Mengenang Tragedi Kudatuli, Puan Mendapat Tugas Khusus Selama Masa Genting

Rabu, 27 Juli 2022 – 10:48 WIB
Ketua DPR RI Puan Maharani. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Tragedi kerusuhan dua puluh tujuh Juli (Kudatuli) menjadi salah satu sejarah kelam bagi perpolitikan Indonesia.

Hari itu, 27 Juli 1996, kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro yang dikuasai pendukung Megawati Soekarnoputri, diambil alih secara paksa oleh massa dari PDI kubu Soerjadi.

BACA JUGA: Kasus Kudatuli Sulit Selesai Jika Komnas HAM Tak Berperan

Peristiwa pertumpahan darah itu meninggalkan kesan mendalam bagi putri Megawati, Puan Maharani.

Puan saat itu masih belia dan duduk di bangku kuliah, namun ia sudah aktif mendampingi ibunya dalam berbagai aktivitas politik.

BACA JUGA: Sekjen PDIP Minta Kasus Kudatuli Harus Diungkap, Sampai ke Aktor Intelektual 

Begitu juga dalam peristiwa Kudatuli.

Puan menceritakan, saat itu ia dan Megawati nyaris berangkat ke kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro begitu mengetahui adanya sekelompok massa yang akan datang untuk mengambil alih kantor.

BACA JUGA: Berulang Tahun ke-14, TMP Gelar Aksi Peduli Kepada Korban Tragedi Kudatuli

“Ibu saya bilang, ayo siap-siap kita ke Diponegoro (Jalan Diponegoro). Saya sudah siap tiba-tiba ditelepon lagi,” kata Puan.

Megawati kemudian diberi kabar bahwa situasi di Kantor PDI Jalan Diponegoro makin genting sehingga ia diminta untuk menunggu.

Puan beserta Megawati dan ayahanda Taufiq Kiemas pun akhirnya menunggu di rumah mereka di Kebagusan sambil terus memantau situasi dari jauh.

“Menit per menit itu semuanya kan laporan ke ibu saya (Megawati). Sekarang ada beberapa truk yang mendekati DPP Diponegoro. Semua sudah turun berpakaian hitam-hitam. Sampai akhirnya terjadi peristiwa penyerangan, penyerbuan, pembakaran dan sebagainya,” kata Puan.

Tidak lama kemudian, Puan menyaksikan banyak orang dalam keadaan luka parah dibawa ke rumahnya di Kebagusan.

Mereka adalah korban dari upaya pengambilalihan paksa kantor DPP PDI.

“Rumah sudah kayak tempat pengungsian,” kenang Puan.

Puan mengakui awalnya panik melihat banyaknya orang yang berdatangan ke rumahnya dengan kondisi luka-luka.

Menurut Puan, korban luka awalnya hanya diberi pengobatan seadanya dengan peralatan PPPK yang ada di rumah Kebagusan.

Namun, dia bersyukur banyak mendapatkan pertolongan. Salah satunya adalah dari sejumlah dokter yang mengobati para korban luka.

“Akhirnya ada simpatisan, dokter datang ke situ mengobati mereka,” kata Puan. 

Tugas Khusus

Selama kondisi genting itu, Puan diberi tugas khusus.

Sementara ayah dan ibunya sibuk dalam urusan politik. Puan diberi tugas untuk menyiapkan makanan bagi para simpatisan yang berkumpul di rumah Kebagusan.

Puan yang saat itu masih sangat belia awalnya kebingungan mendapatkan tugas ini.

“Masak apa yang cepat untuk orang sebanyak ini. Kita kan punya peralatan kecil,” kata Puan.

Akhirnya Puan pun meminta pembantu di rumahnya untuk memasak nasi dan sayur sop.

Menu itu dipilih karena selain mengenyangkan juga bisa untuk banyak orang.

Namun, pada akhirnya banyak bantuan makanan dari berbagai pihak yang datang ke Kebagusan. 

“Alhamdulilah tanpa diminta banyak orang yang nyumbang, dari siapa-siapa saya juga enggak tahu. Ada beras, pisang, tempe, tahu dan sebagainya. Di tengah kesusahan kita masih banyak orang baik yang mau datang untuk menolong,” kenang Puan.

Para simpatisan pendukung Megawati itu terus berkumpul di rumah Kebagusan sampai situasi politik yang panas mulai mereda.

Puan pun mengakui saat itu kuliahnya di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia sempat terganggu akibat kondisi di rumahnya itu.

“Saya masih kuliah waktu itu mau keluar rumah saja susah," katanya.

Puan dengan sekuat tenaga mencoba membantu perjuangan ibunya, namun dirinya tetap bertanggung jawab atas kuliah yang diembannya.

Puan pun menilai peristiwa Kudatuli ini berperan menggembleng dan membentuk dirinya hingga ia menjadi menteri hingga Ketua DPR RI.

“Kalau orang yang enggak tahu dipikir Puan itu enak saja, enggak pernah susah hidupnya. Cucunya Soekarno dan anaknya Megawati, dua-duanya pernah jadi presiden. Sekelumit cerita ini banyak orang tidak tahu," kata Puan.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler