Mengerucut 2 Nama, Siapa Calon Panglima TNI yang Dipilih Presiden?

Kamis, 29 Juli 2021 – 16:14 WIB
Tangkapan layar akademisi Fakultas Hukum dari Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatera Barat Feri Amsari. ANTARA/ Muhammad Zulfikar

jpnn.com, JAKARTA - Dua nama jenderal mencuat kuat dan digadang-gadang akan menggantikan posisi Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI.

Kedua sosok yang namanya santer dibicarakan adalah KSAL Laksamana Yudo Margono dan KSAD Jenderal Andika Perkasa.

BACA JUGA: Makin Rajin Anak Bergerak Akan Makin Bahagia

Lantas siapa yang nantinya dipilih presiden sebagai Panglima TNI yang baru? Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Feri Amsari menyatakan pendapatnya.

Dia berharap calon panglima TNI yang akan menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto dipilih berdasarkan profesionalitas, kepemimpinan, integritas dan loyalitas terhadap presiden.

BACA JUGA: Kenali 6 Tanda Anak Dehidrasi, di antaranya Tak ada Air Mata Saat Menangis

Jadi, Panglima TNI yang terpilih bukan karena hasil lobi-lobi politik.

Feri juga menilai sangat penting panglima yang terpilih nantinya tidak boleh bersikap dualisme loyalitas.

BACA JUGA: Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria Jadi Perhatian Utama Presiden Jokowi

Misalnya, kepada presiden sekaligus terhadap parpol atau broker pelobi.

"Panglima TNI harus loyal hanya kepada presiden. Lebih tepatnya, Panglima TNI harus loyal kepada negara, bangsa dan konstitusi," ujar Feri dalam keterangannya yang diterima, Kamis (29/7).

Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas itu menjelaskan panglima TNI juga harus seorang figur yang apolitis.

Karena itu, tidak boleh berkaitan dengan kepentingan politik kubu mana pun.

Sehingga Panglima TNI yang dipilih tidak ikut politik praktis dan patuh pada konstitusi serta HAM.

Panglima TNI harus loyal dan patuh pada presiden karena presiden merupakan Panglima Tertinggi TNI.

Komunikasi politik yang dibangun dengan presiden pun harus baik dan langsung, tidak melewati orang lain.

Sehingga dapat menerjemahkan semua perintah arahan presiden secara komprehensif.

Sementara itu, pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) Ahmad Fanani Rosyidi menilai pergantian Panglima TNI harus mempertimbangkan keseimbangan antar-matra sesuai yang berlaku dalam UU Nomor 34/2004 tentang TNI.

Fanani menegaskan, jika melenceng dari undang-undang dimaksud, akan merusak tatanan atau kultur yang sudah ada di organisasi TNI.

Apalagi jika dalam pergantian Panglima TNI mempertimbangkan alasan politik atau kekuasaan semata.

"Jika hal itu yang terjadi maka akan merusak profesionalitas dan keseimbangan di tubuh TNI," katanya.

Mantan peneliti bidang HAM Setara Institute ini menegaskan, Pasal 14 ayat 4 UU TNI menjelaskan bahwa Panglima TNI dapat dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari tiap-tiap angkatan yang sedang atau pernah menjabat kepala staf angkatan.

Selain itu merujuk prinsip yang diatur pada Pasal 4 ayat 2 UU TNI bahwa tiap-tiap angkatan mempunyai kedudukan yang sama dan sederajat.

"Tetapi pergantian Panglima TNI merupakan hak prerogatif presiden dan juga produk politik di forum DPR," kata Fanani.

Terkait upaya dan antisipasi agar Panglima TNI ke depan tidak dimanfaatkan untuk agenda Pemilu 2024, mantan peneliti bidang HAM di ELSAM ini meminta Presiden Jokowi segera menyodorkan nama calon Panglima TNI ke DPR sesuai dengan waktunya.

Sehingga DPR bisa menentukan dan mengusulkan siapa yang bisa menjadi Panglima TNI untuk menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto.

"Walaupun penentuan Panglima TNI hak prerogatif presiden tetapi harus sesuai konstitusi, sehingga tidak ada dominasi matra untuk menjadi Panglima TNI," kata Fanani.(Antara/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler