Mengerikan! Pengakuan Matobato, Mantan Death Squad di Filipina

Jumat, 16 September 2016 – 09:06 WIB
Edgar Matobato. Foto: AFP

jpnn.com - MANILA - Edgar Matobato menjadi perhatian seluruh anggota senat Filipina dalam rapat dengar pendapat di Manila, Kamis (15/9). Cerita-ceritanya mengerikan, sadis.

Matobato adalah seorang yang mengaku anggota death squad alias tim pembunuh pelaku kriminalitas seperti pengedar narkoba atau pemerkosa di Filipina. 

BACA JUGA: Perceraian Orang Terkaya, Istri Mendapatkan Rp 14,5 Triliun

Senat saat ini tengah menyelidiki pembunuhan tanpa peradilan dalam perang antikejahatan yang digulirkan Presiden Filipina Rodrigo Duterte. Baik saat menjadi Wali Kota Davao maupun saat ini. Penyelidikan itu dipimpin anggota Senat sekaligus mantan Menteri Kehakiman Leila de Lima. 

Hasil temuan Senat tersebut akan dijadikan referensi ke Ombudsman Filipina. Namun, sebagai presiden, Duterte tentu saja memiliki imunitas. Dia hanya bisa digulingkan lewat pemakzulan.  

BACA JUGA: Hillary Clinton Kembali Unjuk Gigi

Matobato mengungkapkan bahwa death squad, sekelompok polisi yang mendukung Duterte dan mantan pemberontak komunis, sudah membunuh sekitar seribu orang. Pembunuhan dilakukan pada 1988 hingga 2013. Death squad menerima perintah dari Duterte maupun anggota kepolisian aktif yang bertugas di kantor wali kota. 

Khusus Matobato, dia hanya menerima perintah dari Duterte langsung. ”Saya tidak membunuh siapa pun kecuali diperintah Charlie Mike,” ujar pria 57 tahun tersebut. Death squad menyebut Duterte sebagai Charlie Mike.

BACA JUGA: Program Horizons dAsie M6 TV Prancis Promosikan Wonderful Indonesia

Teknik pembunuhan terbilang sadis. Mereka menculik korban dengan berpura-pura sebagai petugas kepolisian. Salah seorang korban pernah dijadikan makanan buaya hidup-hidup. Sebagian besar lainnya dicekik dengan menggunakan kawat, lantas dibakar dan dipotong-potong. Mayat tersebut lalu dikubur di tambang milik salah seorang polisi anggota death squad, dibuang di laut, atau dibiarkan begitu saja di jalanan.

Menurut Matobato, mereka dibunuh dengan sadis seperti ayam. ”Tugas kami adalah membunuh pelaku kriminal, pemerkosa, penjual obat terlarang, serta penjahat-penjahat kecil lainnya. Itulah yang kami lakukan. Kami membunuh orang hampir setiap hari,” terang Matobato. Selain pelaku kejahatan di atas, mereka membunuh orang-orang yang tidak disukai Duterte. Salah satunya pacar adik perempuan Duterte. 

Bahkan Duterte juga pernah turun tangan. Pada 1993, dia dan anggota lain death squad sedang dalam sebuah misi di Davao ketika mereka mendapati jalanan diblokade tim dari Departemen Kehakiman. Mereka pun terlibat dalam baku tembak. Duterte yang saat itu menjadi wali kota Davao, datang ke lokasi. ”Jamisola (staf departemen kehakiman) masih hidup ketika Duterte datang. Dia menembakkan dua magasin Uzi kepadanya,” terang Matobato.

Jumlah pembunuhan tersebut terbilang kecil jika dibandingkan dengan yang terjadi di Filipina saat ini. Di hadapan Senat, Kepala Kepolisian Filipina Ronald Bato mengungkapkan bahwa kampanye antinarkoba Duterte sejak menjadi presiden telah menewaskan 3.541 orang. Padahal, Duterte baru 78 hari menjabat kepala negara. 

Hanya 1.506 di antara jumlah tersebut yang ditembak mati dalam operasi serangan oleh polisi. Sebaliknya, 2.035 orang lainnya dibunuh orang tidak dikenal. 

Martin Andanar, juru bicara Duterte, meragukan pernyataan Matobato. Dia tidak yakin Duterte telah memerintahkan pembunuhan sadis lebih dari seribu orang tersebut. ”Komisi HAM sudah lama menyelidiki hal tersebut dan sampai saat ini tidak ada gugatan yang diajukan,” ujarnya. 

Namun, keterlibatan Duterte dalam aksi death squad tidak perlu diragukan. Sebab, Duterte sendiri yang menyatakan bahwa dirinya adalah bagian dari kelompok sadis tersebut. Pengakuan itu diungkapkan Duterte pada Mei 2015 alias sebelum maju sebagai salah seorang kandidat presiden Filipina. ”Saya? Mereka mengatakan bahwa saya bagian dari death squad? Benar, itu benar,” ujarnya ketika diwawancarai televisi lokal di Davao tentang laporan pembunuhan yang dilakukan death squad.

Sementara itu, Wakil Wali Kota Davao Paolo Duterte juga menampik tudingan yang diarahkan kepada ayah dan dirinya. Dia menyebut Matobato sebagai pria gila. Karena itu, Paolo tidak akan menjawab tudingan-tudingan tersebut. ”Perkataan De Lima dan Matobato di publik adalah tuduhan tanpa bukti. Itu hanya desas-desus,” tegasnya. (reuters/afp/bbc/sha/c10/any/jpnn)

Tudingan Edgar Motabato 

• Anak sulung Duterte dari istri pertama, Paolo, pernah menggunakan narkoba. Paolo pernah memerintah death squad membunuh seorang pemilik hotel karena rebutan cewek pada 2014. Saat ini, Paolo menjadi wakil wali kota Davao. 

• Dalam hierarki death squad, Duterte dikenal dengan kode CM alias Charlie Mike. Inisial itu juga dilekatkan oleh warga Davao. Tapi, kepanjangannya adalah City Mayor.

• Harusnya, death squad hanya menerima perintah CM. Tapi kadang, anggota keluarga CM ikut memberi order pembunuhan. Sering kali yang menjadi target adalah musuh keluarga. 

• Motabato mengaku pernah melihat Duterte menembak pejabat departemen kehakiman dengan senapan jenis uzi pada 1993 karena berbeda pendapat. 

Siapa Motabato? 

• Mengaku sebagai mantan anggota death squad dan sudah membunuh lebih dari 50 orang. Semua pembunuhan atas perintah Duterte. 

• Sempat disiksa saat menyatakan diri ingin keluar dari death squad.

• Menyerahkan diri ke penyidik pada 2013 dan ikut dalam program perlindungan saksi. 

• Saat Duterte jadi presiden, Motabato melarikan diri dari program perlindungan dan bersembunyi. 

Diolah dari berbagai sumber

BACA ARTIKEL LAINNYA... Akhirnya, Thailand Buka-bukaan soal Ratusan Kasus Zika


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler