Mengentaskan Kemiskinan Melalui Pendidikan

Oleh: Fransiscus Go, Pemerhati Pendidikan dan Ketenagakerjaan

Jumat, 05 Januari 2024 – 17:57 WIB
Pemerhati Pendidikan dan Ketenagakerjaan Fransiscus Go. Foto: dok.Pribadi for JPNN.com

jpnn.com - BADAN Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Kupang mencatat 143 orang Pekerja Migran Indonesia (PMI) nonprosedural (ilegal) asal Provinsi Nusa Tenggara Timur meninggal dunia di luar negeri sepanjang tahun 2023. Tentu hal ini merupakan berita yang amat memprihatinkan.

Harapan perbaikan kesejahteraan yang dinantikan seluruh keluarga berakhir dengan pulangnya jenazah tumpuan keluarga dalam peti mati. Nasib PMI patut diperjuangkan. Apalagi, mereka penyumbang devisa terbesar kedua bagi negara yaitu Rp159,6 triliun per tahun.

BACA JUGA: Penempatan Pekerja Migran Terus Meningkat, Menaker Ida Bersyukur, Lalu Ingatkan Hal Ini

Pekerja Migran Indonesia Ilegal

Pekerja migran NTT dalam memerangi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) masih dalam posisi teratas. Penyebab meninggalnya para PMI ilegal karena kekerasan yang dilakukan para majikan dan perlakuan tidak manusiawi.

Ada data yang tidak pernah dimunculkan, yaitu 2 kali lipat dari jumlah PMI meninggal yang pulang menderita gangguan jiwa. Mereka menderita gangguan jiwa karena stres mendapatkan perlakuan tidak manusiawi selama bekerja.

BACA JUGA: Kisah Sukses Pekerja Migran Purna Membudidayakan Melon, Omzet Tembus Rp 1 Miliar per Bulan

Selain itu, 3 kali lipat jumlah PMI meninggal yang pulang tanpa mendapatkan gajinya. Mirisnya lagi, tidak ada advokasi hukum serius dari pemerintah dikarenakan ketidakjelasan data penempatan, siapa pemberi kerja, dan lain-lain.

Asal mula PMI ilegal bersedia dikirim ke luar negeri adalah bujukan dari agen kepada orang tua calon PMI. Mereka pergi ke desa-desa untuk membujuk para orang tua agar membiarkan anaknya pergi bekerja di luar negeri lewat jalur tidak resmi.

BACA JUGA: PMI di Taiwan Demo Berulang Kali, Tolak Perlakuan Buruk Penyalur Jasa

Para agen memberi iming-iming bisa memberangkatkan dalam waktu cepat dan menanggung pengurusan izin.

Para agen bahkan berani memberi beberapa bulan gaji di muka kepada orang tua (prepaid).

Hal itu dilakukan agar orang tua bersedia mengirimkan anaknya bekerja ke luar negeri. Terlebih lagi, para agen mendapatkan imbalan yang besar dari cukong/tekong asal Malaysia untuk setiap PMI ilegal yang mereka dapatkan. Cukong/tekong bekerja sama dengan agen-agen dari Indonesia untuk menyelundupkan PMI ilegal.

Jika seseorang menggunakan prosedur resmi tentu pengurusan izin dan masa tunggu keberangkatan ke luar negeri memakan waktu lama. Masa tunggu keberangkatan PMI bisa mencapai setahun karena agen resmi harus memberikan pelatihan memadai bagi mereka. Hal inilah yang memberatkan bagi calon PMI dan keluarganya. Oleh karena itu, mereka mengambil jalan pintas agar segera berangkat ke luar negeri.

Tentu saja cerita akhir para PMI ilegal bisa ditebak. Mereka tidak mendapatkan perlindungan hukum yang tepat. Dengan demikian, para majikan bisa semena-mena memperlakukan para PMI ilegal sekehendak hati. PMI pun tidak bisa mendapatkan hak mereka selama bekerja di luar negeri secara layak.

Solusi Melawan TPPO

Pertama, edukasi ke calon tenaga kerja. Pemerintah harus melakukan sosialisasi bahwa keberangkatan tanpa prosedur resmi sangat berbahaya. PMI ilegal tidak akan mendapatkan perlindungan hukum, jaminan pembayaran hak, dan pulang dengan aman.

Sosialisasi terkait prosedur pengiriman PMI yang benar hendaknya dimulai dari desa-desa tempat perekrutan tenaga kerja ilegal berasal. Sebagian besar PMI ilegal yang terbujuk bekerja di luar negeri tanpa skill memadai memiliki pendidikan rendah. Sebagian besar PMI ilegal merupakan tamatan SD.

Kedua, memberikan skill dan pengetahuan yang cukup kepada PMI. Tenaga PMI asal NTT sangat diminati di luar negeri asal diberangkatkan dengan skill cukup. Perawat dari NTT misalnya sangat diminati karena memiliki pelayanan dan hospitality yang baik.

Ketiga, pemberian kredit bagi PMI dalam masa tunggu sebelum diberangkatkan oleh agen resmi. PMI bisa mengangsur pembayaran kredit setelah mendapatkan gaji. Hal ini yang diusulkan oleh Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Benny Rhamdani. Tujuan pemberian kredit adalah mengatasi pemberian uang para cukong kepada calon PMI.

Keempat, mendorong pemerintah segera merealisasikan regulasi pembebasan biaya penempatan PMI. Pembebasan biaya penempatan PMI diatur dalam Peraturan BP2MI Nomor 9 Tahun 2020.

Peraturan ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan PMI. Pada Pasal 30 Ayat 1 disebutkan pekerja migran tidak dapat dibebani biaya penempatan. Jika hal ini terealisasi, PMI tidak perlu meminjam uang ke rentenir agar bisa berangkat ke luar negeri.

Kelima, pemerintah pusat atau pemerintah daerah melakukan intervensi dengan pemberian workshop melalui Balai Latihan Kerja (BLK). Pemerintah daerah juga bisa membuat regulasi dan mengawasi swasta yang menyalurkan PMI ke luar negeri. Jika belum ada swasta yang mumpuni dalam menjalankan regulasi tersebut, pemda bisa menjalankannya melalui BUMD.

Keenam, masyarakat NTT bekerja sama melawan TPPO melalui Bajaga. Bajaga merupakan gerakan swadaya dari masyarakat sendiri untuk menjaga desanya dari bahaya agen-agen liar yang menyesatkan informasi penempatan tenaga kerja.

Meningkatkan Kesejahteraan Melalui Pendidikan

Alasan PMI bekerja di luar negeri tentunya karena kesempatan kerja yang sesuai dengan pendidikan dan kompetensi mereka sangat terbatas. Hal ini terkait dengan pendidikan rendah tanpa skill mumpuni tentunya akan menyulitkan seseorang mendapatkan pekerjaan. Apalagi, setiap orang menginginkan gaji memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pilihan termudah untuk mendapatkan gaji tinggi yang bisa mereka akses adalah menjadi PMI di luar negeri.

Pendidikan merupakan gerbang masa depan bagi kehidupan semua orang. Pendidikan memegang kunci kesejahteraan seseorang. Hal ini telah dibuktikan melalui penelitian pemenang nobel ekonomi yaitu Abhijit Banerjee, Esther Duflo dan Michael Kremer. Esther Duflo meneliti kebijakan SD Inpres yang dibentuk pemerintah Indonesia pada tahun 1973—1978. SD Inpres merupakan salah satu kebijakan yang dibuat pada masa kepresidenan Soeharto.

Program SD Inpres telah mendorong proporsi populasi masyarakat Indonesia dalam menyelesaikan pendidikan dasar. Pendidikan berpengaruh pada peningkatan upah 1,5 hingga 2,7 persen untuk setiap sekolah tambahan. Menurut Duflo, keberhasilan pembangunan pendidikan memberikan dampak pengembalian ekonomi sekitar 6,8 hingga 10,6 persen. Penelitian Duflo ini membuktikan pendidikan berpengaruh terhadap kondisi perekonomian seseorang.

Menurut data dari BPS, jumlah partisipasi usia sekolah SD-SMP di NTT sebenarnya sudah mencapai angka 80%, namun anak yang menempuh pendidikan SMA dan pendidikan tinggi hanya mencapai 20%. Tentunya hal ini menjadi pekerjaan rumah bersama bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan angka partisipasi anak yang menempuh SMA dan pendidikan tinggi.

Pemerintah hendaknya terus mendorong angka partisipasi anak yang menempuh pendidikan SMA dan pendidikan tinggi. Dengan demikian, anak-anak yang memiliki pendidikan cukup mampu bersaing dan memiliki pilihan pekerjaan yang lebih baik. Mereka tidak lagi memandang bekerja sebagai PMI merupakan alternatif meningkatkan taraf hidupnya.

Pendidikan Tinggi dan Vokasi

Mahalnya biaya pendidikan tinggi membuat tidak semua anak mampu melanjutkan pendidikan tinggi. Terlebih lagi, ekonomi orang tua akan mempengaruhi akses anak terhadap pendidikan tinggi. Meskipun pemerintah sudah menawarkan beragam beasiswa, namun angka partisipasi anak menempuh pendidikan tinggi di NTT belum mengalami lonjakan yang berarti.

Alternatif lain yang bisa ditempuh untuk mendapatkan skill mumpuni adalah sekolah vokasi. Sekolah vokasi adalah pendidikan tinggi yang menunjang penguasaan keahlian terapan tertentu, mencakup diploma (D1-D4 dan sarjana terapan).

Lulusan dari sekolah vokasi lebih mudah mendapatkan pekerjaan dan biaya pendidikannya tidak semahal pendidikan tinggi untuk jenjang S-1. Contoh bidang sekolah vokasi yang bisa dipilih adalah penyiaran, pariwisata, administrasi perkantoran, perpajakan, analisis medis, radiologi, dan sebagainya.

Sekolah kedinasan juga bisa menjadi alternatif pilihan pendidikan yang tempuh oleh lulusan SMA. Sekolah kedinasan adalah lembaga pendidikan yang melatih calon pegawai negeri sipil (PNS) atau calon anggota dinas tertentu. Sekolah kedinasan biasanya dinaungi kementerian atau lembaga pemerintahan.

Lulusan sekolah kedinasan menerima sertifikat atau gelar terkait kualifikasi mereka. Ada sekolah kedinasan yang gratis, bahkan memberikan uang saku bulanan pada siswanya. Akses informasi terkait sekolah kedinasan seperti ini tentunya patut diperluas sehingga siswa SMA/SMK mengetahui dan mempertimbangkannya sebagai alternatif pendidikan.

Ketika seseorang memiliki pendidikan yang cukup, wawasannya tentu juga bertambah. Ia memiliki pilihan kesempatan pekerjaan yang lebih baik dan tidak lagi memandang sebagai PMI sebagai satu-satunya pekerjaan yang memberi gaji besar. Dengan demikian, pendidikan yang memadai bisa dijadikan salah satu cara pemerintah untuk mengurangi angka TPPO di NTT. Mari memperluas kesempatan pendidikan dan akses informasi bagi seluruh masyarakat.***

Penulis: Fransiscus Go, Pemerhati Pendidikan dan Ketenagakerjaan


Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler