Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria Jadi Perhatian Utama Presiden Jokowi

Kamis, 29 Juli 2021 – 14:42 WIB
Webinar Pengukuhan Kawasan Hutan Legal dan Legitimate secara daring pada Rabu (28/7/2021). Foto: Humas Kementerian ATR/BPN.

jpnn.com, JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengatakan ada dua program utama yang menjadi perhatian Presiden Joko Widodo untuk mempercepat pengukuhan kawasan hutan dalam rangka mendukung proyek strategis nasional.

Yakni, percepatan penyelesaian konflik agraria untuk kepentingan masyarakat dan Online Single Submission (OSS) untuk mempermudah perizinan dan investasi.

BACA JUGA: Menteri Sofyan Sebut Penyebab Mafia Tanah Marak, Begini

Sebagai tindak lanjut, KSP bersama Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), TNI/Polri dan kementerian/lembaga terkait lain berkolaborasi dengan civil society organization (CSO) tahun ini.

Menurutnya, harus ada komitmen bersama dalam melaksanakan proses pengukuhan kawasan hutan agar tercipta pengelolaan kehutanan dengan baik yang juga berpotensi terhadap seluruh pembangunan nasional.

BACA JUGA: Makin Rajin Anak Bergerak Akan Makin Bahagia

“Diperlukan penguatan dan kolaborasi bersama guna percepatan pengukuhan kawasan hutan ini, terutama di lima provinsi prioritas."

"Yaitu, Riau, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, dan Papua."

BACA JUGA: Kenali 6 Tanda Anak Dehidrasi, di antaranya Tak ada Air Mata Saat Menangis

"Ini harus tetap dilaksanakan dengan memperhatikan kelestarian dan hak-hak masyarakat. Seperti masyarakat adat, masyarakat marjinal lain yang berada di daerah tersebut,” ujar Moeldoko dalam Webinar Pengukuhan Kawasan Hutan Legal dan Legitimate secara daring pada Rabu (28/7).

Untuk mendukung hal tersebut Kementerian ATR/BPN menyiapkan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) dari pelepasan kawasan hutan.

Berdasarkan data, kawasan hutan untuk TORA mencapai 2,7 juta hektare.

Direktur Jenderal Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN Andi Tenrisau menyebutkan, dari 2,7 juta hektare TORA yang dialokasikan, sudah dilepaskan menjadi area penggunaan lainnya seluas 1,5 juta hektare dan masih dicadangkan seluas 1,2 juta hektare.

“Pada area penggunaan lain dari pelepasan kawasan hutan itu ada yang sudah ditindaklanjuti dengan membuat sertifikat tanah."

"Hal yang sudah ditindaklanjuti adalah area penggunaan lain yang data spasialnya sudah ada di Kementerian ATR/BPN."

"Kemudian yang dicadangkan diperuntukan berbagai kepentingan antara lain persetujuan Perubahan Batas Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PB PPTKH), Hutan Produksi Konversi (HPK) tidak produktif, serta pencetakan sawah baru,” ucap Andi Tenrisau.

Menurut Andi, saat ini diperlukan upaya percepatan penyediaan TORA dari pelepasan kawasan hutan.

"Sinergi antara Kementerian ATR/BPN dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) baik di pusat maupun daerah yang selama ini telah terjalin dengan baik harus ditingkatkan," katanya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Planologi dan Tata Lingkungan KLHK Ruandha Agung Sugardiman mengatakan pihaknya akan mempercepat pengukuhan kawasan hutan ini, sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) dan peraturan turunannya.

Menurutnya, pengukuhan kawasan hutan secara legal berarti memiliki kepastian batas, luas dan letak.

“Sedangkan legitimasi artinya memiliki kepastian waktu, usaha dan jaminan hukum berusaha, serta kelestarian lingkungan dan sosial budaya,” katanya.(*/jpnn)


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler