariah, red) Kesultanan Ternate.

BACA JUGA: Kisah Seorang Mualaf, Berawal dari Surat Al Ikhlas

Puasa syariat sendiri berarti menahan lapar dan haus serta bersenggama pada siang hari. Ini merupakan puasa yang umum dipraktekkan umat Islam saat bulan Ramadan. Sementara puasa tarekat yaitu puasa yang diperintahkan untuk menjaga hati, bicara, perbuatan, penglihatan, pendengaran dan penciuman. ”Ini yang dinamakan puasa yang dijaga sepanjang masa,” sambung Sekretaris Badan Kesbangpol dan Linmas Kota Ternate itu.

Sedangkan puasa hakekat adalah berusaha menyucikan lahir maupun batin di dalam bulan Ramadan. Sesuai hadist Nabi Muhammad SAW yang artinya barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadan dengan iman dan mengharap rida Allah maka segala dosanya akan diampuni. ”Sehingga saat 1 Syawal kita bagaikan bayi yang baru lahir, yang terbebas dari segala dosa dan kesalahan,” tutur Ridwan.

BACA JUGA: Sempat Putus Sekolah, Muslim Akhirnya Lulus SMP Berkat PKH

Sejak awal Islam masuk ke Ternate, para nenek moyang telah menjalankan ketiga puasa tersebut. Puasa ini dinilai sesuai dengan kelima adat se atorang (adat istiadat dan aturan, red) Kerajaan Ternate. ”Adat pertama adalah tata kesopanan atau sopan santun, di mana yang muda harus menghormati yang tua,” ujar Ridwan.

Yang kedua adalah kesusilaan, yakni cara berpakaian dan cara bertamu di rumah orang. Yang ketiga, tata moral atau budi pekerti yang bagus. Keempat, taat dan istiqamah dalam melaksanakan perintah Allah dan ajaran baginda Rasul. Sedangkan yang kelima adalah percaya pada kemampuan diri sendiri. Jika sudah memiliki nilai kesopanan dan nilai kesusilaan, maka nilai moral maka akan tampil prima. Lima nilai ini dipraktikkan orang tua zaman dahulu hingga sekarang. ”Ketika Islam masuk, para ulama konkretkan dengan nilai-nilai tersebut,” katanya.

Para leluhur juga terbiasa menjalankan puasa tiap Senin dan Kamis semenjak bulan Rajab. Usai Ramadan, dilanjutkan dengan puasa Syawal selama enam hari berturut-turut. ”Puasa Ramadan sendiri menjadi tarbiyah atau pendidikan untuk sebelas bulan lainnya,” tambah Ridwan.

Secara hakikat sendiri, orang Islam juga mengenal puasa qauli, puasa fi’li, dan puasa qalbi. Dalam puasa qauli, diwajibkan untuk menahan diri dari berbicara yang dapat membuat orang tersinggung, dan menjaga perasaan orang. ”Ini kita kenal juga dengan puasa bicara,” kata Ridwan.

Di dalam puasa fi’li, perilaku kita betul-betul di-tarbiyah. Tak boleh memfitnah, menggunjing, menjatuhkan orang, bersifat takabur, ujub, membuka aib orang maupun riya. Sedangkan puasa qalbi atau puasa hati berarti tak boleh dengki, iri hati, maupun riya. ”Saat ini para ulama di kedaton Ternate masih menjalankan puasa syariat, tarekat, dan hakekat. Kelestariannya tetap terjaga sejak dulu,” tandas Ridwan.(JPG/tim/kai/fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Berbekal Senapan Serbu Buatan PT Pindad


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler