Mengenal Tradisi Unik Pernikahan Masyarakat Halmahera Selatan

Minggu, 20 Desember 2015 – 05:41 WIB
Pengantin di Desa Suma, Pulau Makean, Kabupaten Halmahera Selatan menjalani tradisi dalam prosesi pernikahan. FOTO: Malut Pos/JPNN.com

jpnn.com - HALMAHERA - Di Desa Suma, Pulau Makean, Kabupaten Halmahera Selatan terdapat tradisi unik dalam rangkaian acara pernikahan warganya. Baju pengantin kedua mempelai akan diselubungi lembaran uang yang nilainya bisa mencapai jutaan rupiah.

Bagaimana detail tradisi masyarakat yang konon katanya telah bertahan ratusan tahun itu?

BACA JUGA: Istri Sekda Diperiksa, Siap Disambar Petir

Ika Fuji Rahayu dari Pulau Makean seperti dilansir Harian Malut Pos (Grup JPNN.com), menyebutkan, salah satu tradisi masyarakat Desa Suma, Kecamatan Makean, Kabupaten Halmahera Selatan, yang hingga kini masih dipertahankan adalah tradisi menyelubungi kedua tubuh mempelai dengan lembaran uang pecahan.

Secara keseluruhan, prosesi pernikahan di desa muslim berpenduduk lebih dari seribu jiwa itu tidak jauh berbeda dengan prosesi di daerah lain di Maluku Utara. Seperti tradisi yang dikenal dengan nama ‘saro’. Sebuah tradisi pemberian uang kepada pengantin perempuan. Bedanya di Desa Suma, tradisi ini begitu mengakar dan uang yang diberikan disemat hingga memenuhi baju pengantin.

BACA JUGA: KBS DIberitakan Jelek Situs Luar, Ternyata Beritanya Ngawur...

Puncak ritual pernikahan memang terletak pada prosesi ijab kabul, yakni serah terima tanggung jawab atas mempelai perempuan dari orang tua mempelai kepada mempelai laki-laki. Namun tradisi unik dimulai pasca ijab kabul dinyatakan sah oleh saksi-saksi pernikahan.

”Ketika ijab kabul digelar, yang biasanya dilakukan di rumah pihak perempuan, mempelai perempuan berada di dalam kamar pengantin, menunggu hingga ijab dinyatakan sah. Setelah itu, baru mempelai laki-laki dituntun menemui pengantinnya di kamar pengantin,” tutur salah satu tokoh masyarakat Desa Suma, Usman Hi. Hamadi, kepada Malut Post, baru-baru ini.

BACA JUGA: Hmmm...Geledah Dua Lapas, Hanya Temukan Korek dan Rokok, Masa Sih?

Untuk menemui pengantinnya, bukanlah perkara mudah bagi mempelai laki-laki. Di pintu kamar pengantin, telah berdiri ‘pasukan’ yang berasal dari keluarga mempelai perempuan, menjaga pintu dengan ketat. Pintu pun dalam kondisi tertutup rapat. Untuk bisa membuka pintu tersebut, keluarga mempelai laki-laki diharuskan membayar sejumlah uang kepada keluarga mempelai perempuan. Uang tersebut diselipkan di antara celah pintu atau ventilasi. Besarannya bervariasi, namun rata-rata mencapai ratusan ribu rupiah.

”Jika keluarga perempuan sudah merasa cukup, baru lah mereka bersedia membuka pintu dan membolehkan si laki-laki masuk ke kamar untuk menemui istrinya,” kata Usman yang juga merupakan ketua Badan Perwakilan Desa (BPD) Suma.

Setelah kedua mempelai dipertemukan, ucapan selamat diberikan oleh tetamu yang berdatangan ke tempat berlangsungnya prosesi pernikahan. Sambil bersalaman, tamu akan menyelipkan amplop berisi uang untuk orang tua mempelai perempuan. Kedua mempelai juga biasanya tak berlama-lama di rumah tersebut. Keduanya akan digiring menuju rumah mempelai laki-laki, tempat digelarnya jamuan makan siang. Keluarnya kedua mempelai dari rumah mempelai perempuan pun dilakukan melalui prosesi pemberian sejumlah uang. Uang tersebut untuk ‘menyogok’ keluarga pengantin perempuan guna memuluskan perjalanan tersebut.

”Jika rumah pengantin perempuan memiliki tangga di pintu keluarnya, maka per tangga juga biasanya dihitung harus bayar berapa,” tutur Usman.

Setelah berhasil membebaskan diri dari pintu keluar, tak berarti perjalanan menuju kediaman mempelai laki-laki akan berjalan lancar dan cepat. Ibaratnya, keluarga mempelai perempuan tentu saja tidak akan membiarkan anak perempuan mereka dibawa begitu saja ke rumah orang lain. Sepanjang perjalanan yang diiringi ketukan musik rebana itu, keluarga mempelai-laki-laki kembali ‘ditodong’ untuk membayar tiap langkah kaki pengantin. Tak peduli sengatan matahari maupun hujan deras, jika pihak keluarga mempelai perempuan belum merasa puas, maka perjalanan pengantin itu akan terhenti di tengah jalan. Bedanya, untuk membayar perjalanan pengantin, kali ini lembaran uang kertas disematkan ke baju kedua mempelai menggunakan peniti. Alhasil, tubuh kedua mempelai akan terselubung lembaran uang. Penyematan uang ini terus dilakukan hingga mempelai tiba di tempat gelaran resepsi.

”Sehingga meskipun jarak antara rumah laki-laki dan perempuan berdekatan, namun perjalanan itu bisa memakan waktu hingga berjam-jam. Dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, uang yang dipeniti di baju mempelai itu setelah dihitung bisa mencapai belasan juta rupiah,” ungkap Usman.

Banyaknya uang yang harus dikeluarkan mempelai laki-laki untuk dapat memboyong pengantinnya, menurut Usman, memiliki nilai filosofis bahwa anak perempuan dalam suatu keluarga merupakan harta yang amat berharga. Untuk membawanya pergi diperlukan usaha dan pengorbanan yang begitu besar dari pihak laki-laki. Dengan begitu, maka pria diharapkan menyadari bahwa sesuatu (perempuan) yang diperoleh dengan susah payah perlu dijaga dan dilindungi dengan sebaik-baiknya.

Yang tak kalah unik, bersamaan dengan keluarnya mempelai perempuan dari rumah, diikuti pula dengan diangkutnya barang-barang peralatan rumah tangga yang dihadiahkan keluarganya kepadanya. Peralatan rumah tangga seperti lemari, tempat tidur, piring, gelas, kompor, hingga tetek bengek seperti bumbu dapur diangkut mengiringi perjalanan kedua mempelai. Benda-benda tersebut dibelikan dari uang seserahan, sebagiannya lagi merupakan hadiah dari keluarga besar si anak perempuan.

”Tujuannya adalah untuk mengurangi beban pengantin baru dalam membangun kehidupan mereka yang baru. Keluarga besar juga turut andil dalam pemberian ini,” tandas Usman.(kai/fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisah Suami yang Tak Puas dengan Istri, Sikat Adik Ipar Sendiri


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler